Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ghana Bangkrut Tak Mampu Membayar Utang, Apa Penyebabnya?

KOMPAS.com - Ghana sempat digadang-gadang menjadi negara di Afrika dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia pada 2019 menurut Bank Dunia.

Negara berpenduduk 32,83 juta jiwa itu jadi pengekspor emas dan memiliki proyeksi pertumbuhan ekonomi 7,6 persen pada tahun 2019, didorong oleh sektor minyak dan non-minyak. 

Tetapi saat ini kondisi perekonomian Ghana menurun drastis bahkan mengalami kebangkrutan.

Dikutip dari NyTimes (18/9/2023) pemerintahan Ghana sudah tidak sanggup membayar utang miliaran dollar AS kepada pemberi pinjaman pada Desember 2022.

Total utang Ghana saat ini mencapai 63,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 986,9 triliun pada akhir tahun 2022.

Utang tersebut tak hanya kepada kreditor asing, tapi juga para pemberi pinjaman dalam negeri yang dipinjam dari dana pensiun, perusahaan asuransi, dan bank lokal.

Krisis keuangan Ghana saat ini dinilai yang terburuk dalam beberapa dekade dengan inflasi mencapai rekor 50,3 persen, atau tertinggi dalam 21 tahun.

Lantas apa penyebab Ghana bangkrut?

Penyebab Ghana bangkrut: janji presiden dan hapus pajak

Dikutip dari AL Jazeera, Presiden Ghana Nana Akufo-Addo mengatakan, guncangan ekonomi negaranya dipicu faktor eksternal yakni pandemi dan perang Rusia-Ukraina.

Tetapi hal itu dibantah sejumlah analisi yang mengatakan krisis di Ghana terjadi akibat pemerintah salah dalam mengambil keputusan politik dan ekonomi

Menurut para kritikus kesalahan tersebut merupakan bagian dari upaya-upaya pemenuhan janji kampanye presiden.

Janji tersebut di antaranya peluncuran program pendidikan gratis di sekolah seluruh negeri yang kemudian dilakukan sejak sembilan bulan Presiden Nana Akufo-Addo menjabat.

Selain itu, pemerintah juga menyediakan makanan gratis bagi siswa di tingkat dasar dan menengah.

Faktor lain yang juga dinilai menggerus keuangan negara adalah dihapusnya 15 pajak termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 17,5 persen pada jasa keuangan, real estate, dan obat-obatan impor.

Pemerintah juga menghapus bea masuk suku cadang mobil, menghapus pungutan impor 1 persen dan PPN sebesar 17,5 persen pada tiket pesawat.

“Hal ini menyebabkan penurunan besar-besaran dalam pendapatan pemerintah,” kata seorang profesor keuangan Ghana di Universitas Andrews Williams, Kwasi Peprah.

Meningkatnya utang

Untuk menutup defisit keuangan negara, pemerintah Ghana melakukan sejumlah pinjaman.

Hal tersebut justru dinilai meningkatkan aktivitas pasar obligasi Ghana di dalam dan luar negeri.

"Sebagai dampaknya, tingginya eksposur utang terhadap PDB (produk domestik bruto), sehingga menyebabkan tingkat utang yang tidak berkelanjutan saat ini," ujar Peprah.

Ia menilai pemerintah menguras uang perbankan nasional lebih dari 2,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 32,7 triliun yang mengakibatkan beberapa bank mengalami kebangkrutan dan harus menerima suntikan dana.

Tercatat jumlah bank di negara itu kemudian berkurang dari sebelumnya 33 bank menjadi 23, dan 340 lembaga keuangan dicabut izinnya. Peprah menyebut hal ini dengan "pembersihan sektor perbankan".

"Pembersihan sektor keuangan juga merugikan negara lebih dari yang diperkirakan," kata dia.

Peprah mengatakan, Bank of Ghana tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar komitmen negara tersebut.

"Neraca pembayaran telah memburuk, menyebabkan Ghana mengalami kebangkrutan,” ujar Peprah.


Membayar gaji

Masalah lain yang menyebabkan keuangan terkuras adalah pemerintah menghabiskan separuh anggaran negara untuk membayar gaji pegawai. 

Tahun 2017, pemerintah mengembalikan tunjangan bagi peserta pelatihan perawat dan guru.

Hal ini memberikan beban anggaran publik, di mana untuk tunjangan perawat pemerintah membayar lebih dari 2,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 38,9 miliar setiap tahun.

“Itu adalah keputusan politik dan ekonomi yang buruk yang dibuat oleh pemerintahan Akufo-Addo pada saat itu,” kata analis keuangan di Data Crunchers Kwasi Yirenkyi

Kwasi menilai, pemerintah membelanjakan lebih banyak uang daripada menerima dan saat yang sama gagal memperluas jaring pajak.

Pandemi Covid-19

Ghana lalu semakin mengalami masalah keuangan setelah terjadi penurunan pendapatan yang signifikan pada tahun 2020.

Hal ini sebagian besar karena masalah Covid-19 dan pemerintah mengadopsi pendekatan populis dengan menyediakan air dan listrik gratis kepada warga.

Selain itu pemerintah memberi makan 470.000 keluarga selama 3 minggu lockdown yang kemudian merugikan negara.

Selanjutnya pada Agustus 2021, Presiden Nana Akufo-Addo mengumumkan proyek pembangunan 111 rumah sakit dengan perkiraan biaya 1 miliar dollar AS atau Rp 15,5 triliun.

Ia kemudian masih harus memenuhi janji-janji politiknya untuk membangun jalan, sekolah, pasar, yang memaksa pemerintah terus melakukan pinjaman dan menyebabkan Ghana memiliki utang yang tinggi.

Ekonom Daniel Anim Amarteye menilai utang digunakan dengan tidak bijaksana sehingga tidak mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menurut Daniel, utang luar negeri bukanlah hal yang buruk, namun cara menggunakannya sangatlah penting.

"Di pihak kami, para pengelola perekonomian gagal menginvestasikannya pada sektor-sektor penting perekonomian," kata dia.

Adanya perang Rusia dan Ukraina kemudian menyebabkan ekonomi Ghana gagal pulih dan utang meningkat sebesar 6 miliar dollar AS.

Akibatnya harga-harga barang dan pangan di Ghana meningkat dan menyebabkan hiperinflasi serta devaluasi mata uang yang mempengaruhi tingkat makro dan mikro ekonomi.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/10/05/183000365/ghana-bangkrut-tak-mampu-membayar-utang-apa-penyebabnya-

Terkini Lainnya

7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

Tren
Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Tren
Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Tren
4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

Tren
SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

Tren
Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Tren
Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Tren
Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Tren
Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Tren
Kisah Nenek di Jepang, Beri Makan Gratis Ratusan Anak Selama Lebih dari 40 Tahun

Kisah Nenek di Jepang, Beri Makan Gratis Ratusan Anak Selama Lebih dari 40 Tahun

Tren
Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Tren
Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Tren
Peneliti Ungkap Hujan Deras Dapat Picu Gempa Bumi, Terjadi di Perancis dan Jepang

Peneliti Ungkap Hujan Deras Dapat Picu Gempa Bumi, Terjadi di Perancis dan Jepang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke