Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Novel Baswedan, Buku Merah, dan Beban Kapolri Baru

Kompas.com - 05/11/2019, 18:00 WIB
Rosiana Haryanti,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lebih dari dua tahun, pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan belum menemukan titik terang.

Sejak saat itu, dia menjalani serangkaian pengobatan untuk penyembuhan matanya. Novel harus beberapa kali bepergian dari Indonesia ke Singapura untuk menjalani pengobatan.

Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal usai melaksanakan shalat subuh di masjid dekat kediamannya pada 11 April 2017. Saat sedang berjalan, Novel tiba-tiba disiram oleh dua pria yang tak dikenal. Cairan tersebut mengenai wajah Novel.

Kasus ini jadi perhatian publik. Pasalnya, saat itu Novel tengah menjabat sebagai Kepala Satuan Tugas yang menangani beberapa perkara besar. Salah satu perkara yang ia tangani kala itu adalan dugaan korupsi proyek e-KTP.

Baca juga: Kasusnya Dituding Rekayasa karena Bisa Melirik, Ini Penjelasan Novel Baswedan

Selain itu, Novel saat itu juga terlibat persoalan internal KPK. Ia tengah mewakili Wadah Pegawai KPK yang menolak rencana agar Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) diangkat langsung dari unsur kepolisian yang belum pernah bertugas di KPK.

Tim khusus

Setelah kasus tersebut mencuat, Polri segera membentuk tim berisi ratusan personel mulai dari polres, polda, hingga dibantu Mabes Polri.

Polisi bahkan meminta bantuan dari Australia Federal Police (AFP) guna mempelajari gambar rekaman CCTV.

Jalan panjang kasus penyiraman yang menimpa Novel mulai mendekati titik terang saat Kapolri kala itu, Tito Karnavian, merilis sketsa wajah terduga pelaku. Sketsa tersebut dibuat berdasarkan keterangan seorang saksi kunci yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Baca juga: Injury Time Kasus Novel Baswedan...

Polisi juga sudah mengerucutkan terduga pelaku pada dua orang. Dugaan tersebut timbul setelah aparat memeriksa 66 orang saksi.

Dari jumlah itu, 90 persen di antaranya diduga terlibat penyiraman terhadap Novel. Namun hasilnya nihil.

Kepolisian kemudian membentuk Tim Gabungan Pencari FAkta (TGPF) untuk mengusut kasus penyiraman air keras. Bukan itu saja, tim ini juga bertugas untuk menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM.

Tim yang terdiri dari 65 orang itu berasal dari berbagai unsur di antaranya pakar, internal KPK, dan kepolisian.

Tim gabungan bergerak ke sejumlah lokasi. Mulai dari Malang, Bekasi, hingga Ambon. Mereka memeriksa alibi orang-orang yang diduga terlibat.

Baca juga: Jokowi Beri Tenggat Waktu Ungkap Kasus Novel, Polri: Kita Tak Ada Tenggat Waktu

Tetapi perjalanan tim dengan masa kerja 8 Januari 2019 sampai 7 Juli 2019 itu belum memberkan hasil yang signifikan.

Buku merah

Hingga akhir jabatannya, TGPF hanya memberikan beberapa rekomendasi dan mengungkap ada enam kasus yang diduga terkait dengan penyerangan Novel.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com