KOMPAS.com - 17 tahun yang lalu, tepatnya pada 26 Desember 2004, tsunami dahsyat menghantam Aceh dan menimbulkan ratusan ribu korban jiwa.
Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, tsunami itu bermula dari gempa dahsyat bermagnitudo 9,2 yang berpusat di sebelah barat Aceh.
Gempa itu memicu tsunami setinggi lebih dari 40 meter dan menyebabkan lebih dari 230.000 orang di delapan negara meninggal dunia.
"Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand merupakan negara dengan jumlah korban meninggal terbesar. Di Indonesia, tsunami menyebabkan lebih dari 126.000 orang meninggal," kata Daryono, melalui unggahan Facebook, Minggu (26/12/2021).
Gempa dan tsunami dahsyat
Daryono mengatakan, gempa Aceh pada 26 Desember 2004 adalah yang terbesar di Indonesia, yang tercatat oleh instrumen.
Dia mengatakan, gempa tersebut menimbulkan bidang patahan sepanjang 1.300 km yang membentang dari barat Aceh hingga Kepulauan Andaman.
"Dalam rentang proses rekahan 12 menit, membangkitkan tsunami dahsyat dan berdampak kerusakan lingkungan yang luar biasa," ujar Daryono, melalui unggahan Twitter, Minggu (26/12/2021).
Daryono mengatakan, gempa besar yang memicu tsunami pernah terjadi beberapa kali pada masa lalu di Aceh, yaitu tahun 1861, 1886, 1907, 2004, 2005, dan 2012.
"Data hasil kajian tsunami purba juga mengungkap bukti terjadinya perulangan tsunami yang terjadi ribuan tahun silam," kata Daryono.
"Peristiwa gempa besar di mana pun akan selalu berulang," imbuhnya.
Menurut Daryono, Aceh merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks karena berdampingan dengan sumber gempa megathrust (M9,1-9,2).
Selain itu, Aceh juga terletak di jalur sumber gempa sesar aktif, yaitu segmen Seulimaum dan segmen Aceh dengan magnitudo dapat mencapai 7,0.
Upaya mitigasi tsunami
Daryono mengatakan, dampak parah yang ditimbulkan gempa dan tsunami Aceh, salah satunya, disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai risiko tsunami pada masa itu.
"Tahun 2004 kita belum banyak memahami risiko tsunami. Jaringan monitoring gempa dan monitoring laut terbatas. Belum ada Sistem Peringatan Dini Tsunami. Masyarakat belum peduli tsunami," kata Daryono.
Sementara itu, layanan informasi tsunami baru disediakan oleh Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) dan Japan Meteorological Agency (JMA).
Daryono menyebutkan, pasca-gempa dan tsunami Aceh, perbaikan untuk sektor mitigasi bencana di kawasan tersebut terus dilakukan.
Ia mengatakan, guna mendukung sistem prosesing yang cepat dan akurat dalam memberikan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di Aceh, BMKG saat ini sudah memasang sebanyak 22 sensor seismograf digital broadband di seluruh wilayah Provinsi Aceh.
Selain itu, agar informasi gempa dan peringatan dini tsunami yang dikeluarkan BMKG dapat segera diterima pemerintah daerah dan stakeholder di Aceh, maka BMKG kini sudah memasang 41 unit alat penerima informasi gempa dan peringatan dini tsunami.
Alat-alat tersebut terdiri dari WRS New Generation, WRS 2 Way, dan WRS DVB.
"Di Aceh, BMKG juga memasang peralatan Early Warning System (EWS) Radio Broadcaster," imbuhnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/27/120000565/mengenang-tsunami-aceh-17-tahun-lalu-dan-upaya-mitigasi-bencana-serupa