Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tak Jamin Selesaikan Masalah

KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menegaskan bahwa naiknya tarif iuran jaminan kesehatan dinilai belum tentu dapat mengurangi defisit yang dibebankan BPJS Kesehatan.

"Kalau menurut saya, jika belum ada suatu audit atau tata kelola BPJS yang belum komprehensif, maka kenaikan iuran belum tentu dapat mengurangi atau mencegah terjadinya defisit BPJS," ujar Enny saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/10/2019).

Menurutnya, hal itu terjadi jika pemerintah masih saja menerapkan sistem prosedural, birokrasi, dan sebagainya yang dinilai rumit.

Adanya kerumitan inilah yang dinilai membuat masyarakat yang sakit masih enggan menggunakan fasilitas BPJS.

Apalagi dari faktor ketersediaan fasilitas di rumah sakit, obat-obatan yang disediakan, dan faktor lain yang tidak sesuai dengan harapan pasien.

Enny mengungkapkan, kecenderungan menghindari kerumitan birokrasi biasanya dilakukan oleh pasien Kelas I.

"Misalnya kita mengurus BPJS saja sudah pusing sendiri. Daripada keluarga kita tambah sakit, ya sudah jadinya pakai umum," ujar dia.

Sementara, Enny mengatakan masih banyak masyarakat yang latah dalam penggunaan fasilitas BPJS Kesehatan. Ibaratnya dikit-dikit lari ke Rumah Sakit.

"Oleh karena itu, harus ada kejelasan, BPJS ini apakah konsepnya asuransi atau jaminan kesehatan oleh negara," ujar Enny.

Menilik pemberitaan kenaikan iuran BPJS sebesar 100 persen yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2020, Enny membandingkan pelayanan dan fasilitas antara sistem asuransi dengan jaminan kesehatan.

Ia menyampaikan, sistem asuransi yang berlaku menggunakan pelayanan seperti, berapa premi yang dibayar, maka itulah fasilitas yang bisa diberikan.

Dengan begitu, adanya kesesuaian dengan harapan dan keinginan pasien.

Tak hanya itu, sistem birokrasi dan proses asuransi dianggap lebih sederhana. Apabila BPJS Kesehatan menggunakan sistem dengan model asuransi, dirinya berkeyakinan tidak ada namanya defisit.

"Jadi kalau misalnya ini jaminan kesehatan yang disediakan oleh negara, jadi berapa pun yang dikeluarkan oleh BPJS ya enggak ada keluhan memang ditetapkan oleh negara," kata dia.

Mengingat iuran mandiri BPJS bagi pekerja, mau tidak mau menjadi pilihan yang diambil, sebab pembayaran iuran ini termasuk dalam potongan gaji oleh perusahaan atau dari lembaga negeri maupun swasta.

Menurut Enny, jika di tahun 2020 jaminan kesehatan yang disediakan oleh negara tidak ada perubahan, seperti masih ada defisit, maka defisit tersebutlah yang menjadi beban pemerintah yang masih memanggul sistem sebelumnya.

Selain itu, pemerintah baiknya juga menerapkan sistem koneksi yang terintegrasi yang penting untuk standarisasi.

"Standarisasi itu maksudnya adanya penanganan yang sesuai dengan prosedural kesehatan bagi penyakit yang dialami pasien," kata Enny.

Kemudian, sistem terintegrasi ini juga mecegah terjadinya moral hazard di mana pasien dibebankan obat yang lebih mahal, tarif rumah sakit yang juga lebih mahal, dan pembengkakan dan lainnya.

Harapannya, pihak BPJS mampu memperbaiki audit, kelola, dan sistem yang terintegrasi agar tidak terjadi defisit.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/30/190500565/kenaikan-iuran-bpjs-kesehatan-tak-jamin-selesaikan-masalah

Terkini Lainnya

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Tren
Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Tren
Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Tren
7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

Tren
Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Tren
Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Tren
Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Tren
Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Tren
WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

Tren
Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Tren
21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

Tren
Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Tren
Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Tren
Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke