KOMPAS.com – Babad dan Hikayat merupakan karya sastra yang berisi tentang kehidupan dan peristiwa masa lalu, khususnya dalam masa klasik atau kerajaan di Nusantara.
Disiplin ilmu sejarah menempatkan karya sastra babad dan hikayat sebagai di antara kategori karya sejarah yang ada di Indonesia. Umumnya, karya ini disebut sebagai historiografi tradisional.
Babad merupakan karya pujangga kerajaan yang berisi tentang kehidupan serta peristiwa-peristiwa masa lalu yang berkaitan dengan kerajaan-kerajaan di pulau Jawa.
Baca Juga: Babad Tanah Jawi: Sejarah dan Isi
Sama halnya dengan Babad, Hikayat memuat cerita kehidupan dan peristiwa yang berkaitan dengan kerajaan yang terdapat di wilayah Melayu seperti di Aceh.
Historiografi tradisional memiliki corak masing-masing dalam menarasikan peristiwa dan kondisi pada zamannya.
Dalam penggunaannya sebagai sumber sejarah, perlu kecermatan dan metode yang ketat di dalamnya. Sebab, historiografi tradisional memuat subjektifitas yang kuat.
Karena hikayat dan babad merupakan karya para pujangga kerajaan, tentunya dalam menciptakannya dipenuhi sifat mengagungkan masing-masing rajanya sebagai legitimasi atas kekuasaannya.
Baca Juga: Hikayat: Pengertian, Ciri-Ciri, Jenis, dan Strukturnya
Pengagungan atau legitimasi atas kekuasaan raja ini biasanya dinarasikan dalam bentuk kisah-kisah irasional atau mistik, yang berkaitan dengan corak religius masing-masing kerajaan.
Perbedaan corak religius dalam narasi legitimasi kekuasaan yang termuat dalam historiografi tradisional dapat dilihat pada karya Babad dan Hikayat.
Babad tentu sudah tidak asing dalam penelitian, terlebih dalam mengkaji sejarah-sejarah yang berkaitan dengan kerajaan-kerajaan di Jawa.
Babad adalah karya yang amat sering dijumpai dan memiliki beragama judul Babad yang memiliki karakteristik pembahasan sendiri-sendiri.
Beberapa judul Babad yang sering ditemui adalah Babad Tanah Jawi, Babad Negara Kertagama, Babad Pararaton, dan lain sebagainya.
Babad selalu mencoba menghubungkan tali-tali antar raja-raja yang berkuasa di Jawa secara vertikal, baik dari raja satu ke raja lain di bawahnya, sebaliknya hubungan ke atas yang selalu dikaitkan pada dewa-dewa.
Misalnya dalam Babad Pararaton, dilukiskan legitimasi kekuasaan pada Ken Arok sebagai wujud dari reinkarnasi Dewa Siwa.
Lebih jauh lagi, Pararaton juga berupaya melegitimasi kekuasaan lain melalui silsilah Ken Arok, bahwa raja-raja besar di Singasari merupakan anak keturunannya.