KOMPAS.com - Puasa Ramadhan tidak terasa sudah memasuki sepuluh hari terakhir.
Pada sepuluh malam terakhir Ramadhan diyakini menjadi waktu turunnya lailatul qadar, yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Salah satu amal ibadah yang dianjurkan saat sepuluh hari Ramadhan adalah iktikaf.
Apa itu iktikaf dan kapan waktu pelaksanaannya?
Mengenal apa itu iktikaf
Iktikaf merupakan berdiam diri di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Para ulama pun sepakat bahwa hukum melaksanakan iktikaf adalah sunah, yaitu bernilai pahala bagi yang melakukan dan tidak ada dosa bagi yang meninggalkan.
Pelaksanaan iktikaf ditekankan pada sepuluh malam terakhir Ramadhan sebab berkaitan erat dengan turunnya lailatul qadar.
Rasulullah SAW pun lebih giat dalam menghidup-hidupkan sepuluh malam terakhir Ramadhan, seperti dalam hadis berikut:
Dari Aswad, dari Aisyah RA ia berkata: "Nabi Muhammad SAW meningkatkan amal ibadah pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan melebihi di waktu yang lain."
Soal tempat iktikaf, para ulama menyebut bahwa iktikaf dilakukan di masjid, seperti dalam ayat berikut: "Sedangkan kamu beriktikaf dalam masjid," (QS al-Baqarah: 187).
Diberitakan Kompas.com (14/5/2020), ustaz Maulana mengatakan, iktikaf sendiri memiliki arti berdiam diri di masjid dengan tujuan beribadah kepada Allah.
Pendapat ini didasarkan pada dalil firman Allah SWT di dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat ke 187.
"Sedang kamu beriktikaf di dalam masjid." (QS. al-Baqarah ayat 187).
Ustaz Maulana mengatakan, waktu pelaksanaan iktikaf dapat dilakukan pada 10 hari terakhir Ramadhan seperti halnya yang dilakukan Rasulullah SAW.
Aisyah, Ibnu Umar dan Anas ra meriwayatkan: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beriktikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beriktikaf sepeninggal beliau." (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Ustaz Maulana, apabila tidak dapat melakukan iktikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan secara terus menerus, maka dapat dilakukan di malam ganjil menjelang berakhirnya Ramadhan.
"Boleh juga dilakukan di setiap malam ganjil, 21, 23, 25, 27 dan 29," kata dia.
Sementara itu, Dekan Fakultas Adab dan Bahasa UIN Raden Mas Said Surakarta Toto Suharto mengatakan, ada tiga rukun iktikaf.
Rukun pertama adalah niat iktikaf.
Niat menjadi pembeda antara iktikaf dengan hanya berdiam diri.
"Iktikaf itu harus memakai niat, niatnya itu tentu saja iktikaf. Jadi kalau tanpa niat mungkin tidak sah," kata Toto, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (15/5/2020).
Selanjutnya adalah suci dari hadas, baik hadis besar maupun hadis kecil.
Dengan demikian, seseorang harus mengambil wudu terlebih dahulu sebelum melakukan iktikaf.
Dan rukun ketiga dalam iktikaf menurutnya adalah berdiam diri.
Diam dalam iktikaf, imbuhnya bisa dilakukan dengan atau tanpa sejumlah kegiatan ibadah.
"Sekedar diam monggo, artinya duduk diam sebentar di masjid itu sudah masuk iktikaf asal dengan syarat itu tadi, ada niat dan dalam keadaan suci," jelas dia.
Beberapa amal ibadah yang bisa dilakukan ketika iktikaf adalah membaca Al Quran, zikir, shalat, membaca shalawat, dan lain-lain.
Toto menjelaskan, seseorang yang keluar dari masjid atau berniat mengakhiri iktikaf sudah otomatis batal.
Karena itu, Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan mengencangkan ikat pinggangnya lebih banyak dan beriktikaf di masjid.
Mengencangkan ikat pinggang di sini dimaknai dengan tidak menggauli istrinya.
(Sumber: Kompas.com/Dandy Bayu Bramasta, Ahmad Naufal Dzulfaroh | Editor: Sari Hardiyanto)
https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/22/205100365/apa-itu-iktikaf-dan-kapan-waktu-pelaksanaannya-