ker cha
KOMPAS.com - Maraknya aksi para remaja di sejumlah negara melakukan tantangan skull breaker challenge di TikTok menimbulkan kekhawatiran karena dianggap sangat berbahaya, bahkan mengancam nyawa.
Berbagai video skull breaker challenge juga viral di media sosial Twitter.
Skull breaker challenge melibatkan 3 orang untuk menjegal pemain yang berdiri di posisi tengah hingga terjatuh dalam kondisi terbaring.
Hal ini berisiko mengakibatkan cedera serius dan berujung pada kematian.
Meski berbahaya, banyak pengguna TikTok yang berusia remaja melakukan tantangan ini.
Baca juga: Viral Skull Breaker Challenge, Jangan Asal Ikut-ikutan, Bisa Berujung Kematian
“skull breaker” challenge is the new headache in schools. Several children have been fractured. The trend is viral #skullbreakerchallenge pic.twitter.com/8CLU8etz9H
— anu sehgal (@anusehgal) February 15, 2020
Mengapa para remaja melakukan tantangan ini meski menyimpan bahaya?
Psikolog Anak, Seto Mulyadi, menilai, maraknya remaja yang melakukan tantangan membahayakan seperti ini di media sosial salah satunya karena kurangnya perhatian dan pengakuan di dunia nyata.
"Memang pada dasarnya anak-anak ini kurang mendapatkan perhatian, penerimaan dengan segala keunikan masing-masing," ujar Kak Seto, saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/2/2020) pagi.
Menurut dia, ada kecenderungan penyeragaman dan tuntutan untuk menjadi "baik" dalam takaran yang sama.
Baca juga: Viral Tantangan Berbahaya Skull Breaker Challenge, Ini Imbauan KPAI
Pada situasi seperti itu, Kak Seto menilai, anak-anak akan mencari celah dan cara untuk mengekspresikan keunikannya dan mendapatkan penerimaan atas itu.
"Ini yang menjadi tantangan bagi dunia pendidikan sebenarnya, setiap anak itu unik, itu perlu dihargai, bukan sekadar ranking semata. Bukan hanya sekadar prestasi akademik," ujar Kak Seto.
Untuk itu, Kak Seto menilai, sekolah perlu memberi perhatian terhadap bakat-bakat non-akademis setiap siswanya dan memberikan penghargaan.
Ia mengatakan, setiap anak punya keunikan yang berbeda-beda. Ada yang pandai dalam penguasaan mata pelajaran, tetapi terampil sebagai penari, pemusik, ataupun bidang olahraga.
Hal itu bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi keluarga dan lingkungan sebagai tempat anak bertumbuh kembang.
"Dalam keluarga, setiap anak, apa pun, temukan kehebatannya, temukan keunikannya. Orangtua perlu memberikan apresiasi. Lalu lingkungan juga, lingkungan RT/RW juga menampilkan mereka, sehingga mereka merasa diakui," kata Kak Seto.
Penghargaan dan pengakuan merupakan salah satu kebutuhan dasar seorang manusia sebagaimana disampaikan Maslow melalui "Hierarchy of Needs".
Ketika tidak mendapatkannya di dunia nyata, anak-anak akan mencari pengakuan dan perhatian itu hingga menemukannya di media sosial melalui komentar, 'likes', dan sebagainya.
"Kalau tidak mereka melakukan dengan jalurnya masing-masing dan menemukan media sosial, begitu," jelas Kak Seto.
Namun, tidak selamanya perhatian dan pengakuan yang ada di dunia maya berdampak positif bagi anak-anak, contohnya Skull Break Challenge ini.
Baca juga: Viral Skull Breaker Challenge, Jangan Asal Ikut-ikutan, Bisa Berujung Kematian
Psikolog Anak dan Remaja Maya Savitri menyampaikan, sebenarnya anak-anak usia remaja sudah memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang berbahaya, mana yang tidak.
Akan tetapi, mereka memilih abai terhadap hal itu untuk mendapatkan penerimaan dari lingkungan pergaulannya.
"Sebenarnya usia remaja sudah sangat bisa membedakan itu benar salah, bahaya dan tidak. Tapi kondisi sekarang ini anak-anak remaja 'abai' dengan semua itu. Yang terpenting adalah keren dan tidak ketinggalan jaman," ujar Maya, saat dihubungi secara terpisah, Senin (17/2/2020).
Oleh karena itu, orangtua harus memberikan perhatian yang bisa disalurkan dalam berbagai bentuk.
"Orangtua lebih sigap untuk ajak berdiskusi dengan anak. Diharapkan dengan kondisi sekarang ini orantua haris update info di kalangan anak-anak," kata Maya.
"Kenali teman-teman anaknya, pengaturan jadwal pembatasan penggunaan HP-nya sebelum membelikan agar anak tetap 'dekat' dengan orangtua, quality time yang baik dengan anak, orangtua selalu update hal yang viral di kalangan anak-anak," lanjut dia.
Baca juga: Viral Skull Breaker Challenge, Kominfo Koordinasi dengan TikTok Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.