KOMPAS.com - Istilah terlapor, tersangka, terdakwa, maupun terpidana kerap terdengar dalam pemberitaan kriminal.
Meski sama-sama merujuk pada seseorang yang sedang menjalani proses hukum, tetapi keempat istilah tersebut memiliki arti berbeda.
Perbedaan terlapor, tersangka, terdakwa, dan terpidana terletak pada tahapan proses hukum yang sedang dijalani.
Lantas, apa bedanya?
1. Pengertian Terlapor
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai aturan pelaksanaan hukum acara pidana di Indonesia, tidak menyebutkan istilah terlapor.
Namun, KUHAP menjelaskan definisi laporan, yakni terdapat dalam Pasal 1 angka 24:
"Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana."
Untuk itu, terlapor adalah seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana, dan dilaporkan kepada pihak berwenang.
Sama halnya dengan pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terlapor yaitu orang yang dilaporkan.
Seorang terlapor bisa menjadi tersangka. Namun, jika tindak pidana yang dilaporkan tidak terbukti, maka terlapor akan dibebaskan.
Status terlapor bisa naik dan ditetapkan menjadi tersangka setelah adanya bukti permulaan yang didapat saat tahap penyelidikan dan penyidikan.
Merujuk Pasal 1 angka 14 KUHAP, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka, minimal harus memenuhi dua alat bukti.
Alat bukti ini diatur dalam Pasal 184 KUHAP, antara lain keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Meski telah ada bukti permulaan melakukan tindak pidana, seorang tersangka belum tentu bersalah dan masih bisa bebas.
Adapun, menurut Pasal 50 ayat (1) KUHAP, seorang tersangka berhak mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan ke penuntut umum.
Kemudian, dalam Pasal 50 ayat (2) KUHAP juga mengatur, tersangka memiliki hak agar perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.
Tujuan hak ini guna menghindari kemungkinan terkatung-katungnya nasib tersangka, terutama jika mereka ditahan.
Selain kedua hak tersebut, tersangka juga memiliki hak lain, seperti:
KUHAP juga mengatur mengenai hak-hak yang dimiliki tersangka terkait persiapan pembelaan dan menerima kunjungan saat penahanan.
Selanjutnya, saat seorang tersangka dibawa ke pengadilan, statusnya berubah menjadi terdakwa.
Berdasarkan Pasal 1 angka 15 KUHAP, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.
Seperti tersangka, KUHAP juga mengatur hak bagi seorang terdakwa. Dalam Pasal 50 ayat (3) KUHAP, diatur bahwa terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan.
Selanjutnya pada Pasal 51 ayat (2) KUHAP, terdakwa juga berhak mengetahui dengan jelas soal perkara apa yang didakwakan kepadanya.
Berikut hak-hak lain yang melekat pada terdakwa:
Serupa dengan tersangka, seorang terdakwa juga memiliki hak terkait persiapan pembelaan di pengadilan maupun menerima kunjungan saat penahanan.
Selanjutnya, setelah melalui proses hukum dan mendapat putusan pengadilan, status terdakwa akan berubah menjadi terpidana.
Status terpidana ini diberikan saat hakim memutus bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan suatu tindak pidana.
Menurut Pasal 1 angka 32 KUHAP, terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkracht.
Putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht terjadi apabila:
Pada saat menjalani hukuman, seorang terpidana memiliki hak-hak untuk menerima kunjungan.
Selain itu, terpidana juga berhak untuk:
https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/25/100500765/apa-bedanya-terlapor-tersangka-terdakwa-dan-terpidana-