Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramai soal "Dita Leni Ravia", Bagaimana Tradisi Penamaan Anak?

KOMPAS.com - Nama "Dita Leni Ravia" banyak dibicarakan oleh warganet beberapa hari ini. Salah satunya berawal dari unggahan gambar KTP di Twitter oleh akun @jawafess pada Senin (6/7/2020). 

Hingga saat ini, unggahan tersebut telah di-retweet lebih dari 10.000 kali dan disukai lebih dari 34.000 pengguna twitterland. 

Unggahan yang memperlihatkan KTP dengan nama pemiliknya "Dita Leni Ravia" itu banyak dikomentari karena apabila diartikan dalam bahasa Jawa, nama tersebut berarti "Diikat Tali Rafia".

Nama unik anak ini sebenarnya bukan kali pertama ditemui, termasuk di Indonesia. Sejumlah nama-nama nyeleneh juga pernah muncul di media sosial beberapa waktu lalu.

Tradisi penamaan anak di Indonesia

Menanggapi fenomena penamaan unik ini, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Dr Sunu Wasono, menyebut bahwa ada faktor-faktor seperti tradisi yang mendasarinya hingga perkembangan zaman.

"Tiap suku bangsa mempunyai tradisi sendiri-sendiri soal pemberian nama," kata Sunu saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/7/2020) malam.

Misalnya, ada orangtua pada masyarakat tertentu yang memberi nama anaknya berdasarkan benda pertama yang terlihat ketika anak itu lahir.

"Di daerah Sunda, kalau kita perhatikan, banyak nama puitis. Ada suku kata yang diulang sehingga puitis," tambahnya. 

Sunu juga menyebut contoh lain, yaitu di Jawa, di mana ada orangtua yang memberi nama anaknya dengan nama hari atau pasaran, seperti "Senen", "Rebo", "Kemis", dan "Kliwon".

"Karena pengaruh Islam, ada juga yang menamai anaknya Muhammad. Namun, lidah jawa mengucapkannya menjadi Mokamad. Ada juga Hasyim menjadi Kasim," sambungnya lagi.

Adapun di Bali, nama menunjukkan kasta dan urutan. Misalnya kasta Sudra, ada urutan nama yaitu Wayan, Putu, Gede, Made, Kadek, Nengah, Nyoman, Komang, dan Ketut yang menunjuk ke urutan anak.

"Di tempat lain, pastilah berlaku tradisi, kebiasaan, atau ketentuan yang berbeda pula," ujarnya.

Menyuarakan doa

Seiring perkembangan zaman, Sunu mengamati bahwa aturan, tradisi, dan kebiasaan pun berubah.

"Orang bisa saja terpengaruh oleh budaya populer, lalu memberi nama anaknya dengan nama orang terkenal, entah karena prestasinya atau profesinya," kata Sunu.

"Maka, tak heran kalau di kampung-kampung dijumpai nama Maradona, Ronaldo, dan nama-nama lain," sambungnya.

Menurut dia, dalam konteks tersebut, orangtua memberi nama, selain untuk memberi tanda, juga untuk menyampaikan harapan.

"Karena itu, dalam memberi nama tak boleh sembarangan. Nama itu bermakna dan menyuarakan doa. Kasihlah nama yang baik dan sesuai pada anak agar kelak anak tumbuh menjadi yang diharapkan," jelasnya.

Selain itu, ada pula anggapan yang menyebut bahwa jika anak tidak mendapat nama yang sesuai, kelak akan susah hidupnya.

"Pada titik ini ada semacam mitos anak yang sakit-sakitan kemungkinan keberatan nama," tambahnya lagi.

Sunu menilai bahwa "pantas" dan "sesuai' menjadi kata kunci.

"Nama yang tidak pantas atau tidak sesuai bisa menjadi masalah. Ungkapan sesuaikanlah nama dengan rupa pada dasarnya merujuk pada mitos tersebut," ujarnya.

Pengaruh terhadap karakter anak

Menurut Sunu, penamaan pada anak ini tidak selalu berpengaruh terhadap karakter anak.

"Tentu bisa berpengaruh (terhadap karakter) dan bisa juga tidak. Bisa saja dengan nama, seakan-akan dikondisikan untuk anak itu agar berpenampilan dan berkarakter seperti yang diinginkan orangtua," jelasnya.

Namun, nama yang bagus tidak selalu bagus pada kenyataannya, pun sebaliknya. Namun, tidak jarang pula yang sesuai antara nama dengan karakter anak. 

Terkait dengan penamaan yang sering kali dianggap unik, Sunu menyebut tidak adanya aturan baku agar orangtua memberi nama tertentu.

"Prinsipnya, setiap orangtua punya hak atas nama yang diberikan kepada anaknya. Oleh karena itu, sering kali muncul kreativitas, ide, untuk memberi nama unik seperti pada kasus Dita Leni Ravia ini," ungkapnya.

Dapat dipengaruhi media sosial

Adapun kemungkinan pengaruh media sosial terhadap penamaan unik, Sunu menyebut adanya kemungkinan.

"Saya kira kemungkinan untuk terpengaruh itu banyak karena kalau kita lihat, apa yang ditawarkan di media sosial cenderung diikuti oleh orang-orang. Bukan hanya soal nama, tetapi juga soal lain," ungkapnya.

Menurut dia, dengan adanya media sosial, segala kemungkinan dapat terjadi, termasuk dalam konteks pemberian nama ini, yaitu untuk mengikuti perkembangan zaman.

Perkembangan ini juga terjadi di semua kalangan.

"Termasuk di kampung dan kadang-kadang orang tidak paham bahwa nama tertentu menunjukkan identitasnya, misalnya seperti identitas agama," jelasnya.

"Kenapa? Karena hanya berdasarkan apa yang dia lihat. Misalkan, bosnya atau majikannya namanya itu dan bosnya baik dan sukses. Maka, ketika punya anak diberi nama yang sama," sambungnya lagi.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/08/060500665/ramai-soal-dita-leni-ravia-bagaimana-tradisi-penamaan-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke