Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tes Antibodi Virus Corona, Apa Manfaat dan Kelemahannya?

KOMPAS.com – Sejumlah negara tengah berencana menggunakan tes antibodi sebagai syarat untuk melonggarkan sejumlah pembatasan.

Pengujian antibodi diharapkan dapat mengetahui kekebalan tubuh seseorang yang memungkinkan pemerintah membagikan 'paspor kekebalan' sehingga seseorang dapat beraktivitas secara normal. 

Akan tetapi, banyak yang menilai rencana tersebut tidak tepat. 

Pasalnya, sejauh ini tak seorang pun tahu apakah mereka yang terpapar benar-benar memiliki kekebalan yang dapat bertahan seumur hidup atau setidaknya selama beberapa bulan.

Melansir dari The Guardian, sejauh ini satu-satunya petunjuk terkait antibodi adalah penelitian di China yang menyelidiki 175 pasien.

Penelitian itu menunjukkan, sejumlah besar antibodi dihasilkan oleh mereka yang mengalami sakit tapi cukup parah. Sedangkan mereka yang mengalami gejala ringan hanya menghasilkan antibodi rendah.

"Harapannya adalah bahwa setidaknya ada kekebalan parsial, jangka pendek, tetapi kita tidak tahu pasti dan kita tidak tahu apakah pasien yang terinfeksi ringan memiliki bentuk kekebalan," kata Elitza Theel, direktur mikrobiologi klinis di Mayo Clinic

Adapun untuk orang yang memiliki durasi penyakit yang singkat, bisa jadi tubuh mereka membunuh virus dengan cepat sebelum ada waktu untuk mengaktifkan respons antibodi.

Menurut para ahli, untuk memastikan secara komprehensif hasil tes antibodi dan tingkat kekebalan yang dimiliki seseorang terhadap Covid-19, diperlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Sehingga, apabila saat ini menjadikan tes antibodi untuk menguji ada tidaknya kekebalan menurut peneliti adalah sesuatu yang tidak mungkin.

Marion Koopmans Tim ilmuan di Pusat Medis Universitas Erasmus lebih mendukung untuk melakukan lebih banyak tes deteksi virus dengan uji swab.

Banyak alat tes perlu diverifikasi

Sementara itu, masalah lain dari tes antibodi terkait banyaknya produk yang dinilai para peneliti tidak akurat. Koopmans bersama tiimnya saat ini tengah tengah disibukkan verifikasi tes antibodi Covid-19.

Hal ini dilakukan karena ada banyak alat tes yang memenuhi pasar dengan kualitas tak jelas. Alat-alat itu menawarkan kemampuan pengujian antibodi yang akan mengidentifikasi kekebalan seseorang terhadap SARS-CoV-2.

"Sekarang ada lebih dari 200 tes yang ditawarkan dan jumlah itu meningkat dari hari ke hari. Karena orang ingin melakukan pengujian, ada pemasaran alat tes yang masif dan hampir agresif yang menjanjikan banyak hal, tetapi belum melalui pengawasan yang tepat," ujar  Koopmans.

Tes antibodi yang ada, memiliki risiko besar akibat ketidakmampuannya membedakan antara orang yang punya Covid-19 dan yang hanya pilek biasa.

Sejauh ini, sebagian besar tes antibodi menargetkan lonjakan protein virus yang memiliki peran masuk ke dalam tubuh inang. Protein tersebut juga merupakan bagian utama dari virus yang memunculkan respons antibodi.

Lonjakan struktur asam amino protein 60 persennya tumpang tindih dengan empat virus corona musiman yang beredar pada tubuh manusia.

Inilah yang kemudian membuat tes antibodi perlu dilakukan verifikasi. Secara ideal spesifitas tes harus mendekati 100 persen.

Para ilmuan melakukan tes alat-alat antibodi dengan memeriksa sensitivitasnya dengan melakukan identifikasi pada orang yang benar-benar pernah terkonfirmasi positif dalam beberapa bulan terakhir.

Bahkan untuk menilai keakuratan diperlukan sampel orang-orang yang parah. Verifikasi semacam itu membutuhkan waktu. Padahal, saat ini tengah dihadapkan pada konsekuensi risiko ekonomi akibat diperpanjangnya sejumlah pembatasan negara.

Pemerintah Inggris meminta masyarakat umum melakukan tes kit jari sendiri untuk tes antibodi dengan jalan membeli sendiri di Amazon atau Boots.

Akan tetapi rencana yang sempat heboh itu terhenti lantaran adanya temuan tes antibodi 4 m yang dibeli dari China ditemukan ilmuan Universitas Oxford memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tidak baik untuk digunakan secaa masal.

Sementara itu, Perusahaan Roche dan Quotient pekan lalu telah menjalin persetujuan dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk menghasilkan tes antibodi dengan sensitivitas 100 persen dan spesifitas 98 perse. 

sayangnya, kedua tes ini membutuhkan sampel darah yang harus diambil di bawah pengawasan medis.

Manfaat tes antibodi

Tujuan tes antibodi adalah melakukan serosurveillance atau menguji sampel populasi untuk mendapatkan indikasi seberapa banyak infeksi Covid-19 termasuk pada mereka yang menunjukkan gejala atau tidak.

Hal ini berbeda dengan penggunaan PCR sebagai tes diagnostik oleh NHS untuk mendeteksi virus saat ia ada dalam tubuh seseorang. 

Tes antibodi akan mencari protein berbentuk Y yang diproduksi tubuh sebagai respon atas infeksi yang tertinggal dalam darah selama pemulihan.

Harapan sebenarnya, tes ini membantu pembuat kebijakan mendapatkan permodelan yang akurat mengenai seberapa jauh epidemi telah menyebar dan tahu jumlah infeksi yang sebenarnya.

Mendapatkan data antibodi yang akurat nantinya juga menjadi penting bagi pembuat vaksin dalam memverifikasi apakah produk berfungsi sebagaimana mestinya.

Hasil dari serosurveys juga akan membantu memberikan informasi apakah mereka yang terpapar Covid-19 akan mendapatkan kekebalan.

Ini diharapkan juga dapat membantu menjawab pertanyaan para peneliti apakah kematian yang berbeda di tiap negara berkaitan dengan populasi tertentu yang mana di masa lalu pernah mendapat paparan yang lebih besar.

Karena itulah untuk mengumpulkan informasi semacam itu diperlukan tes antibodi yang andal.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/12/132857565/tes-antibodi-virus-corona-apa-manfaat-dan-kelemahannya

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke