Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Historis Konflik dan Realitas Pengungsian Rohingya

Kompas.com - 12/12/2023, 14:07 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Kutupalong, permukiman pengungsi terbesar di dunia menurut UNHCR, menampung lebih dari 600.000 pengungsi.

Namun, pada Maret 2019, Bangladesh mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi menerima Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar.

Meskipun telah dicapai kesepakatan untuk kembalinya para pengungsi pada awal 2018, tetapi tak satu pun yang kembali.

Orang Rohingya menyatakan bahwa mereka tidak akan mempertimbangkan untuk kembali ke Myanmar, kecuali jika diberikan jaminan mendapatkan kewarganegaraan.

Hingga saat ini, lebih dari setengah juta orang Rohingya yang masih tinggal di provinsi Rakhine, utara Myanmar.

Oleh karea itu, para penyelidik PBB telah memberikan peringatan tentang risiko serius bahwa tindakan genosida dapat terjadi atau terulang kembali.

Situasi yang menyebabkan pembunuhan, pemerkosaan, pemerkosaan berkelompok, penyiksaan, pengusiran paksa, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya pada 2017 tetap tidak berubah.

Mereka menyalahkan kurangnya pertanggungjawaban dan kegagalan Myanmar untuk menyelidiki sepenuhnya tuduhan atau menjadikan genosida sebagai kejahatan.

Di samping itu, provinsi Rakhine menjadi lokasi konflik berkelanjutan antara militer dan pemberontak dari kelompok etnis Rakhine yang mayoritas beragama Buddha.

Situasi konflik ini menambah kompleksitas dan risiko pada kondisi yang sudah sulit dihadapi oleh populasi Rohingya di wilayah tersebut.

Hingga saat ini, banyak orang Rohingya yang masih mencari tempat aman untuk dapat menetap.

Salah satu kasus yang sedang ramai adalah kedatangan ribuan orang Rohingya di wilayah Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Indonesia.

Para pengungsi Rohingya melarikan diri dari konflik dan kekerasan di Myanmar untuk mencari perlindungan dan harapan di negara-negara tetangga.

Pemerintah Malaysia dan Indonesia telah menghadapi tantangan dalam menanggapi kedatangan pengungsi Rohingya.

Meskipun masyarakat internasional menyoroti krisis kemanusiaan yang dihadapi oleh Rohingya, tetapi kebijakan dan pendekatan penerimaan terhadap pengungsi di setiap negara bisa berbeda.

Beberapa negara, termasuk Malaysia dan Indonesia, telah memberikan bantuan kemanusiaan dan tempat penampungan sementara untuk para pengungsi.

Namun, masalah ini juga menimbulkan pertanyaan tentang kebijakan imigrasi, hak asasi manusia, dan tanggung jawab bersama dalam menangani krisis pengungsi di kawasan tersebut.

Komunitas internasional terus memantau dan mendorong kerja sama antarnegara untuk menangani krisis pengungsi Rohingya dengan pendekatan yang berbasis pada hak asasi manusia, keadilan, dan solidaritas regional. 

Referensi:

Mahmood, S. S., Wroe, E., Fuller, A., & Leaning, J. (2017). The Rohingya people of Myanmar: health, human rights, and identity. The Lancet, 389(10081), 1841-1850.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com