Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Intifada Kedua, Cara Israel Mengukuhkan Pendudukannya

Kompas.com - 21/11/2023, 21:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Al Jazeera

KOMPAS.com - Intifada Kedua adalah perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel yang berlangsung dari tahun 2000 hingga 2005.

Intifada Kedua kerap disebut sebagai Intifada Al-Aqsa, karena dipicu oleh serbuan pasukan Israel ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur.

Peristiwa yang terjadi pada 28 September 2000 itu memicu kemarahan rakyat Palestina, yang baru saja memperingati Pembantaian Sabra dan Shatila, yakni tragedi pembantaian di kamp pengungsi Palestina di Lebanon oleh Israel pada 1982.

Oleh rakyat Palestina, Intifada Kedua dinilai sebagai cara licik Israel untuk mengukuhkan pendudukannya.

Berikut ini kronologi peristiwa Intifada Kedua.

Baca juga: Intifada Pertama, Perlawanan Palestina terhadap Pendudukan Israel

Penyebab Intifada Kedua

Antara 1987 hingga 1993, terjadi Intifada Pertama, di mana rakyat Palestina melakukan perlawanan terhadap pendudukan Israel yang telah merampas tanah mereka.

Intifada Pertama berakhir ketika perwakilan pemerintah Israel dan Palestina menyepakati Perjanjian Oslo I pada 1993.

Pada November 1995, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dibunuh, hanya dua bulan setelah ia meratifikasi Perjanjian Oslo II.

Rangkaian Perjanjian Oslo seharusnya akan mengantarkan Israel dan Palestina berdiri berdampingan secara damai.

Pembunuhan Rabin pun membuat proses perdamaian Israel-Palestina terhenti, karena pemerintahan Israel dikuasai oleh kelompok sayap kanan di bawah Shimon Peres, Benjamin Netanyahu, dan Ehud Barak, yang tidak mau berdamai dengan Palestina.

Baca juga: Kenapa Perjanjian Oslo Gagal Mendamaikan Israel dan Palestina?

Pelanggaran rezim baru Israel terhadap berbagai ketentuan Perjanjian Oslo membuat ketegangan Israel-Palestina terus memuncak dari waktu ke waktu.

Diana Buttu, seorang analis yang berbasis di Ramallah dan mantan penasihat negosiator Palestina di Oslo, mengatakan bahwa semua pihak memperingatkan Israel untuk tenang.

Namun Israel justru melakukan berbagai macam tindakan yang memicu amarah rakyat Palestina.

Antara 1993 hingga tahun 2000 misalnya, jumlah pemukim Israel meningkat dua kali lipat dari 200.000 menjadi 400.000.

"Anda dapat melihat bahwa yang terjadi di lapangan dirancang untuk memastikan tidak akan ada negara Palestina yang merdeka," kata Buttu kepada Al Jazeera sebagaimana dikutip Kompas.com, Selasa (21/11/2023).

Pada Juli 2000, perwakilan Palestina, Yasser Arafat, dan Perdana Menteri Israel Ehud Barak sempat bertemu untuk bernegosiasi, tetapi gagal mencapai kesepakatan damai karena perbedaan pendapat mengenai status Yerusalem, batas wilayah, dan hak kembali bagi para pengungsi Palestina.

Baca juga: Perjanjian Oslo, Upaya Damai Israel dan Palestina yang Kandas

Pada 28 September 2000, pemimpin partai sayap kanan Israel, Ariel Sharon, mengerahkan lebih dari 1.000 tentara bersenjata untuk menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa.

Tindakan kontroversial Ariel Sharon tidak lagi bisa ditoleransi rakyat Palestina, sehingga meletus Intifada Kedua.

Melansir Al Jazeera, para tokoh politik Palestina menyebut bahwa Israel sengaja memprovokasi rakyat Palestina agar meletus Intifada Kedua.

Dengan begitu, Israel memiliki alasan untuk memberikan serangan yang keras kepada Palestina.

Selanjutnya, Israel dapat memaksa tokoh-tokoh Palestina untuk menerima "solusi Israel", yakni penyerahan Yerusalem Timur dan status quo pendudukan.

Baca juga: Kenapa Kiblat Dipindahkan dari Masjid Al-Aqsa ke Masjidil Haram?

Jalannya Intifada Kedua

Hari-hari pertama Intifada Kedua ditandai dengan protes besar tanpa kekerasan yang dilakukan rakyat Palestina.

Protes yang dilayangkan berwujud pembangkangan sipil, yang meliputi pemogokan kerja dan pemboikotan, kemudian pelemparan batu.

Perlawanan dimulai di Yerusalem, yang dengan cepat menyebar ke Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki Israel.

Protes rakyat Palestina ditanggapi militer Israel dengan keras, termasuk penembakan peluru karet dan peluru tajam.

Segera setelah itu, terjadi serangan militer yang melibatkan helikopter dan tank ke daerah-daerah Palestina yang padat penduduk.

Menurut Amos Malka, direktur intelijen militer Israel saat itu, hanya dalam beberapa hari, tentara Israel diperkirakan telah menembakkan sekitar 1,3 juta butir amunisi.

Baca juga: Apakah Israel Punya Senjata Nuklir?

Penggunaan kekuatan yang berlebihan dan melangkahi tempat-tempat suci umat Islam, dinilai sebagai bentuk provokasi Israel untuk menyeret Palestina ke dalam konfrontasi militer yang bekepanjangan.

Pada 2002, para pemimpin Palestina sempat mengupayakan penghentian konfrontasi militer dengan menyetujui Prakarsa Perdamaian Arab yang diajukan Arab Saudi.

Namun, upaya tersebut diabaikan Israel, sehingga Intifada Kedua baru mereda pada awal 2005.

Akhir Intifada Kedua

Menurut Buttu, perlawanan rakyat Palestina dalam Intifada Kedua sebenarnya tidak banyak melibatkan kekerasan.

Namun, narasi yang disuguhkan media-media Barat selalu menyoroti bom bunuh diri rakyat Palestina, serangan roket kelompok perlawanan Palestina, dan pelibatan penembak jitu.

Baca juga: Kenapa Negara-Negara Arab Tidak Membantu Palestina?

Faktanya, serangan mematikan yang dilemparkan Israel untuk menanggapi protes membuat jumlah korban di pihak Palestina lebih banyak.

Menurut Pusat Hak Asasi Manusia Palestina, sedikitnya 4.973 warga Palestina terbunuh selama Intifada Kedua.

Di antara korban tewas, terdapat 1.262 anak-anak, 274 perempuan, dan 32 tenaga medis.

Selain itu, data Defence for Children International, sebuah organisasi independen yang melindungi hak-hak anak yang berbasis di Swiss, menunjukkan bahwa lebih dari 10.000 anak-anak Palestina mengalami luka selama lima tahun Intifada Kedua.

Amnesty International menemukan bahwa sebagian besar korban di pihak Palestina adalah warga sipil, dan 80 persen dari mereka yang terbunuh di bulan pertama sebenarnya tidak menimbulkan bahaya yang mengancam pasukan Israel.

Oleh rakyat Palestina, Intifada Kedua dinilai sebagai cara licik Israel untuk mengukuhkan pendudukannya.

Setelah Intifada Kedua, hubungan Israel-Palestina terus memburuk. Peristiwa ini dipandang sebagai penanda berakhirnya proses perdamaian Israel dan Palestina yang diupayakan sejak era 1990-an.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com