Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Peristiwa G30S Terjadi?

Peristiwa ini, sering juga disebut sebagai Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) dan Gestok (Gerakan Satu Oktober).

Sebanyak tujuh perwira yang terdiri dari enam jenderal serta satu perwira pertama TNI AD menjadi korban G30S.

Mengapa peristiwa G30S terjadi?

Berikut ini beberapa teori tentang penyebab terjadinya G30S.

Rencana Pembentukan Angkatan Kelima

Peristiwa G30S disebut-sebut terjadi karena adanya perpecahan akibat adanya rencana pembentukan Angkatan Kelima.

Pembentukan Angkatan Kelima merupakan gagasan dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang disampaikan pada Januari 1965.

Kala itu, Pemimpin PKI, DN Aidit, mengusulkan agar 15 juta buruh tani dipersenjatai sebagai Angkatan Kelima (sejenis Angkatan Darat).

Pembentukan Angkatan Kelima bertujuan untuk menampung bantuan senjata dari China atau Tiongkok serta menasakomisasi angkatan bersenjata dan mencegah terjadinya konfrontasi dengan Malaysia.

Gagasan Pembentukan Angkatan Kelima ini didukung oleh Perdana Menteri China saat itu, Zhou En Lai yang datang ke Indonesia pada April 1965 .

Bahkan, sebagai bentuk dukungan untuk pembentukan Angkatan Kelima, Zhou En Lai menawarkan bantuan sebanyak 100.000 senjata ringan kepada Indonesia.

Sesampainya di Indonesia, tawaran bantuan penyediaan senjata itu disampaikan kepada Presiden/Panglima Tertinggi ABRI di hadapan rakyat Komando Operasi Tertinggi (KOT).

Oleh ABRI, keputusan tentang pembentukan Angkatan Kelima ini diserahkan kepada Pemimpin Besar Revolusi, Presiden Soekarno.

Meskipun keputusan pembentukan Angkatan Kelima ini ada di tangan Presiden Soekarno, tetapi ABRI dengan tegas menolak usulan itu.

Pada 1965, Angkatan Darat dipimpin Letjen Ahmad Yani. Umumnya, para jenderal dalam AD ini adalah golongan anti-komunis.

Oleh sebab itu, Angkatan Darat menentang pembentukan Angkatan Kelima yang diusulkan oleh PKI.

Pro dan kontra tentang rencana pembentukan Angkatan Kelima inilah yang kemudian disebut sebagai pemicu perselisihan lebih tajam antara ABRI dan PKI.

Hingga pada akhirnya, tanggal 30 September 1965, terjadi penculikan terhadap petinggi ABRI oleh pasukan Cakrabirawa yang diduga juga melibatkan PKI.

Penculikan ini berlanjut dengan pembunuhan para jenderal TNI AD yang menolak pembentukan Angkatan Kelima.

Para perwira yang gugur dalam peristiwa G30S adalah Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donal Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo, dan Letnan Pierre Aandreas.

Isu Dewan Jenderal

Selain gagasan pembentukan Angkatan Kelima, peristiwa G30S juga diduga terjadi karena adanya isu Dewan Jendral yang hendak menggulingkan Presiden Soekarno.

Dalam karya Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar karya Dasman Djamaluddin, disebutkan bahwa PKI sebelumnya menyebarkan isu Dewan Jenderal akan merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno dengan memobilisasi pasukan dari daerah ke Jakarta pada peringatan HUT ABRI, 5 Oktober 1965.

Namun, isu tentang Dewan Jenderal yang akan melakukan aktivitas politik dan kudeta terhadap negara, dianggap tidak benar.

Sebaliknya, yang sebenarnya ada hanyalah Wanjakti (Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi Angkatan Darat) dengan tugas membahas kenaikan pangkat dan jabatan militer.

Meski begitu, isu Dewan Jenderal tetap membuat gusar pasukan Cakrabirawa yang bertugas melindungi Presiden Soekarno.

Demi mencegah terjadinya kudeta oleh Dewan Jenderal, pasukan Cakrabirawa di bawah komando Letkol Untung kemudian menjemput tujuh perwira TNI pada peristiwa G30S.

Dalam buku Mengapa G30S/PKI Gagal? karya Samsudin Latief, diungkapkan bahwa kelompok yang dipimpin Letkol Untung itu awalnya bertujuan membawa para jenderal menghadap Presiden Soekarno.

Namun, dalam pelaksanaannya, aksi yang dilakukan Cakrabirawa berubah menjadi serangan berdarah.

Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, mereka menangkap para jenderal yang menjadi sasaran.

Pada pukul 03.30 WIB, Sersan Kepala Bungkus dari Batalyon I Resimen Cakrabirawa, memberikan peringatan tentang keterbatasan waktu untuk melaksanakan penculikan Letnan Jenderal Ahmad Yani.

Keadaan menjadi tragis terjadi ketika Ahmad Yani menolak dijemput dan terjadi penembakan.

Di kediaman Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan Jenderal Abdul Haris Nasution, kejadian serupa terjadi.

Nasution berhasil menyelamatkan diri, tetapi anak dan ajudannya tewas akibat tembakan.

Pasukan G30S kemudian kembali ke Lubang Buaya dan penyelenggaraan operasi penculikan yang direncanakan secara serampangan menyebabkan peristiwa berdarah serta melenceng dengan skenario awal.

Pemberitahuan penangkapan dan pembunuhan Dewan Jenderal kemudian diumumkan oleh pelaksana G30S melalui siaran RRI, yang kemudian disampaikan kepada publik.

Konspirasi keterlibatan CIA

Peristiwa G30S tetap menjadi misteri yang menyelimuti sejarah Indonesia hingga sekarang.

Salah satu teori yang mencuat adalah dugaan keterlibatan Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat.

Pada periode tersebut, ketegangan geopolitik antara blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan blok komunis yang dipimpin Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok sedang mencapai puncaknya.

Indonesia, yang saat itu dipimpin oleh Presiden Soekarno, dianggap memiliki pengaruh yang cenderung pro-komunis.

Dalam konteks ini, CIA diduga turut campur tangan dengan merancang strategi untuk membujuk Angkatan Darat Indonesia agar menghancurkan PKI.

Sjam Kamaruzzaman, Kepala Biro Khusus PKI dengan latar belakang sebagai intel tentara, bahkan dituduh sebagai agen ganda yang mungkin meresap dalam operasi militer G30S.

Menurut kesaksian dalam buku Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian karya Salim Said, ketika Sjam Kamaruzzaman berada dalam tahanan militer, sesama tahanan politik menjauhinya.

Dia yang merupakan orang kepercayaan Aidit dan menjabat sebagai Kepala Biro Khusus PKI, sering kali diserang sebagai "Agen CIA".

Munculnya Dokumen Gilchrist menjadi titik terang pertama yang menunjukkan kemungkinan keterlibatan CIA.

Dokumen ini berupa surat tanpa tanda tangan yang diduga ditulis oleh Duta Besar Inggris Gilchrist kepada Kementerian Luar Negeri di London, tertanggal 24 Maret 1965.

Dokumen ini kemudian dikirimkan oleh seseorang bernama Bahar atau Kahar ke alamat rumah Dr. Subandrio pada Mei 1965.

Meskipun tidak ada tanda tangan, Subandrio dan Soekarno yakin akan keaslian surat tersebut.

Dalam perkembangan politik, muncul desas-desus tentang keberadaan Dewan Jenderal yang dituduh terdiri dari lima jenderal terkemuka AD yang merencanakan kudeta terhadap Presiden.

Namun, munculnya The Gilchrist Document menjadi kontroversial. Dokumen ini sebenarnya adalah bagian dari serangkaian surat palsu yang diduga diproduksi oleh intelijen Cekoslowakia dan Soviet untuk mengamankan kepentingan mereka di Indonesia.

Dokumen tentang Aset CIA di Indonesia pada 1965, yang terungkap pada tahun 2001, menunjukkan kekhawatiran Amerika terhadap arah politik Indonesia pada masa itu.

Namun, meskipun CIA menyatakan tidak memiliki aset atau sumber daya di Indonesia untuk mengintervensi secara langsung dalam kudeta, spekulasi mengenai peran mereka terus menjadi salah satu misteri peristiwa tragis G30S 1965.

Referensi:

  • Pambudi, A. (2018). Gerakan 30 September: Antara Fakta dan Rekayasa. Media Pressindo.
  • Said, S. (2013). Dari Gestapu ke reformasi: serangkaian kesaksian. Mizan Pustaka.
  • Samsudin, M. (2004). Mengapa G30S/PKI gagal?: suatu analisis. Yayasan Obor Indonesia.
  • Djamaluddin, D. (2008). Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar. Grasindo.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/09/30/170000779/mengapa-peristiwa-g30s-terjadi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke