Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Conrad Theodor van Deventer, Pelopor Politik Etis

Kompas.com - 09/04/2024, 15:00 WIB
Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Britannica

Perjalanannya di Hindia Belanda mendorong terciptanya renungan kritis atas keadaan koloni tempatnya bertugas.

Pada 1892, ia diangkat menjadi penjabat anggota Komite Direksi Perusahaan Kereta Api Hindia Timur Belanda.

Dua tahun kemudian, Van Deventer diangkat menjadi anggota komite pengawas HBS di Semarang.

Ia meninggalkan Indonesia pada April 1897, dan memulai perjuangannya untuk mengupayakan politik balas budi di Belanda.

Baca juga: Mengapa Tujuan Politik Etis Tidak Bisa Terwujud?

Pelopor Politik Etis

Setelah kembali ke Belanda, Van Deventer bergabung dalam Partai Demokrat Liberal dan mengembangkan program kolonial baru, yang menekankan kesejahteraan masyarakat pribumi, desentralisasi kewenangan administratif, dan mempekerjakan lebih banyak orang Indonesia pada posisi tinggi pemerintahan.

Pada 1899, tulisannya yang berjudul Een Ereschuld (Utang Kehormatan) dipublikasikan dalam majalah De Gids.

Artikel ini digadang-gadang sebagai publikasi pertama terkait perubahan karakter politik Belanda atas tanah jajahannya, sekaligus pelopor Politik Etis.

Di dalam tulisannya, Van Deventer mengadvokasi pendekatan politik balas budi pada koloni (Hindia Belanda) yang sudah begitu lama dieksploitasi oleh Belanda.

Menurutnya, segala upaya mencari lebih banyak keuntungan dari Hindia Belanda tidak diiringi dengan keinginan untuk menciptakan kemakmuran bagi rakyat.

Kemakmuran sudah sepantasnya didapatkan oleh rakyat yang dieksploitasi kekayaannya dan dipaksa membayar pajak 27 kali lebih tinggi daripada seharusnya.

Van Deventer mengatakan, Pemerintah Belanda yang telah memanfaatkan wilayah jajahannya untuk memperkaya negeri sendiri dan meraih keuntungan besar, memiliki utang kehormatan kepada rakyat pribumi yang harus dipenuhi dengan melakukan balas budi.

Baca juga: Een Eereschuld, Utang yang Harus Dibayar

Een Ereschuld yang ditulis oleh Van Deventer dibahas oleh DPR Belanda, dan berhasil membuka mata sebagian anggota dewan untuk lebih memikirkan nasib rakyat wilayah jajahannya.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina, dalam pidatonya menyatakan bahwa pemerintah Belanda memiliki tanggung jawab moral dan utang budi terhadap pribumi Hindia Belanda.

Ratu Wilhelmina mewujudkan program balas budinya ke dalam kebijakan Politik Etis, yang segera diterapkan di Hindia Belanda pada 1901.

Berkat peran Van Deventer, tiga kebijakan Politik Etis, yakni pendidikan, irigasi, dan emigrasi, kemudian dikenal sebagai Trilogi Van Deventer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com