KOMPAS.com - Setelah 20 tahun berlalu, tragedi Semanggi masih menyisakan tanda tanya lantaran pihak berwenang belum tuntas mengusut kasus tersebut.
Kendati demikian, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan Tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Hal itu sebagaimana diberitakan Kompas.com (18/1/2020).
Jaksa Agung Sanitiar mendasarkan pernyataannya atas hasil rapat paripurna beberapa waktu silam tanpa menyebutkan waktu pastinya.
Pernyataan Jaksa Agung tersebut mendaptkan reaksi keras dari sejumlah pihak, salah satunya dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Saya sangat menyayangkan pernyataan tersebut datang dari seorang penegak hukum," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal, Hairansyah saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/1/2020).
Hairansyah menjelaskan, Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan pro justitia.
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 disimpulkan bahwa dalam peristiwa Semanggi terjadi pelanggaran HAM berat.
"Jika Jaksa Agung berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan pelanggaran HAM yang berat maka Jaksa Agung harusnya bisa menggunakan kewenangannya sebagai penyidik untuk menghentikan kasus tersebut," ujarnya.
Baca juga: Catatan untuk Pidato Jokowi, Tak Singgung HAM hingga Isu Lingkungan
Hairansyah menilai apa yang terjadi di DPR adalah proses politik, bukan proses hukum.
Apa yang terjadi dengan Jaksa Agung, kata dia yakni masih kekurangan alat bukti.
Sebagai penegak hukum, Jaksa Agung imbuhnya harusnya bisa mengambil langkah yang lebih kuat untuk melengkapi alat bukti yang dimaksud.
UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia pasal 19 ayat 1 huruf g dinyatakan atas perintah penyidik Komnas HAM dapat melakukan tindakan berupa:
"Langkah hukum sesuai UU 26 belum maksimal dilakukan oleh jaksa Agung sebagai penyidik," katanya.
Padahal seharusnya penegakan, perlindungan, dan pemajuan HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 28i ayat 4 UUD 1945.
Dia berharap pemerintah segera menuntaskan penyelidikan tersebut.
Karena jika dibiarkan, bisa saja mekanisme internasional dilakukan. "Hal ini dimungkinkan menurut UU 26 Tahun 2000," katanya.
Baca juga: Diperingati Tiap 10 Desember, Ini Sejarah Hari HAM Internasional
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.