Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Proksi di Indonesia

Kompas.com - 07/03/2023, 18:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Perang proksi atau proxy war adalah sebuah konfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti, untuk menghindari risiko kehancuran fatal dari perang langsung.

Perang proksi dapat melibatkan dua negara atau aktor non-negara, yang mewakili pihak luar yang tidak terjun langsung di pertempuran.

Pihak luar biasanya memanfaatkan potensi konflik di antara dua pihak yang berseteru dan mendukung salah satu pihak demi kepentingannya sendiri.

Praktik perang ini telah dilakukan sejak berabad-abad lalu di berbagai wilayah di dunia dan mudah dijumpai pada masa Perang Dingin (1947-1991).

Salah satu contoh perang proksi pada masa Perang Dingin adalah Perang Vietnam (1955-1975) antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan, yang justru menjadi obyek persaingan pengaruh antara Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet).

Perang proksi juga banyak terjadi di Indonesia dan telah terjadi sejak lama. Berikut ini contoh proxy war di Indonesia.

Baca juga: Perang Proksi, Perang Menggunakan Pemain Pengganti

Perang proksi di Indonesia

Bentuk-bentuk perang proksi yang pernah terjadi di Indonesia sangat beragam.

Contohnya mulai dari gerakan separatis, politik adu domba, penanaman bibit paham radikalisme dan anti-Pancasila, hingga penyebaran berita bohong (hoaks) agar terjadi distorsi informasi yang memicu instabilitas negara.

Pada masa penjajahan misalnya, Belanda kerap menggunakan devide et impera, yang juga dikenal sebagai politik pecah belah atau politik adu domba, sebagai strategi untuk menguasai Nusantara.

Lewat cara-cara adu domba, Belanda mampu menaklukkan cukup banyak kerajaan di Indonesia, salah satunya Kerajaan Banten.

Pada abad ke-17, Belanda melihat potensi konflik di antara Sultan Ageng Tirtayasa, penguasa Banten saat itu, dan putranya yang bernama Sultan Haji.

Politik adu domba Belanda berhasil membuat Sultan Haji memberontak dan memerangi ayahnya sendiri.

Pada akhirnya, pihak yang diuntungkan adalah Belanda, karena Sultan Haji menyepakati perjanjian yang merugikan kerajaannya demi bisa naik takhta.

Baca juga: Konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji

Sejak masa pemerintahan Sultan Haji, Kerajaan Banten jatuh ke tangan Belanda dan akhirnya dibubarkan pada masa penjajahan Inggris.

Praktik perang proksi juga dilakukan oleh Belanda terhadap Kerajaan Mataram Islam dan beberapa peperangan di Indonesia yang membuat kekuasaannya semakin luas.

Dalam Bahan Pembelajaran Proxy War yang dirilis Kemhan, contoh perang proksi di Indonesia setelah kemerdekaan adalah masalah Timor Timur.

Konflik di Timor Timur yang berlangsung hingga 40 tahun lamanya sebenarnya merupakan konspirasi untuk mengeksplorasi minyak dan gas di Laut Timor.

Minyak di Laut Timor yang berada di garis tengah antara Timor Leste dan Australia menarik perhatian pemerintah Australia sejak 1960-an.

Baca juga: Arnaldo dos Reis Araújo, Gubernur Pertama Timor Timur

Namun, Portugal yang saat itu berkuasa atas Timor Portugis memberikan konsensi pengeboran minyak kepada perusahaan asal Amerika Serikat, Oceanic Exploration.

Pada 1972, Indonesia dan Australia menandatangani persetujuan garis batas laut antara kedua negara tanpa mengikutsertakan Portugal.

Perjanjian tersebut tidak berdasarkan peraturan internasional, tetapi berdasarkan negosiasi dua belah pihak, yang hasilnya merugikan Indonesia.

Selain itu, perjanjian batas laut tersebut masih meninggalkan celah tanpa kepemilikian yang kemudian dikenal sebagai celah Timor, yang menyimpan minyak dan gas bumi dalam jumlah besar.

Setelah Timor Timur menjadi provinsi ke-27 dari Indonesia pada 1976, Australia menjadi negara pertama yang mengakuinya.

Baca juga: Sejarah Timor Leste

Pada 1979, dimulailah perjanjian pengolahan Celah Timor antara Indonesia dan Australia dengan pembagian keuntungan dibagi rata menjadi dua.

Karena ingin menguasai bagian yang lebih besar, Australia menyerukan perlunya penentuan nasib sendiri untuk rakyat Timor Timur.

Berbagai demonstrasi dengan tuntutan agar Indonesia melepaskan Timor Timur pun terjadi.

Australia juga maju untuk membujuk PBB agar mengeluarkan sebuah resolusi untuk menempatkan pasukan multinasional di bawah pimpinannya di Timor Timur dengan alasan kemanusiaan, menghentikan kekerasan, dan mengembalikan perdamaian, yang disetujui PBB.

Ketegangan terus terjadi hingga Timor Leste akhirnya mendapatkan kemerdekaannya pada 20 Mei 2002.

Setelah itu, Australia memiliki rekan baru dalam negosiasi pengolahan minyak di Celah Timor, yakni Timor Leste, dan mendapatkan keuntungan lebih banyak daripada saat Timor Timur masih menjadi bagian Indonesia.

Baca juga: Mengapa Perang Korea Disebut Perang Proksi?

Di masa sekarang, di saat perkembangan teknologi semakin pesat dan canggih, bentuk-bentuk perang proksi semakin beragam lagi.

Berbagai komponen bangsa dapat dimanfaatkan oleh pihak luar untuk melemahkan kekuatan negara tanpa harus melalui perang konvensional (perang fisik).

Indikasi perang proksi di Indonesia di masa kini di antaranya:

  • Penanaman bibit paham radikalisme dan anti-Pancasila
  • Penyebaran berita bohong (hoaks) agar terjadi distorsi informasi yang memicu instabilitas negara
  • Memicu sentimen agama melalui teror bom
  • Gerakan-gerakan demonstrasi yang didesain anarkis
  • Penyelundupan dan peredaran narkoba
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com