Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramai Lepas Jilbab Jadi Soal Tes Pegawai KPK, Pukat UGM: Buka Soalnya!

KOMPAS.com - Trending Twitter pada Sabtu (8/5/2021) pagi diwarnai oleh topik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu "Bersedia Lepas Jilbab".

Beberapa tokoh ikut serta meramaikan topik ini seperti Mantan Jubir KPK Febri Diansyah dan politisi Fadli Zon.

Hal tersebut lantaran adanya kisah salah satu pegawai KPK yang menceritakan bahwa dirinya mendapat pertanyaan bersediakah lepas jilbab.

TWK KPK menjadi perbincangan beberapa waktu terakhir, karena dinilai pertanyaan-pertanyaannya kontroversial. Pertanyaan pribadi muncul dalam tes tersebut.

Tak layak jadi soal TWK

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM (PUKAT UGM) Zaenur Rohman mengatakan Tes Wawasan Kebangsaan dengan pertanyaan bersediakah lepas jilbab sangat tidak layak dan sama sekali bukan cerminan Tes Wawasan Kebangsaan.

Hal itu karena dua hal. Pertama, mengenakan jilbab atau tidak merupakan hak beragama yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945.

"Jadi mengenakan jilbab atau tidak merupakan HAM yang dijamin konstitusi, tidak bisa dipaksakan oleh siapapun termasuk institusi tempat bekerja," kata Zaenur pada Kompas.com, Sabtu (8/5/2021).

Lanjutnya, pertanyaan itu telah melanggar prinsip dasar yang dijamin di dalam konstitusi yaitu hak beragama. Terlepas dari jawabannya bersedia lepas jilbab atau tidak pertanyaan itu tidak layak.

"Pertanyaan itu sudah mencerminkan sempitnya wawasan kebangsaan si pembuat soal," imbuh Zaenur.

Kedua, menurut Zaenur pertanyaan itu sangat tidak berkorelasi dengan tugas dan fungsi pegawai KPK.

Di Indonesia, sebagai negara yang berbhinneka, di dalam pekerjaan apapun tidak ada yang mensyaratkan harus memakai jilbab atau terhalang jika memakai jilbab.

Zaenur mengatakan memakai jilbab tidak ada korelasinya dengan profesionalitas pekerjaannya.

Terdapat narasi yang disampaikan oleh beberapa pihak bahwa perlu ditanyakan terkait kesediaan melepas jilbab adalah untuk penyamaran saat melakukan penyelidikan atau penyidikan.

Zaenur menanggapi, pertanyaan itu bukan teknis melakukan penyelidikan atau penyidikan suatu perkara, karena sebenarnya teknik menyamar sudah tidak perlu diajari di KPK. Sebelum ditempatkan di pos masing-masing para pegawai sudah mendapatkan pelatihannya.

"Tidak lagi ditanyakan apakah seseorang pegawai KPK bersedia berkorban atau tidak, apakah sesuai dengan keyakinannya atau tidak. Semua pegawai KPK itu telah dibekali kemampuan untuk mengumpulkan informasi,"

Hal-hal tersebut semakin menguatkan pandangan Zaenur bahwa Tes Wawasan Kebangsaan KPK hanya merupakan upaya penjegalan terhadap pegawai-pegawai KPK yang berintegritas.

"Penjegalan sangat terlihat sejak awal dan hanya orang-orang tertentu yang tidak lolos. Mereka sejak awal memiliki rekam jejak yang sangat luar biasa di dalam pemberantasan korupsi, sering menangani kasus-kasus besar, dan seringkali memiliki pandangan yang berbeda di internal KPK bahkan dengan Firli Bahuri," ungkap Zaenur.

Dia melihat dalam tes terdapat upaya untuk membenturkan pandangan keagamaan, pandangan pribadi, dan tugas institusi.

Seakan-akan tes yang dibuat terkait kebhinnekaan tapi sebetulnya tidak.

Apa yang harus dilakukan?

Zaenur mengungkapkan Tes Wawasan Kebangsaan KPK seharusnya tidak dilakukan. Tes ini baru muncul saat kepemimpinan Firli Bahuri.

"Tes dimunculkan oleh Firli Bahuri untuk menyaring pegawai KPK yang memiliki pandangan politik dan keagamaan yang berbeda dengan kekuasaan,"ujar Zaenur.

Meski begitu, menurut Zaenur, sudah seharusnya Tes Wawasan Kebangsaan yang telah menimbulkan polemik gaduh ini dijelaskan oleh dua pihak, yaitu KPK dan pemerintah (dalam hal ini Badan Kepegawaian Negara).

"Harus ada akuntabilitas dan transparansi dengan membuka metode Tes Wawasan Kebangsaan beserta soalnya dan harus ada klarifikasi dari pemerintah mengenai Tes Wawasan Kebangsaan, karena menurut saya tes ini telah menunjukkan satu sikap diskriminatif," ungkap Zaenur.

Dua hal yang harus dilakukan sekarang menurut Zaenur adalah:

  1. Harus ada penjelasan dari KPK dan pemerintah tentang soal-soal tes sangat diskriminatif serta melanggar prinsip-prinsip HAM
  2. Tes Wawasan Kebangsaan jangan dijadikan sebagai dasar untuk menentukan seseorang memenuhi syarat dialihstatuskan menjadi ASN.

Dia mengatakan TWK bisa digunakan oleh lembaga untuk melakukan pemetaan bagaimana preferensi dan pandangan pribadi para pegawainya untuk kemudian disesuaikan dengan nilai organisasi.

"Secara lebih lanjut tes yang bener untuk pembinaan untuk pembinaan karir bukan untuk menjegal," tutur Zaenur.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/05/08/130000465/ramai-lepas-jilbab-jadi-soal-tes-pegawai-kpk-pukat-ugm--buka-soalnya-

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke