KOMPAS.com - Perang Dzatur Riqa merupakan salah satu perang yang dimpimpin langsung oleh Rasulullah tetapi tidak sampai terjadi kontak senjata.
Dalam perang ini, umat Islam hendak melawan suku Arab Badui di Nadj.
Para ulama dan ahli sejarah berbeda pendapat tentang kapan terjadinya Perang Dzatur Riqa.
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, dalam perang ini terjadi beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam.
Baca juga: 27 Perang yang Dipimpin Langsung oleh Rasulullah
Al-Bukhari berpendapat bahwa Perang Dzatur Riqa terjadi setelah Perang Khaibar (628 M).
Pendapat-pendapat lain tentang kapan terjadinya Perang Dzatur Riqa yakni, Ibnu Ishaq meyakini setelah Perang Bani Nadhir (625 M), Al-Waqidi dan Ibnu Sa'ad pada Muharram 5 Hijriah (Juli 626 M), dan ada pula yang meyakini terjadi setelah Perang Khandaq (627 M).
Menurut Ibnu Hajar, pendapat Al-Bukhari dan Abu Ma'syar merupakan yang paling kuat, karena keduanya bersumber dari Abu Musa Al-Asy'ari, yang terlibat langsung dalam peristiwa itu.
Selain itu, Rasulullah diriwayatkan melakukan salat khauf (salat wajib yang dilakukan dalam keadaan waspada karena kondisi berbahaya seperti perang) pada Perang Dzatur Riqa.
Salat khauf sendiri baru disyariatkan di Usfan, sekitar terjadinya Perjanjian Hudaibiyah pada 6 Hijriah.
Akan tetapi, pendapat Ibnu Hajar dibantah oleh Al-Buthi, yang meyakini bahwa Perang Dzatur Riqa terjadi pada 4 Hijriah, tepatnya sebelum Perang Khandaq.
Menurut Al-Buthi, perang yang dimaksud dalam hadis Abu Musa adalah peperangan di luar Perang Dzatur Riqa.
Baca juga: Perang Hamra Al-Asad, Upaya Rasulullah Melemahkan Mental Musuh
Terlepas dari perdebatan pendapat tersebut, Perang Dzatur Riqa dipicu oleh pengkhianatan suku-suku di Najd terhadap umat Islam.
Tipu muslihat mereka telah mengakibatkan terbunuhnya 70 sahabat yang ditugaskan Rasulullah untuk berdakwah.
Karena sebab itu, Rasulullah keluar dari Madinah untuk memerangi suku-suku di Najd.
Riwayat lain menyebut bahwa Rasulullah mendapat kabar Bani Muharib dan Bani Tsa'labah dari Gathafan telah berkumpul untuk memerangi umat Islam.
Baca juga: Pahlawan-Pahlawan Wanita dalam Perang Uhud
Setibanya di Najd, Rasulullah dan pasukannya mendirikan perkemahan.
Takut dengan pasukan Rasulullah, suku-suku di Najd yang berkhianat melarikan diri ke perbukitan, meninggalkan istri, anak, dan harta mereka.
Konon, Allah yang mengirim rasa gentar dan takut ke dalam diri mereka.
Ketika tiba waktu salat, umat Islam khawatir musuh masih datang menyerang.
Maka Rasulullah melaksanakan salat khauf, sebelum akhirnya kembali ke Madinah tanpa terlibat kontak senjata karena musuhnya melarikan diri.
Baca juga: Siapa yang Mengusulkan Membuat Parit pada Perang Khandaq?
Terkait penamaan Perang Dzatur Riqa, para ulama juga memiliki beragam pendapat.
Salah satu pendapat di balik penamaannya didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Bukhari.
"Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari ra, ‘Kami pergi bersama Nabi SAW dalam suatu peperangan. Saat itu kami berenam menunggangi satu ekor unta secara bergantian. Banyak luka pada telapak kaki kami, juga pada kedua telapak kakiku. Bahkan, kuku-kuku kakiku patah. Kami membalut kaki-kaki kami yang terluka dengan sobekan kain. Dengan alasan inilah peperangan itu disebut Dzatur Riqa (yang memiliki banyak sobekan kain), sebab kami balutkan sobekan kain pada kaki-kaki kami.” (HR al-Bukhari)
Pendapat lain menyatakan bahwa Dzatur Riqa adalah nama pohon tempat Rasulullah dan pasukannya beristirahat dalam perjalanan pulang ke Madinah dari Najd.
Di tempat ini, ada orang musyrik yang mengambil pedang Rasulullah yang sedang tidur dan hendak membunuhnya.
Berkat penjagaan dan perlindungan Allah, Nabi pun selamat.
Referensi: