Djajadiningrat mengemukakan pendapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam yang ada di Indonesia memiliki kemiripan dengan Persia.
Contohnya adalah seni kaligrafi yang berpahat batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara.
Lalu, ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Sumatera Barat yang disebut-sebut mirip dengan ritual di Persia setiap tanggal 10 Muharram.
Kendati begitu, aliran Islam di Persia dan Indonesia berbeda. Persia menganut aliran Syiah, sedangkan pemeluk Islam di Indonesia mayoritas menganut aliran Sunni.
Dengan begitu, teori Persia dianggap kurang relevan dengan fakta-fakta yang beredar.
Baca juga: Teori Receptie yang Melunturkan Hukum Islam
Buya Hamka mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara karena dibawa langsung dari Arab atau Mekkah pada masa kekhalifahan.
Buya Hamka menjelaskan beberapa bukti masuknya Islam ke Nusantara yang bersumber dari naskah kuno China yang menyebutkan bahwa sekelompok bangsa Arab pernah bermukim di pesisir barat Pulau Sumatera pada 625 M.
Di samping itu, kawasan tersebut yang juga merupakan kekuasaan Kerajaan Sriwijaya ditemukan batu nisan bertuliskan nama Syekh Rukunuddinn, wafat pada 672 M.
Teori masuknya agama Islam menurut Buya Hamka disebut sebagai teori Arab (Mekkah).
Baca juga: Kelebihan dan Kelemahan Teori Persia
Terakhir ada ahli sejarah asal Inggris, TW Arnold, yang juga mendukung teori Arab.
Arnold mengemukakan bahwa bangsa Arab merupakan bangsa yang dominan di dalam bisnis perdagangan di Nusantara.
Lalu, disebutkan sebagian dari para pedagang Arab ini menikah dengan perempuan Indonesia yang kemudian membentuk komunitas Muslim.
Mereka pun secara bersama-sama melakukan dakwah Islam di berbagai wilayah di Nusantara.
Referensi: