Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Awan Hujan Disebut Tak Mau Mendekat ke Yogyakarta, Ini Penjelasan BMKG

KOMPAS.com - Lini masa media sosial ramai memperbincangkan awan hujan yang "tidak mau" melintasi langit Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Topik tersebut salah satunya diunggah oleh akun media sosial X (dulu Twitter) @jogmfs, Sabtu (4/11/2023) malam.

Tampak dalam unggahan, sebuah gambar citra radar dari Stasiun Klimatologi DIY tidak memperlihatkan awan hujan di beberapa wilayah di DIY pada Sabtu pukul 20.14 WIB.

Kondisi tersebut meninggalkan jejak lingkaran berwarna putih di antara daerah berwarna biru yang menandakan kehadiran awan hujan.

"Bahkan awan hujan pun tidak mau masuk tengah2 jog ja," tulis pengunggah.

Hingga Minggu (5/11/2023) pagi, unggahan tersebut telah dilihat lebih dari 745.000 kali, disukai 6.400 pengguna, dan diunggah ulang oleh lebih dari 2.300 warganet.

Lantas, apa penyebab awan hujan tidak melintasi beberapa wilayah DIY pada malam lalu?

Penjelasan BMKG

Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan, fenomena tersebut bukanlah awan hujan yang menghindari wilayah Yogyakarta.

Namun, lebih merujuk pada data dari citra radar cuaca yang dimiliki oleh stasiun yang bersangkutan.

Menurut Guswanto, gambaran warna-warna awan hujan di kawasan DIY dan sekitarnya itu disebut dengan bright brand echo atau BBE.

"Bright band echo merupakan warna terang horizontal yang dihasilkan oleh radar disebabkan mencairnya salju sebelum menjadi hujan yang menunjukkan lokasi dari lapisan melting layer," terangnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (5/11/2023).

Dia menambahkan, fenomena ini sering terlihat pada citra radar saat musim hujan yang disertai dengan konvektif kuat.

Secara riil atau nyata, bright brand echo sebenarnya ada di seluruh DIY, termasuk di daerah "lingkaran" seperti pada unggahan yang viral tersebut.

Keterbatasan kemampuan radar

Kendati demikian, lantaran keterbatasan kemampuan radar yang tidak dapat tegak lurus, citra pun tampak melengkung menyerupai lingkaran sempurna.

Guswanto memaparkan, jika dianalisis dengan produk atau alat lain, akan tampak bahwa area lingkaran terdapat awan menengah yang cukup merata.

“Tetapi radar tidak mengamati sampai tegak lurus ke atas atau disebut fenomena cone of silence,” kata dia.

Bagian dekat radar (di atas tegak lurus), terlihat bolong atau membentuk lingkaran karena elevasi maksimum yang digunakan hanya sebesar 19,5 derajat.

Elevasi tersebut hanya mampu menjangkau awan menengah sampai pada radius kurang lebih 20 kilometer dari pusat radar dengan tinggi dasar awan kurang lebih 6-7 kilometer, sehingga tidak terpantau oleh radar.

Adapun secara umum, tipisnya awan hujan di wilayah DIY yang membentuk lingkaran dikarenakan angin dari Australia ke Asia masih cukup persisten atau tetap.

Menurut Guswanto, awan hujan yang terbentuk di atas Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Timur cenderung terdorong ke utara.

"Sehingga ini memunculkan pendapat seolah-olah awan hujan tidak mau melintas di Yogyakarta," jelas Guswanto.

Namun, Guswanto memastikan, kawasan DIY juga sempat diguyur hujan ringan pada Sabtu (4/11/2023).

"Berdasarkan citra satelit terjadi hujan juga intensitasnya ringan," lanjut Guswanto.

Misalnya, pada Sabtu sekitar pukul 14.00 WIB, pergerakan awan hujan ke arah barat membuat hujan terpantau turun di kawasan:

  • Sleman, termasuk Turi, Tempel, Palem, Cangkringan, dan Prambanan.
  • Gunungkidul, seperti Patuk, Gedangsari, dan Ngawen.
  • Bantul, termasuk Piyungan, Dlingo, dan Imogiri.
  • Kulonprogo, termasuk Samigaluh.

Hujan pun masih turun di beberapa wilayah DIY pada Minggu dini hari pukul 03.00 WIB.

"Purworejo (Jawa Tengah) hujan ringan-sedang, sedangkan Kulonprogo dan Kota Yogyakarta hujan sangat ringan," terang Guswanto.


Prakiraan cuaca di wilayah DIY

Sementara itu, berdasarkan hasil analisis dinamika atmosfer terkini, Stasiun Meteorologi Yogyakarta mengidentifikasi adanya pusat tekanan rendah di Samudra Pasifik sebelah utara Papua dan India bagian selatan.

Kepala Stasiun Meteorologi Yogyakarta Warjono mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan pembentukan daerah pertemuan angin atau konvergensi di Pulau Jawa.

"Pola angin timuran yang masih dominan sehingga angin di atas wilayah Jawa dan khususnya DIY bertiup dari arah timur ke tenggara dengan kecepatan berkisar 25–30 kilometer per jam," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu.

Hasil analisis, profil vertikal kelembapan udara di wilayah DIY berada pada ketinggian 1,5 hingga 3,0 kilometer dengan level 850-700 milibar, berkisar antara 50–80 persen atau cukup basah.

Kelembapan udara ini turut memicu potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah DIY bagian utara pada siang hingga sore hari.

Berikut prakiraan cuaca di DIY pada 5-7 November 2023:

Minggu, 5 November 2023

  • Berpotensi hujan sedang-lebat dapat disertai kilat/petir dan angin kencang di Sleman bagian utara dan Gunungkidul bagian utara.
  • Berpotensi hujan ringan di Kota Yogyakarta, Sleman bagian tengah dan selatan, Bantul bagian utara, Gunungkidul bagian tengah, dan Kulonprogo bagian utara.

Senin, 6 November 2023

  • Berpotensi hujan ringan di Sleman bagian tengah dan utara, Gunungkidul bagian utara, dan Kulonprogo bagian utara.

Selasa, 7 November 2023

  • Berpotensi hujan ringan di Sleman bagian utara dan Gunungkidul bagian utara.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/11/05/163000965/awan-hujan-disebut-tak-mau-mendekat-ke-yogyakarta-ini-penjelasan-bmkg

Terkini Lainnya

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Tren
Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Tren
Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Tren
Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang 'Jaka Sembung'

Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang "Jaka Sembung"

Tren
Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Tren
Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Tren
Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Tren
Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tren
5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

Tren
Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

Tren
Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Tren
Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Tren
Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke