Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menjadikan Indonesia Pusat Peradaban Ekologis Asia-Pasifik Abad 21

Buku Ecological Civilization (EC) menawarkan konsep prinsip harmoni ekologis dalam strategi negara Tiongkok. Mula-mula EC dirilis oleh Presiden Tiongkok, Hu Jintao, tahun 2007. Sejak itu EC menjadi retorika kebijakan pemerintah Tiongkok (Goron, 2018:39).

Presiden Xi Jinping, misalnya, menyebut EC adalah kekuatan kini dan keunggulan masa datang: “The construction of ecological civilization is the great plan for the sustainable development of the Chinese nation. The construction of the ecological civilization is the power in the present and the advantages in the future.” (Xinhua, 2017).

Tiongkok berupaya mengambil peran kepemimpinan kawasan Asia-Pasifik dan dunia melalui strategi ecological civilization (peradaban ekologis).

Amerika Serikat (AS) adalah satu-satunya negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang belum meratifikasi konvensi Convention on Biological Diversity (CBD) sejak 1994. Konvensi CBD memiliki tiga tujuan pokok, yakni (1) konservasi keragaman hayati; (2) pemanfaatan berkelanjutan sumbersumber daya; (3) keadilan pembagian benefit dari sumber-sumber daya genetik keragaman hayati melalui strategi negara.

Sejak tahun 2000, terjadi lonjakan riset ilmiah, kajian, dan laporan pers tentang peradaban ekologis. Tiongkok disebut sulit mewujudkan mimpi peradaban ekologis atau memimpin peradaban ekologis kawasan Asia Pasifik. Dengan mengutip banyak kajian ilmiah dan para ahli, misalnya, Greenfield (2021) menulis, “Superficially, it is the slogan for Chinese efforts to embrace environmental sustainability and move on from four decades of rapid economic growth that have come at great cost to nature.”

Tiongkok menghadapi kendala membangun peradaban ekologis antara lain karena ledakan penduduk memicu sangat besar konsumsi energi, pangan, dan sumber alam. Target net-netral-karbon (zero-emisi-karbon) tahun 2060, sangat terlambat; misalnya, jika melihat target PBB melalui COP26 (Climate Change Conference of the Parties) November 2021 di Glasgow, Scotlandia (Inggris) yakni net-zero emisi karbon tahun 2030.

Meskipun pada opening UN Cop15 di Kunming, Yunan, Presiden Xi Jinping merilis rencana pembiayaan sebesar 233 juta dollar AS untuk perlindungan keragaman hayati negara-negara berkembang. Namun, di sisi lain, Tiongkok melepas emisi karbon paling besar saat ini.

Strategi AS & Tiongkok

Awal abad 21, pusat gravitasi kegiatan ekonomi dunia, berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB), bergerak dari kawasan Lautan Atlantik ke daratan Asia-Pasifik. Tahun 2008, pusat gravitasi ekonomi dunia (Danny Quah, 2011:1), bergerak ke Izmir dan Minsk (Eropa Timur) -zona timur Helsinki (Finlandia) dan Bucharest (Romania) sejauh 4.800 km atau sekitar 75 persen radius planet bumi dari pertengahan Lautan Atlantik pada tahun 1980 ke daratan Asia awal abad 21.

Tahun 2050, diperkirakan pusat gravitasi kegiatan ekonomi dunia terletak pada zona antara India-Tiongkok. Riset Danny Quah itu berdasarkan kegiatan ekonomi manusia yang tergambar dalam PDB pada hampir 700 lokasi di permukaan bumi. Pergeseran dari zona Eropa Barat tahun 1980 ke zona India-Tiongkok (2050) menunjukkan pergeseran sejauh 9.300 km atau 1,5 kali radius zona planet bumi.

Kini negara-negara di Asia Pasifik dan Asia Selatan berupaya merespons pergeseran pusat gravitasi ekonomi global tersebut. Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), misalnya, merilis pidato di depan pertemuan ke-29 para pemimpin forum ekonomi APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) di Intercontinental Peninsula Resort, Da Nang (Vietnam), pada 11 November 2017 bahwa laut harus menjadi pusat pembangunan ekonomi inklusif dan terbuka bagi APEC di zona lautan terluas dunia, Samudera Pasifik.

Isu pokok jangka pendek sekilas investasi infrastruktur laut, ekonomi-kelautan (blue economy), integrasi dan pengamanan maritim serta pemanfaatan sumber daya kelautan secara berkelanjutan di kawasan APEC.

Maka prioritas kebijakan ialah pemberantasan IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) fishing, mengatasi sampah plastik di laut, dan membangun kelautan dan perikanan. Begitu pula tahun 2014-2017, Indonesia mempercepat pembangunan infrastruktur laut, antara lain melalui pembangunan 24 pelabuhan strategis.

Program blue-economy dan infrastruktur maritim tentu harus mewujudkan tata kehidupan Indonesia yang adil, bersatu, damai, dan berkelanjutan. Ini adalah tugas konstitusional pemerintah Indonesia sesuai amanat alinea IV Pembukaan UUD Tahun 1945 serta cita-cita pembentukan negara-bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

AS merespons pergeseran pusat gravitasi sosial-ekonomi planet bumi sejak 1980-an dengan menggeser titik strategis maritime-power dari Eurocentric ke Asia-Pacific-centric awal abad 21. Isu pokok kebijakan strategis AS ialah dampak ekonomi terhadap peran angkatan laut AS di zona strategis secara ekonomi-maritim seperti Asia-Pasifik (Sam J Trangedi, 2002:11). Indikatornya antara lain pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia-Pasifik, khususnya Tiongkok, yang memacu lonjakan kebutuhan pasokan energi, komoditas, dan bahan mentah industri lainnya ke Asia Pasifik.

Negara-negara lain berupaya merespons pergeseran gravitasi ekonomi dunia awal abad 21. Misalnya, tahun 2005, Brunei, Chile, Selandia Baru, dan Singapura merintis kerjasama ekonomi lintas-Pasifik (Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement/TPSEP). Sejak 2008, Amerika Serikat, Australia, Jepang, Kanada, Malaysia, Peru, dan Vietnam bergabung ke TPSEP. Pada 5 Oktober 2015, 11 anggota TPSEP menyepakati standardisasi perdagangan, tarif, dan mekanisme penyelesaian sangketa investasi.

Pada 16 Juni 2009, sejumlah negara lain merilis pembentukan BRICs (Brasil, Rusia, India dan Tiongkok/China) sebagai suatu tata-ekonomi baru dunia yang multipolar pada konferensi tingkat tinggi (KTT) pertama di Yekaterinburg (Rusia). BRICs dirilis pertama kali oleh Jim O’Neill (Goldman Sachs) tahun 2001 berjudul: “The World Needs Better Economic BRICs” (Beth Kowitt, Juni 2009).

BRICs menjadi simbol perubahan kekuatan ekonomi global dari kelompok negara-negara G-7 (Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, Rusia, Italia, Kanada) ke negara-negara BRICs yang dihuni oleh lebih dari 42 persen penduduk dunia, ¼ lahan planet bumi, dan 24 persen dari total PDB dunia hingga tahun 2013 (IMF, 2013; Robert Marquand, 2011).

Namun pada September 2013, Tiongkok mengubah dasar dan arah kebijakan strategis. Pada 7 September 2013 di Astana (Kazakhstan), Presiden Tiongkok Xi Jinping, misalnya, merilis prakarasa “Silk Road Economic Belt”. Targetnya yakni “forge closer economic ties, deepen cooperation, and expand development in the Euro-Asia region” (Deepak, 2016: 23; Yiwei, Wang, 2016:93).

Presiden Xi Jinping mempromosi prakarsa Silk Road (Yi dai, Yi lu / One Belt, One Road/OBOR) ke negara-negara kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia pada September – Oktober 2013. Presiden Xi Jinping menyampaikan prakarsa “21st Century Maritime Silk Road” kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 3 Oktober 2013 di Jakarta.

Secara umum, Tiongkok dan AS masih sulit mewujudkan peradaban ekologis berbasis negara-bangsa. Menurut lapotan Climate Action Tracker (2021), Tiongkok melepas 227 juta ton karbon (CO2) per tahun.

Geopolitik RI

Para pendiri Republik Indonesia sejak 1945 telah meletakan dasar falsafah peradaban ekologis. “Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain adalah satu kesatuan,” papar Soekarno di depan Rapat Besar BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 1 Juni 1945 di Jakarta. Soekarno adalah Ketua Pantia Hukum Dasar BPUPKI.

Soekarno melihat simpul inti dan dasar dari tiap negara ialah persatuan rakyat dan tanah-air. Nyawa suatu negara ialah rakyat dan tanah-air. Ini pula simpul dasar strategi peradaban ekologis. Prof Soepomo (Ketua Panitia Kecil Hukum Dasar BPUPKI) sangat jelas-tegas tentang strategi negara-bangsa : “Pembangunan negara bersifat barang yang bernyawa.” (Setneg RI, 1992:28).

Simpul dasar nyawa negara (Rakyat-Tanah-Air) ini sejak 1994 lazim disebut konsep ‘egg of  sustainability’ (IUCN, 1994), yakni suatu negara-bangsa hanya sehat dan lestari, jika rakyat dan tanah-airnya juga sehat-lestari. Tanah-air Indonesia adalah simpul temu benua Australia-Asia, Lautan Pasifik dan Lautan India. Tiongkok tidak memiliki zona strategis seperti Indonesia; misalnya, keragaman hayati Indonesia memiliki karakter Asia dan Australia; Tingkok tidak memiliki keunggulan nilai alam seperti Indonesia.

Zona Indonesia adalah titik temu dari empat lempengan raksasa kerak bumi. Hutan-hutan Indonesia adalah paru-paru dunia yang terletak di garis khatulistiwa paling panjang di bumi. Tiongkok tidak memiliki keunggulan dan nilai alam seperti Indonesia ini.

Pertanyaan, mulai dari mana dan bagaimana membangun Indonesia sebagai pusat peradaban ekologis abad 21?

Sejak November 2021, saya melihat, kepemimpinan hikmat bijaksana melahirkan suatu peradaban ekologis. Karena itu, saya membentuk satu tim riset dalam rangka penerbitan buku bertopik Kepemimpinan Hikmat Bijaksana dan Kebangkitan Alam.

Asumsi dasar rancangan buku itu, antara lain, pemimpin korup tidak akan pernah dapat mewujudkan suatu peradaban ekologis; kapan saja, di mana saja. Tetapi, kepemimpin hikmat-bijaksana, sesuai amanat Pembukaan UUD 1945, dapat mewujudkan peradaban bagi manusia-alam.

Kepemimpinan hikmat-bijaksa meracik dan merajut bangunan sehat-lestari manusia (human well-being) dan alam sehat-lestari (ecosystem well-being) berbasis hutan (pohon), tanah, dan air. Hutan adalah sumber energi, pangan, mata-air, dan biosecurity misalnya pencegah erosi dan penyerap CO2.

Air adalah satu-satunya zat dapat masuk ke semua unsur alam dan menghidupkan; tanah adalah pusat vegetasi. Falsafah geopolitik Indonesia ialah bhinneka tunggal ika; maka jangan pisahkan rakyat dengan tanah di bawah kakinya.

Tiap upaya pembangunan harus merawat karakter-karakter keragaman-hayati, sejarah, dan kearifan per daerah. Itulah simpul dasar kebangkitan alam Bhinneka Tunggal Ika.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/04/060000265/menjadikan-indonesia-pusat-peradaban-ekologis-asia-pasifik-abad-21

Terkini Lainnya

5 Poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Kritik Pemilu dan Peluang Puan Jadi Ketum PDI-P

5 Poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Kritik Pemilu dan Peluang Puan Jadi Ketum PDI-P

Tren
Mengaku Tidak Bunuh Vina, Pegi Tetap Terancam Hukuman Mati

Mengaku Tidak Bunuh Vina, Pegi Tetap Terancam Hukuman Mati

Tren
Kronologi Penangkapan DPO Caleg PKS di Aceh Tamiang, Diamankan Saat Belanja Pakaian

Kronologi Penangkapan DPO Caleg PKS di Aceh Tamiang, Diamankan Saat Belanja Pakaian

Tren
Cara Meluruskan Arah Kiblat Saat Matahari di Atas Kabah Hari Ini

Cara Meluruskan Arah Kiblat Saat Matahari di Atas Kabah Hari Ini

Tren
18 Tahun Silam Yogyakarta Diguncang Gempa M 5,9, Ribuan Orang Meninggal Dunia

18 Tahun Silam Yogyakarta Diguncang Gempa M 5,9, Ribuan Orang Meninggal Dunia

Tren
Apa yang Terjadi jika Tidak Membayar Denda Tilang Elektronik?

Apa yang Terjadi jika Tidak Membayar Denda Tilang Elektronik?

Tren
4 Pilihan Ikan Tinggi Seng, Bantu Cegah Infeksi Penyakit

4 Pilihan Ikan Tinggi Seng, Bantu Cegah Infeksi Penyakit

Tren
5 Update Pembunuhan Vina: Pegi Bantah Jadi Pelaku dan Respons Keluarga

5 Update Pembunuhan Vina: Pegi Bantah Jadi Pelaku dan Respons Keluarga

Tren
Batas Usia Pensiun Karyawan Swasta untuk Hitung Uang Pesangon Pensiunan

Batas Usia Pensiun Karyawan Swasta untuk Hitung Uang Pesangon Pensiunan

Tren
Tanda Kolesterol Tinggi yang Sering Diabaikan, Apa Saja?

Tanda Kolesterol Tinggi yang Sering Diabaikan, Apa Saja?

Tren
Air Rendaman dan Rebusan untuk Menurunkan Berat Badan, Cocok Diminum Saat Cuaca Panas

Air Rendaman dan Rebusan untuk Menurunkan Berat Badan, Cocok Diminum Saat Cuaca Panas

Tren
Prakiraan BMKG: Ini Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 27-28 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Ini Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 27-28 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Taruna TNI Harus Pakai Seragam ke Mal dan Bioskop? | Apa Tugas Densus 88?

[POPULER TREN] Taruna TNI Harus Pakai Seragam ke Mal dan Bioskop? | Apa Tugas Densus 88?

Tren
Berencana Tinggal di Bulan, Apa yang Akan Manusia Makan?

Berencana Tinggal di Bulan, Apa yang Akan Manusia Makan?

Tren
Ustaz Asal Riau Jadi Penceramah Tetap di Masjid Nabawi, Kajiannya Diikuti Ratusan Orang

Ustaz Asal Riau Jadi Penceramah Tetap di Masjid Nabawi, Kajiannya Diikuti Ratusan Orang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke