Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyimpangan terhadap Pancasila pada Orde Baru

Kompas.com - 26/08/2022, 12:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com – Orde Baru adalah masa pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden selama lebih dari 30 tahun (1968-1998).

Kehadiran Orde Baru (Orba) membawa perubahan terhadap pemahaman Pancasila di Indonesia.

Pancasila berhasil dipertahankan sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia.

Namun, di balik perubahan tersebut, ternyata tetap terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila pada era Orde Baru.

Lalu, apa saja penyimpangan terhadap Pancasila pada Orde Baru?

Baca juga: Sidang Umum IV MPRS 1966, Tonggak Lahirnya Orde Baru

Penyimpangan

Indoktrinasi Pancasila

Pada masa Orde Baru, pemerintah ingin melaksanakan Pancasila secara murni sebagai bentuk kritik terhadap penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama.

Pemerintah pun mencanangkan program P4, yaitu Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila.

Pada dasarnya, pemerintah Orde Baru memang berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.

Akan tetapi, implementasinya mengecewakan, bahkan terbilang menyimpang dari Pancasila.

Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah Orde Baru dan dijadikan sebagai indoktrinasi oleh Presiden Soeharto guna melanggengkan kekuasaannya.

Ada beberapa cara yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila, sebagai berikut:

  • Melalui ajaran di sekolah-sekolah.
  • Presiden Soeharto membolehkan rakyat membentuk organisasi-organisasi dengan syarat harus berasaskan Pancasila.
  • Presiden Soeharto melarang adanya kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintahan.

Baca juga: Pemberedelan Media Massa pada Masa Orde Baru

Demokrasi Sentralistik

Selain itu, Presiden Soeharto juga melakukan penyelewengan dengan menerapkan demokrasi sentralistik, yakni demokrasi yang berpusat pada pemerintah.

Kemudian Presiden Soeharto juga memegang kendali terhadap lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sehingga setiap aturan harus sesuai dengan persetujuannya.

Membentuk Departemen Penerangan

Presiden Soeharto melemahkan beberapa aspek demokrasi, terutama pers karena dinilai dapat menjatuhkan kekuasaannya.

Untuk menjalankan misinya itu, Presiden Soeharto membentuk Departemen Penerangan sebagai lembaga yang berfungsi mengoreksi berita-berita di media massa agar tidak menjatuhkan pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Stori
6 Peninggalan Kerajaan Ternate

6 Peninggalan Kerajaan Ternate

Stori
Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Stori
Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Stori
Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Stori
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Stori
4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

Stori
Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Stori
Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Stori
Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Stori
Sejarah Penemuan Angka Romawi

Sejarah Penemuan Angka Romawi

Stori
7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

Stori
Natipij, Organisasi Kepanduan Islam Era Hindia Belanda

Natipij, Organisasi Kepanduan Islam Era Hindia Belanda

Stori
7 Situs Sejarah di Kabupaten Kediri

7 Situs Sejarah di Kabupaten Kediri

Stori
Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com