Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Biografi Conrad Theodor van Deventer, Pelopor Politik Etis

KOMPAS.com - Conrad Theodor van Deventer adalah seorang ahli hukum, penulis, dan anggota parlemen Belanda.

Dalam sejarah Indonesia, namanya dikenal sebagai tokoh pelopor Politik Etis.

Melalui tulisannya yang berjudul Een Ereschuld (Utang Kehormatan), Van Deventer menggambarkan situasi rakyat Indonesia yang tersiksa lantaran terus dieksploitasi pemerintah Belanda.

Inti dari tulisan ini adalah saran untuk menciptakan kemakmuran koloni melalui tiga cara, yakni pendidikan, irigasi, dan kolonisasi (transmigrasi).

Tiga saran itulah yang mengilhami tiga program Politik Etis atau politik balas budi kepada rakyat Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Trilogi van Deventer.

Berikut ini biografi Conrad Theodor van Deventer.

Perjalanan karier Van Deventer

Conrad Theodor van Deventer lahir pada 29 September 1857, di Dordrecht, Belanda.

Ia adalah putra seorang guru sekolah menengah (HBS), dan di sekolah itu pula Van Deventer menamatkan pendidikannya.

Van Deventer kemudian melanjutkan ke Universitas Leiden untuk menempuh pendidikan jurusan hukum.

Ia lulus pada 1879, dengan disertasi doktoralnya berjudul Zijn naar de grondwet onze kolonien delen van het rijk (Menurut Konstitusi, Koloni Kita Adalah Bagian dari Kerajaan Belanda).

Setelah menamatkan pendidikan, Van Deventer mendaftar pada seleksi calon pegawai tinggi koloni dan diterima sebagai panitera di Dewan Kehakiman di Hindia Belanda (Indonesia).

Pada September 1880, Van Deventer bersama sang istri berangkat ke Hindia Belanda untuk meniti karier sebagai panitera dan pengacara.

Di Hindia Belanda, ia sempat bertugas di Ambon, kemudian dipindahkan ke Semarang pada 1883.

Ketika di Semarang, Van Deventer mulai aktif menulis terkait masalah-masalah di Hindia Belanda.

Pada 1885, Van Deventer berhenti dari Dewan Kehakiman Semarang untuk menjadi pengacara di firma hukum swasta.

Perjalanannya di Hindia Belanda mendorong terciptanya renungan kritis atas keadaan koloni tempatnya bertugas.

Pada 1892, ia diangkat menjadi penjabat anggota Komite Direksi Perusahaan Kereta Api Hindia Timur Belanda.

Dua tahun kemudian, Van Deventer diangkat menjadi anggota komite pengawas HBS di Semarang.

Ia meninggalkan Indonesia pada April 1897, dan memulai perjuangannya untuk mengupayakan politik balas budi di Belanda.

Pelopor Politik Etis

Setelah kembali ke Belanda, Van Deventer bergabung dalam Partai Demokrat Liberal dan mengembangkan program kolonial baru, yang menekankan kesejahteraan masyarakat pribumi, desentralisasi kewenangan administratif, dan mempekerjakan lebih banyak orang Indonesia pada posisi tinggi pemerintahan.

Pada 1899, tulisannya yang berjudul Een Ereschuld (Utang Kehormatan) dipublikasikan dalam majalah De Gids.

Artikel ini digadang-gadang sebagai publikasi pertama terkait perubahan karakter politik Belanda atas tanah jajahannya, sekaligus pelopor Politik Etis.

Di dalam tulisannya, Van Deventer mengadvokasi pendekatan politik balas budi pada koloni (Hindia Belanda) yang sudah begitu lama dieksploitasi oleh Belanda.

Menurutnya, segala upaya mencari lebih banyak keuntungan dari Hindia Belanda tidak diiringi dengan keinginan untuk menciptakan kemakmuran bagi rakyat.

Kemakmuran sudah sepantasnya didapatkan oleh rakyat yang dieksploitasi kekayaannya dan dipaksa membayar pajak 27 kali lebih tinggi daripada seharusnya.

Van Deventer mengatakan, Pemerintah Belanda yang telah memanfaatkan wilayah jajahannya untuk memperkaya negeri sendiri dan meraih keuntungan besar, memiliki utang kehormatan kepada rakyat pribumi yang harus dipenuhi dengan melakukan balas budi.

Een Ereschuld yang ditulis oleh Van Deventer dibahas oleh DPR Belanda, dan berhasil membuka mata sebagian anggota dewan untuk lebih memikirkan nasib rakyat wilayah jajahannya.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina, dalam pidatonya menyatakan bahwa pemerintah Belanda memiliki tanggung jawab moral dan utang budi terhadap pribumi Hindia Belanda.

Ratu Wilhelmina mewujudkan program balas budinya ke dalam kebijakan Politik Etis, yang segera diterapkan di Hindia Belanda pada 1901.

Berkat peran Van Deventer, tiga kebijakan Politik Etis, yakni pendidikan, irigasi, dan emigrasi, kemudian dikenal sebagai Trilogi Van Deventer.

Dalam sejarah Indonesia, nama Van Deventer juga dikenal sebagai pencetus Politik Etis.

Akhir hidup Van Deventer

Selain sebagai ahli hukum atau pengacara, Van Deventer dipercaya dua kali menjabat di Parlemen Belanda.

Pada 1912, Van Deventer, sebagai anggota parlemen, melakukan perjalanan beberapa bulan ke Hindia Belanda dan mengunjungi banyak pulau, termasuk Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan.

Tiga tahun kemudian, kesehatannya memburuk dan dilarikan ke rumah sakit di Den Haag, Belanda.

Pada 27 September 1915, Conrad Theodor Van Deventer meninggal di Den Haag, dalam usia 57 tahun.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/04/09/150000979/biografi-conrad-theodor-van-deventer-pelopor-politik-etis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke