Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal Kenaikan Iuran BPJS, YLKI: Perlu Skenario Jangka Panjang

KOMPAS.com - Rencana pemerintah menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan mendapat respons beragam di tengah masyarakat.

Kenaikan yang mencapai 100 persen ini rencananya akan direalisasikan mulai 1 Januari 2020.

Diketahui, kenaikan iuran ini diberlakukan untuk peserta kelas I dan II atau peserta on Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah.

Menanggapi hal itu, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan, adanya kenaikan iuran ini bergantung pada lamanya pemerintah memberlakukan kenaikan iuran ini.

"Kalau (berlaku) jangka pendek, memang nampaknya perlu suntikan dana lewat iuran atau lewat pemerintah, kalau jangka panjang-menengah, seharusnya pemerintah punya skenario unuk menyelamatkan BPJS tanpa kenaikan iuran sekalipun," ujar Tulus saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/9/2019).

Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa adanya kenaikan iuran sebesar 100 persen ini nantinya untuk menekan defisit BPJS Kesehatan yang mengalami peningkatan di tiap tahunnya.

Atas hal itu, Tulus juga menegaskan bahwa tindakan itu bisa dilakukan asalkan pemerintah berani mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih progresif, misalnya diberlakukan cukai rokok guna di beberapa negara maju guna membantu asuransi sejenis BPJS di negara tersebut.

"Misalnya sekarang cukai rokok itu 153 T, nah ambil contoh sepertiganya itu diberikan ke BPJS Kesehatan atau diberikan insentif bagi perokok lagi itu bisa membantu menyelamatkan BPJS," ujar Tulus.

Menurutnya, dengan adanya bantuan dari cukai rokok inilah menjadi salah satu alternatif bahwa tidak semua permasalahan (defisit) dibebankan pada pasien atau konsumen.

Ia juga menyampaikan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini berisiko pada pasien mandiri.

"Pasien mandiri itu sangat rentan dengan daya beli. Nah, kalau daya belinya akan dinaikkan lagi itu akan semakin turun dan semakin tidak mau bayar," ujar Tulus.

Tulus mengungkapkan bahwa hingga saat ini kepesertaan pasien mandiri yang membayar hanya sekitar 49 persen.

Angka ini dinilai masih memprihatinkan, menilik masih banyak peserta mandiri yang nunggak pembayaran.

Oleh karena itu, jika iuran BPJS dinaikkan dan itu berpotensi meningkatkan anti-peserta mandiri.

Pemalsuan Data

Selain itu, tindakan lain yang dianggap bisa menyelamatkan BPJS, yakni pemerintah harusnya berani memaksa perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota BPJS.

Dengan adanya perusahaan yang mau menjadi anggota BPJS, bisa dilakukan subsidi silang guna membantu menekan defisit BPJS.

"Nah, kalau ini bisa dipaksa, maka menjadi subsidi silang, enggak perlu naik tarif," ujar Tulus.

Menurutnya, masih banyaknya perusahaan yang belum menjadi anggota BPJS, sebab mereka beralasan telah menggunakan double asuransi.

Tak hanya itu, Tulus mengatakan bahwa bisa juga masih banyak perusahaan yang memalsukan data terkait dengan jumlah karyawan yang menjadi anggota BPJS.

Oleh karena itu, pemerintah baiknya menyelesaikan dahulu masalah pemalsuan data yang ada di perusahaan-perusahaan yang belum menjadi anggota BPJS.

Penyamaan Kelas

Selain itu, Tulus juga menyampaikan bahwa BPJS seharusnya tidak terdiri dari klaster-klaster kelas pelayanan, seperti kelas I, kelas II, dan kelas III, melainkan menerapkan pelayanan single class.

Single class merupakan pelayanan kelas yang disamaratakan.

"Di mana pun asuransi seperti BPJS itu adalah single class, sampai sekarang itu tidak dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan, pihak rumah sakit, maupun pemerintah," ujar Tulus.

"Dengan iuran ada kelas I, II, III, padahal perintahnya single class. Jadi, BPJS kelas pelayanan itu (sebaiknya) tidak ada klaster-klaster kelas, semua sama, universal services," lanjut dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/04/060500265/soal-kenaikan-iuran-bpjs-ylki--perlu-skenario-jangka-panjang

Terkini Lainnya

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Tren
Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Tren
Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Tren
Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Tren
9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

Tren
MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

Tren
Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Tren
Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tren
Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Tren
Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Tren
Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Tren
China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

Tren
Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Tren
Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Tren
Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke