Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Manhaj NU, Staqufiyah dan Identitas Agama

Tidak semua "teka-teki" dalam NU selalu menyediakan jawaban. Ia sering menyimpan tafsir yang tak akan selalu selesai. Persis kisah-kisah mistis dari karomah para awliya.

Ia hanya dijadikan 'ibroh untuk wasilah syukur kepada Tuhan. Yang terpenting adalah bahwa dengan peristiwa itu, Tuhan mengirimkan keselamatan.

Tak selalu penting bertanya kenapa dan bagaimana Tuhan melakukannya. Termasuk saat NU keluar Masyumi.

Secara berkelakar, Mbah Wahab cuma mengatakan, NU butuh persatuan, tapi tidak sebagai kuda tunggangan.

"Orang lain yang menunggang, kita yang dipecuti," katanya menjawab tiap tanya kenapa dia menggiring NU, menggembosi Masyumi dan menjadi partai politik mandiri.

Pada pemilu 1955 itu, NU berhasil mendulang 18 persen suara nasional. "Karena itu, maka kita keluar dari Masyumi," ujar Mbah Wabah dengan kata bersayap.

Begitulah cara NU menyikapi masalah, termasuk hal-hal prinsip. Santai dan rileks tapi jelas maslahahnya, ada nalar dan alasan ruhaniyahnya.

"Supaya kita punya bus sendiri. Soal apakah sudah ada yang bisa nyopir apa belum, itu bukan masalah. Yang penting bus ini (parpol NU) punya kita. Kalau untuk menjalankannya butuh sopir, ya kita sewa saja dulu. Yang terpenting kita sudah punya bus sendiri," tukas Mbah Wahab terkekeh.

Jika memanfaatkan nalar fiqih, maka fiqih sudah menyiapkan kaidahnya: termasuk dosa jika keluar dari jamaah Islam (Masyumi).

Tapi NU tidak selalu di tataran itu. NU mengambil hikmah dari setiap "maqashid syari'ah".

Kalau dengan bertahan di Masyumi, NKRI sebagai wasilah menjaga "Nurullah" rusak dan menutup jalan terang membangun peradaban manusia, maka keluar dari kaidah fiqih adalah jaiz. Demi menghindari "mafsadah"!

Ketika NU menghindari datangnya mafsadah, bangsa Indonesia memetik "maslahah". NKRI yang sekarang dimiliki Indonesia adalah maslahah itu.

NU menghindari kerusakan NKRI dengan label agama, demi maslahah yang lebih besar, yakni terjaganya Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.

NU memilih negara sebagai wasilah, atas dasar pilihan sadar. Dengan memiliki bus sendiri berarti NU menggunakan jalan politik.

NU dan Politik

Dengan NKRI yang dimiliki bangsa Indonesia saat ini, itu berarti pula NU telah mengantongi wasilah dalam mengikhtiarkan solusi dan alternatif dalam memperjuangkan tegaknya prinsip "ukhuwah basyariyah".

Lewat prinsip ini, peradaban manusia modern akan dibangun. Ukhuwah ini melengkapi tahapan dengan skala yang lebih "limited", yakni; "ukhuwah islamiyah" dan "ukhuwah wathoniyah".

Politik dalam membangun negara yang damai, aman, nyaman, selamat, adalah salah satu faktor penting lahirnya peradaban yang berkeadilan.

Berbeda dari jalan lain, politik adalah syarat sekaligus rukun mengelola solusi-solusi yang bisa ditawarkan kepada bangsa lain.

Bernegara juga berarti berpolitik. Ini bukan sekadar wacana dan dialektika. Catatan panjang jatuh bangunnya peradaban adalah catatan pergulatan politik.

Dalam pergulatan politik, NKRI adalah wasilah utama NU dalam membangun peradaban. Landasannya sudah ada. Dibuat oleh para the founding fathers dan dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.

Diksi ukhuwah basyariyah yang jadi keputusan muktamar ke-27 NU di Situbondo, Jawa Timur, adalah cita-cita peradaban dunia yang luhur.

Ia harus diperjuangkan dengan segala daya di dunia internasional, untuk menjauhkan manusia dari konflik akut.

NU siap dengan semua properti yang dimiliki untuk bertarung, mengalahkan pihak-pihak yang ingin melemahkan apalagi merongrong NKRI.

NU siap setiap saat menyelamatkan NKRI dari segala makar yang menjadikannya kapal keruk raksasa, mengeksploitasi sumber daya yang jadi hajat hidup orang banyak.

NU siap berjihad untuk mencegah NKRI agar tidak dikuasai oleh dinasti politik tertentu untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Jika NU melakukan ini semua, itu sama sekali bukan hanya karena kebutuhan NU atas NKRI yang damai.

Jika NKRI damai dalam kemajemukan itu berarti kampanye positif di dunia internasional untuk menjelaskan bahwa ukhuwah basyariyah adalah sesuatu yang mutlak dibutuhkan umat manusia.

Memenangkan NKRI dari ancaman penggunaan identitas primordial adalah perjuangan mulia demi lahirnya peradaban yang mulia.

Pascausainya Perang Dunia II, telah terjadi empat perubahan mendasar dalam peradaban modern.

Pertama; tata politik dunia yang berimbas pada perubahan peta politik dan kuatnya identitas agama.

Kedua; perubahan demografi terkait komposisi kependudukan. Ini ditandai dengan mencairnya kebekuan identitas penduduk dalam satu wilayah, dari seragam jadi beragam. Contoh; dulu Islam sulit menembus Barat.

Ketiga; perubahan standar norma. Dulu, misalnya, perbudakan adalah gaya hidup dan alat ekonomi. Kini, perbudakan jadi aib kemanusiaan.

Keempat; perubahan karena adanya globalisasi. Tahapan ini menyebabkan biasnya batas-batas fisik dan nonfisik.

Globalisasi menjadi fenomena besar dalam perubahan peradaban, yang mustahil dihindari bangsa manusia. Globalisasi meniscayakan dunia bak kampung kecil tanpa batas.

Identitas Agama dan Majapahit

Alkisah, berabad lampau, hingga meletusnya Perang Dunia I, bangsa-bangsa di dunia membentuk kerajaan untuk mengelola peradaban.

Kerajaan-kerajaan di Eropa, berbasis identitas agama Kristen dan Katholik dengan varian-variannya. Jerman yang dulu Prusia, beragama Katholik.

Belanda, yang dengan VOC-nya menjajah Nusantara, Kristen Protestan. Inggris menganut Kristen Anglikan. Khilafah Turki Usmani, jelas beragama Islam.

Konstruksi negara-agama Islam, misalnya, menjadi kian mapan, dan termanifestasikan di hampir semua lini kelembagaan Islam.

Dari tatanan politik, khazanah wacana keagamaan hingga hal-hal yang bersifat ritual. Wawasan negara agama menjelma keyakinan kokoh, dan masih diyakini sebagai ortodoksi Islam yang otoritatif.

Hingga akhirnya negara-negara agama terjebak dalam konflik besar dan berujung Perang Dunia I.

Sebagai sebuah nature, interaksi antarnegara agama secara tak terhindarkan cenderung mengarah kepada konflik.

Sebab, perebutan politik diterjemahkan sebagai aksi perebutan kebenaran absolut dari agama. Maka, kompetisi politik selalu dimaknai rivalitas kebenaran vs kebatilan, Tuhan lawan iblis, kebaikan versus kejahatan.

Turki Utsmani yang dianggap representasi konstruksi negara Islam pun kalah dan bubar!

Saat itu, semua negara dan kerajaan menggunakan identitas agama. Terjadinya perang, aksi penaklukan dan perluasan wilayah, sering karena dalil agama.

Tapi, pada saat yang sama, wacana dan kesadaran untuk meninggalkan format negara agama, mulai tumbuh.

Trauma akut akibat konflik panjang berabad-abad dan berpuncak pada Perang Dunia I, jadi motivasi utama. Pada abad itu, hanya Amerika Serikat yang bukan negara agama.

Meski Kristen Protestan jadi agama dominan, tapi identitas ini dianggap tidak relevan dalam kehidupan rakyat di negara yang lahir di abad 18 itu.

Amerika Serikat adalah negara multikultur dan kosmopolitan. Tapi, Paman Sam bukan negara pertama yang mengadopsi sistem tersebut.

Jauh sebelum itu, empat abad silam, sebuah kerajaan di Nusantara, sukses mengelola hidup tidak berlandaskan identitas agama. Namanya Majapahit.

Meski rajanya, Hayam Wuruk, beragama Hindu dan Mahapatih Gajah Mada menganut Budha, tapi keduanya bukan agama negara.

Majapahit mengamalkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika--Berbeda Tapi Satu Jua. Karena identitas agama tidak menjadi keputusan politik kerajaan, maka penduduk Majapahit bebas menganut agama yang diyakini.

Di kemudian hari, banyak pangeran Majapahit masuk pesantren.

Kebebasan beragama yang saat ini dianggap sebagai hak dasar semua orang, tidak tumbuh dalam negara dan kerajaan yang menjadikan agama sebagai identitas politik.

Inggris yang Anglikan tak pernah akur dengan Irlandia Utara yang Katholik. Non-Katholik jadi warga kelas dua di Prusia.

Non-muslim di Turki Usmani, wajib punya "tiket" dzimmah khalifah agar bisa menjalankan agamanya.

Bersambung, baca artikel terakhir Manhaj NU, Staqufiyah dan Masail Fiqhiyah

https://www.kompas.com/tren/read/2022/03/10/110102365/manhaj-nu-staqufiyah-dan-identitas-agama

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke