Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Diklaim Memuaskan, Seperti Apa Vaksin Corona Universitas Oxford?

KOMPAS.com - Penelitian vaksin virus corona yang dilakukan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca disebut-sebut menuai hasil yang positif dan menggembirakan. 

Sebab kandidat vaksin tersebut diklaim memicu respons kekebalan terhadap Covid-19 pada peserta studi, dan hanya memiliki efek samping kecil, menurut data baru yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet .

Dikutip dari npr.org, vaksin yang disebut AZD1222 ini dikembangkan menggunakan virus yang berbeda dan tidak berbahaya untuk memberikan instruksi biologis tentang cara melawan virus corona.

Menurut penelitian fase satu/fase dua yang melibatkan lebih dari 1.000 pasien, vaksin memicu dua respons imun: peningkatan antibodi dan respons sel-T.

Kondisi ini menurut para ilmuwan adalah pertanda baik.

"Sejauh ini, semua yang kami lihat sangat menggembirakan," kata Naor Bar-Zeev, wakil direktur Pusat Akses Vaksin Internasional di Universitas Johns Hopkins.

Dilansir dari India Times, Senin (20/7/2020), selanjutnya perusahaan akan mengumumkan hasil terobosan vaksin tersebut dalam waktu dekat. Hasil tersebut nantinya akan menunjukkan efek apa yang terjadi dari vaksin ini.

Dalam prosesnya, vaksin ini  baru akan diproduksi dalam jumlah banyak ketika hasil tahap uji coba terakhir yang tengah dilakukan menunjukkan hasil yang positif.

Profesor Vaksinologi di University of Oxford, Sarah Gilbert yang ikut mengembangkan vaksin ini dari awal merasa sangat yakin pada produk vaksin yang mereka kembangkan.

Vaksin Oxford 80 persen diyakini berpotensi ampuh menghentikan orang dari terpapar virus corona.

Tahapan yang dilalui

Vaksin Oxford ini memang telah menunjukkan hasil yang menjanjikan sejak dilakukan uji coba pertama pada monyet beberapa waktu lalu.

Sebanyak 6 monyet dipaparkan virus corona dalam jumlah yang masif dan kemudian diberikan vaksin ini.

Hasilnya, binatang-binatang itu tidak menunjukkan gejala-gejala pneumonia di paru-parunya, bahkan setelah dilakukan paparan virus.

Dari hasil ini dapat diketahui vaksin berhasil menumbuhkan antibodi dan sel pembunuh sebagaimana diharapkan.

Hasil yang sama juga terlihat pada percobaan manusia yang pertama.

Dari studi yang berlangsung antara 23 April dan 21 Mei ini melibatkan 1.077 peserta dari usia 18 hingga 55 tahun yang sebelumnya tidak dites positif virus corona.

Selain itu, pasien juga tidak tahu apakah mereka menerima vaksin virus coorna atau tidak. 

Profesor Adrian Hill, salah satu penulis penelitian dikutip dari npr.org mengatakan bahwa respon kekebalan dua cabang adalah ideal. Antibodi mencegah sel-sel sehat agar tidak terinfeksi, dan sel-T bekerja untuk membunuh sel-sel yang sudah terinfeksi.

"Memiliki keduanya setelah vaksinasi - kadang-kadang setelah dosis tunggal, tetapi jauh lebih baik setelah dosis kedua - cukup menggembirakan," kata Hill, yang mengarahkan Institut Jenner di Universitas Oxford.

Meskipun demikian, Hill meyakini masih ada kemungkinan vaksin tersbeut bisa salah, itulah sebabnya dia dan rekan-rekannya mencari kandidat vaksin lain untuk mendapatkan hasil studi yang positif juga.

Ada 24 kandidat vaksin virus corona yang saat ini dalam uji klinis, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Namun baru dua kandidat vaksin yaitu yang dikerjakan Oxford-AstraZeneca dan Sinovac Biotech yang telah memulai uji coba fase tiga sejauh ini.

Uji coba fase tiga adalah uji klinis terbesar dan biasanya terakhir sebelum persetujuan. Mereka sering termasuk mengevaluasi apakah perawatan bekerja lebih baik atau lebih buruk daripada standar perawatan, dan memonitor kejadian buruk.

Hill mengatakan 10.000 pasien telah diberikan vaksin sebagai bagian dari studi tindak lanjut di Inggris, dan studi tindak lanjut yang lebih besar akan dimulai di Amerika Serikat dalam beberapa minggu ke depan dengan 30.000 pasien.

Secara keseluruhan, katanya ada empat atau lima situs percobaan, dengan total 50.000 peserta.

Proses cepat

Menjadi salah satu produk pengembangan vaksin yang paling cepat sampai di tahap ini, ternyata ada sejumlah hal yang mendasari.

Pertama, tim pengembang mampu membuat fase pengembangan vaksin hanya dalam waktu 4 bulan.

Kedua, mereka menggunakan pendekatan yang berbeda dalam pengembangannya.

Selain itu, vaksin ini dalam prosesnya menggunakan virus tipe vektor yang tidak berbahaya, yaitu virus flu biasa, untuk mengirim materi genetik patogen ke dalam sel tubuh.

Proses ini berbeda dari vaksin tradisional yang menggunakan patogen lemah atau non-aktif untuk merangsang respons imun.

Metode baru ini disebut lebih mudah sehingga pengembangannya bisa berjalan lebih cepat.

Menjadi salah satu yang tercepat di antara kandidat vaksin yang lainnya, Vaksin Oxford ini menjadi harapan besar yang dimiliki masyarakat dunia untuk melawan virus dan mengakhiri pandemi yang sudah berlangsung sekitar setengah tahun ini. 

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/22/060500065/diklaim-memuaskan-seperti-apa-vaksin-corona-universitas-oxford

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

Tren
Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Tren
Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Tren
Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Tren
7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

Tren
Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Tren
Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Tren
Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Tren
Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Tren
WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

Tren
Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Tren
21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

Tren
Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Tren
Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Tren
Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke