Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Gubernur Jenderal Belanda yang Paling Kontroversial

Kompas.com - 08/09/2023, 12:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dalam sejarah panjang kolonialisme Belanda di Indonesia, ada tiga tokoh gubernur jenderal yang muncul sebagai sosok paling berpengaruh dan kontroversial.

Ketiga gubernur jenderal Belanda paling kontroversial itu adalah Jan Pieterszoon Coen, Herman Willem Daendels, dan Albertus Jacobus Duymaer van Twist.

Jan Pieterszoon Coen adalah Gubernur Jenderal VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang membangun Batavia.

Herman Willem Daendels adalah Gubernur Jenderal VOC yang dikenal karena melancarkan reformasi radikal.

Sementara itu, Albertus Jacobus Duymaer van Twist merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang menghadapi konflik akibat kebijakannya sendiri.

Baca juga: Daftar Gubernur Jenderal VOC

Jan Pieterszoon Coen (1610-1614, 1618-1623)

Jan Pieterszoon Coen atau J.P. Coen lahir pada 1587 di Hoorn, Belanda. Ia merupakan salah satu tokoh paling mencolok dalam sejarah VOC.

Pendidikan awalnya dijalani di kota asalnya, Hoorn, sebelum ia melanjutkan studi di Universitas Leiden.

Selama masa studinya, ia terpukau oleh berita-berita mengenai kekayaan dan potensi perdagangan rempah-rempah di Hindia Timur. Hal ini mendorongnya untuk bergabung dengan VOC sejak usia muda.

Sebagai seorang administrator yang tegas dan berpengaruh, Coen dengan cepat menunjukkan bakat kepemimpinannya dalam berbagai posisi di VOC.

Ia memiliki visi yang jelas tentang bagaimana VOC dapat memperluas kendali mereka di wilayah ini.

Pada 1610, Coen pertama kali menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC dan memegang posisi itu hingga 1614. 

Jan Pieterszoon Coen pertama kali berhenti dari jabatan gubernur jenderal pada 1614 karena konflik internal dengan para pejabat VOC dan masalah kesehatan.

Akan tetapi, ia kembali menjabat sebagai gubernur jenderal pada 1618 hingga 1623.

Selama masa jabatannya yang terbagi dalam dua periode, Coen fokus pada memperkuat kehadiran VOC di wilayah Indonesia.

Salah satu langkah pertamanya adalah mengambil tindakan tegas, seperti penyerangan dan pengusiran terhadap pesaing VOC, terutama perusahaan perdagangan Portugis dan Inggris yang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah Nusantara. 

Salah satu pencapaian paling penting dalam masa jabatan Coen adalah mendirikan Batavia (sekarang Jakarta) sebagai pusat perdagangan dan administrasi VOC di Hindia Timur.

Dia juga membangun benteng-benteng pertahanan yang kuat di sekitar Batavia untuk melindungi kepentingan VOC.

Meskipun kesuksesannya dalam memperluas kendali di Indonesia tidak diragukan lagi, 
terdapat kebijakan kontroversial yang menyebabkan konflik internal dan menciptakan ketegangan berkepanjangan antara VOC dan komunitas pribumi.

Kebijakan kontroversial yang paling dikenal dari Jan Pieterszoon Coen adalah pendekatannya sangat keras terhadap komunitas pribumi di wilayah yang dikuasainya.

Ia menganggap penduduk pribumi sebagai hambatan bagi kepentingan VOC.

Oleh karena itu, ia memberlakukan kebijakan penindasan yang keras, seperti pengusiran penduduk dari wilayah-wilayah strategis dan penghancuran desa-desa.

Kebijakan ini seringkali berujung pada konflik yang memakan korban jiwa. 

Akhirnya, pada 1623, Coen mengundurkan diri dari jabatan gubernur jenderal.

Baca juga: Alasan VOC Ingin Menguasai Banten

Herman Willem Daendels (1808-1811)

Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels 1808-1811Creative Commons/Raden Saleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels 1808-1811

Herman Willem Daendels adalah seorang jenderal Belanda yang lahir pada 21 Oktober 1762 di Hattem, Belanda.

Sebelum menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC, ia telah mengumpulkan pengalaman yang luas dalam dunia militer.

Karier militernya mencakup berbagai posisi penting dan telah terlibat dalam berbagai konflik dan kampanye militer.

Pada awal tahun 1800-an, ketika Perancis menduduki Belanda selama masa Kekaisaran Napoleon, Daendels diangkat sebagai Gubernur Jenderal VOC.

Masa jabatannya yang berlangsung dari tahun 1808 hingga 1811 terjadi pada saat Perancis sedang mengendalikan Belanda.

Selama masa jabatannya, ia membawa pendekatan militer yang tegas dan penuh semangat di Hindia Timur.

Salah satu tindakan terkenalnya adalah pembangunan Jalan Raya Pos yang menghubungkan Anyer di barat hingga Panarukan di timur pulau Jawa.

Jalan ini menjadi salah satu warisan paling penting dari masa jabatannya dan membantu memudahkan mobilitas dan logistik di wilayah tersebut. 

Selain itu, ada juga kebijakan perpindahan penduduk dari daerah pantai ke wilayah pedalaman Jawa yang dilakukan untuk mengamankan pantai dari serangan Inggris. Kebijakan ini menciptakan konflik dengan penduduk pribumi.

Masa jabatan Daendels berakhir ketika Inggris menggantikan pemerintahan Perancis di Belanda pada 1811.

Setelah itu, Daendels kembali ke Belanda, lalu tetap aktif dalam politik dan karier militer. 

Baca juga: Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36

Albertus Jacobus Duymaer van Twist (1851-1856)

Gubernur Jenderal Albertus Jacobus Duymaer van TwistRijksmuseum Gubernur Jenderal Albertus Jacobus Duymaer van Twist

Albertus Jacobus Duymaer van Twist lahir pada 20 Februari 1809 di Groningen, Belanda.

 Ia menyelesaikan pendidikan hukumnya di Universitas Groningen.

Setelah itu, ia memasuki pelayanan sipil Belanda dan mulai meniti kariernya di pemerintahan.

Pada 1851, Albertus Jacobus Duymaer van Twist diangkat menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda oleh Pemerintah Belanda.

Saat itu, Hindia Belanda sedang menghadapi berbagai tantangan, termasuk masalah ekonomi, sosial, dan politik yang kompleks. 

Salah satu tindakan terkenal yang diambil oleh Van Twist selama masa jabatannya adalah kebijakan "Tanah Kering" (Dutch: "Droogstoppolitiek").

Kebijakan ini bertujuan untuk menghentikan perambahan tanah oleh penduduk pribumi dan memberikan hak tanah kepada perkebunan besar-besaran Belanda.

Hal ini menjadikan perusahaan Belanda menguasai lebih banyak tanah yang dapat digunakan untuk pertanian komoditas ekspor seperti kopi dan tebu.

Baca juga: Mengapa VOC Mendapat Hak Istimewa?

Kebijakan Tanah Kering ini sangat kontroversial dan menuai banyak kritik.

Meskipun pemerintah kolonial berpendapat bahwa kebijakan ini akan menguntungkan ekonomi Hindia Belanda dan meningkatkan produksi, banyak penduduk pribumi yang terkena dampaknya karena mereka kehilangan akses ke tanah mereka.

Akibatnya, kebijakan ini menciptakan ketidakpuasan di kalangan penduduk pribumi dan konflik agraria yang serius.

Selain kebijakan Tanah Kering, Gubernur Jenderal Van Twist juga mengambil langkah-langkah untuk memodernisasi Hindia Belanda.

Salah satunya adalah pembangunan sistem jalan kereta api yang menghubungkan berbagai kota di Jawa.

Pembangunan infrastruktur ini membantu meningkatkan mobilitas dan perdagangan di wilayah tersebut.

Pada 1856, setelah lima tahun menjabat, Albertus Jacobus Duymaer van Twist berhenti dari jabatannya sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Pengunduran dirinya disebabkan oleh tekanan politik dan konflik yang berkembang di Hindia Belanda selama masa jabatannya. 

Referensi:

  • Noviyanti, R. (2017). Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen dan Pembangun Kota Batavia (1619-1629). Sosio e-kons, 9(1), 54-64.
  • Khusyairi, J. A. (2011). Memori atas Tiga Gubernur Jenderal di Hindia: Coen, Daendels dan van Heutsz di Belanda. MASYARAKAT, KEBUDAYAAN DAN POLITIK, 24(2), 117-129.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com