Penculikan ini berlanjut dengan pembunuhan para jenderal TNI AD yang menolak pembentukan Angkatan Kelima.
Para perwira yang gugur dalam peristiwa G30S adalah Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donal Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo, dan Letnan Pierre Aandreas.
Selain gagasan pembentukan Angkatan Kelima, peristiwa G30S juga diduga terjadi karena adanya isu Dewan Jendral yang hendak menggulingkan Presiden Soekarno.
Dalam karya Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar karya Dasman Djamaluddin, disebutkan bahwa PKI sebelumnya menyebarkan isu Dewan Jenderal akan merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno dengan memobilisasi pasukan dari daerah ke Jakarta pada peringatan HUT ABRI, 5 Oktober 1965.
Namun, isu tentang Dewan Jenderal yang akan melakukan aktivitas politik dan kudeta terhadap negara, dianggap tidak benar.
Sebaliknya, yang sebenarnya ada hanyalah Wanjakti (Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi Angkatan Darat) dengan tugas membahas kenaikan pangkat dan jabatan militer.
Meski begitu, isu Dewan Jenderal tetap membuat gusar pasukan Cakrabirawa yang bertugas melindungi Presiden Soekarno.
Demi mencegah terjadinya kudeta oleh Dewan Jenderal, pasukan Cakrabirawa di bawah komando Letkol Untung kemudian menjemput tujuh perwira TNI pada peristiwa G30S.
Dalam buku Mengapa G30S/PKI Gagal? karya Samsudin Latief, diungkapkan bahwa kelompok yang dipimpin Letkol Untung itu awalnya bertujuan membawa para jenderal menghadap Presiden Soekarno.
Namun, dalam pelaksanaannya, aksi yang dilakukan Cakrabirawa berubah menjadi serangan berdarah.
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, mereka menangkap para jenderal yang menjadi sasaran.
Pada pukul 03.30 WIB, Sersan Kepala Bungkus dari Batalyon I Resimen Cakrabirawa, memberikan peringatan tentang keterbatasan waktu untuk melaksanakan penculikan Letnan Jenderal Ahmad Yani.
Keadaan menjadi tragis terjadi ketika Ahmad Yani menolak dijemput dan terjadi penembakan.
Di kediaman Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan Jenderal Abdul Haris Nasution, kejadian serupa terjadi.
Nasution berhasil menyelamatkan diri, tetapi anak dan ajudannya tewas akibat tembakan.
Pasukan G30S kemudian kembali ke Lubang Buaya dan penyelenggaraan operasi penculikan yang direncanakan secara serampangan menyebabkan peristiwa berdarah serta melenceng dengan skenario awal.
Pemberitahuan penangkapan dan pembunuhan Dewan Jenderal kemudian diumumkan oleh pelaksana G30S melalui siaran RRI, yang kemudian disampaikan kepada publik.
Peristiwa G30S tetap menjadi misteri yang menyelimuti sejarah Indonesia hingga sekarang.