Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syaiful Arif
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP)

Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila (PSPP), Staf Ahli MPR RI. Mantan Tenaga Ahli Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (2017-2018). Penulis buku; (1) Islam dan Pancasila, Perspektif Maqashid Syariah Prof. KH Yudian Wahyudi, PhD (2022).  (2) Pancasila versus Khilafah (2021), (3) Pancasila, Pemikiran Bung Karno (2020), (4) Islam, Pancasila dan Deradikalisasi (2018), (5) Falsafah Kebudayaan Pancasila (2016), serta beberapa buku lain bertema kebangsaan, Islam dan kebudayaan.

Pancasila sebagai Ideologi Internasional Ditawarkan Soekarno di Sidang PBB Tahun 1960

Kompas.com - 29/09/2022, 06:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Gandhi menyatakan, “My nationalism is a humanity”, nasionalismeku adalah perikemanusiaan (Soekarno, 1947: 15).

Kutipan ini sering diungkapkan Soekarno, baik di pidato 1 Juni 1945 maupun di pidato di PBB tahun 1960 tersebut. Itulah mengapa Panitia Sembilan yang diketuai Soekarno meredaksikan sila internasionalisme dengan istilah “kemanusiaan yang adil dan beradab”.

Keempat, sila demokrasi. Di pidato tersebut, Soekarno menjelaskan demokrasi sebagai “keadaan asli dari manusia”, meskipun praktiknya dikondisikan dalam kondisi-kondisi sosial yang khusus dan beragam.

Ini artinya, Soekarno tidak hanya memahami demokrasi sebagai sistem politik modern yang datang dari peradaban Barat, tetapi merupakan human nature dari seluruh umat manusia.

Dia juga menjelaskan bahwa selama beribu tahun, peradaban Indonesia telah mengembangkan bentuk-bentuk demokrasi khas Indonesia. Bentuk Indonesia ini menurut Soekarno memiliki signifikansi internasional, satu hal yang beliau jelaskan dalam uraian kedua dari Pancasila di pidato tersebut.

Kelima, sila keadilan sosial. Untuk sila ini, Soekarno menjelaskan keterkaitan antara prinsip keadilan sosial dan kemakmuran sosial. Sebab dua hal tersebut tidak bisa dipisahkan, apalagi mengingat kemakmuran bisa tumbuh dalam ketidakadilan sosial.

Setelah menjelaskan makna sila per sila, Soekarno lalu menguraikan kembali sila-sila Pancasila dalam rangka menawarkan Pancasila sebagai ideologi internasional. Tawaran Pancasila sebagai ideologi internasional didasarkan pada potensi dasar negara Indonesia ini sebagai jalan keluar dari konfrontasi ideologi.

Soekarno menyatakan, “Saya percaya, bahwa jalan keluar daripada konfrontasi ideologi-ideologi ini. Saya percaya bahwa jalan keluar itu terletak pada dipakainya Pancasila secara universal!” (Soekarno, 1985: 68)

Ideologi internasional

Dalam rangka hal tersebut, Soekarno lalu menguraikan sila-sila Pancasila sebagai ideologi internasional. Beliau menegaskan sila Ketuhanan sebagai nilai yang universal yang pasti diterima baik oleh penganut Declaration of Independence maupun Manifesto Komunis.

Sebagai bukti, Soekarno lalu meminta peserta sidang PBB untuk bertanya kepada pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI), DN Aidit, yang menjadi anggota delegasi Indonesia di sidang tersebut, mengapa sebagai pimpinan PKI, Aidit mau menerima Pancasila sekaligus menganut komunisme?

Terkait sila nasionalisme, beliau menegaskan bahwa anggota PBB tidak mungkin menolak nasionalisme, karena mereka merupakan wakil dari bangsa-bangsa. Sehingga meskipun nasionalisme merupakan ideologi nasional per egara, namun setiap bangsa modern pasti menganut nasionalisme.

Soekarno lalu menegaskan bahwa resiko dari nasionalisme adalah penolakan terhadap imperialisme, serta ketidakadilan sosial yang merupakan “inti sosial” dari imperialisme.

Komitmen terhadap nasionalisme inilah yang melahirkan sila internasionalisme, sebab jika tidak internationally minded, maka bangsa-bangsa tidak akan menjadi anggota organisasi PBB. Hal ini membuktikan bahwa sila internasionalisme bersifat internasional.

Kemudian Soekarno juga menjelaskan sila demokrasi dengan panjang lebar. Beliau menjelaskan tiga ciri dari demokrasi Indonesia. Pertama, mufakat. Kedua, perwakilan. Ketiga, musyawarah.

Dia menekankan musyawarah sebagai karakter khas demokrasi di Indonesia yang tidak menganut mayoritarianisme. Dengan menunjukkan keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung, Soekarno menyontohkan praktik musyawarah dalam demokrasi di Indonesia.

Untuk itu dia menawarkan musyawarah sebagai metode demokrasi secara internasional, khususnya di PBB, sebagaimana telah dipraktikkan dalam Konferensi Asia-Afrika yang diadakan di Bandung tahun 1955.

Terakhir uraian tentang sila keadilan sosial yang menurut Soekarno harus dijadikan tujuan dari PBB. Dalam kaitan ini, keadilan sosial lalu harus menjadi keadilan sosial internasional melalui penghapusan kolonialisme dan imperialisme.

Setelah menguraikan Pancasila sebagai ideologi internasional, Soekarno menyatakan:
“Saya yakin, ya saya yakin seyakin-yakinnya bahwa diterimanya kembali lima prinsip itu dan dicantumkannya dalam piagam, akan sangat memperkuat PBB. Saya yakin, bahwa Pancasila akan menempatkan PBB sejajar dengan perkembangan terakhir dari dunia.

Saya yakin bahwa Pancasila akan memungkinkan PBB untuk menghadapi hari kemudian dengan kesegaran dan kepercayaan. Akhirnya, saya yakin bahwa diterimanya Pancasila sebagai dasar piagam, akan menyebabkan piagam ini dapat diterima lebih ikhlas oleh semua anggota, baik yang lama maupun yang baru.” (Soekarno, 1985: 74)

Gagasan Soekarno yang menawarkan Pancasila sebagai ideologi internasional ini sangat layak untuk ditindaklanjuti bangsa Indonesia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com