Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyimpangan yang Terjadi pada Masa Akhir Orde Lama

Kompas.com - 25/08/2022, 08:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com – Masa Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno periode 1959-1965 disebut juga sebagai era Demokrasi Terpimpin.

Selama Orde Lama berjalan, sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem presidensial.

Namun, sejumlah penyimpangan terjadi pada masa akhir Orde Lama.

Apa saja penyimpangan yang terjadi pada masa akhir Orde Lama?

Baca juga: Maklumat Wakil Presiden Nomor X

Mengeluarkan penpres yang tidak ada dalam UUD 1945

Sejak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ia melakukan beberapa perubahan, salah satunya adalah penetapan presiden (penpres).

Penpres ini merupakan keputusan presiden yang dikeluarkan oleh presiden sendiri. Adapun Penpres mempunyai kedudukan yang sama dengan undang-undang.

Presiden Soekarno membuat Penpres tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Adapun beberapa Penpres yang dicetuskan Presiden Soekarno adalah:

  • Penpres No. 2 tahun 1959, membentuk MPRS.
  • Penpres No. 7 tahun 1959, membubarkan partai politik.
  • Penpres No. 1 tahun 1960, menetapkan Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
  • Penpres No. 3 tahun 1960, membubarkan DPR hasil Pemilu 1955.
  • Penpres No. 4 tahun 1960, membentuk DPR-GR (Gotong Royong) sebagai pengganti DPR yang dibubarkan.

Penpres yang dikeluarkan Presiden Soekarno ini dianggap sudah menyimpang terlalu jauh dari UUD 1945.

Baca juga: Penyimpangan Konstitusi pada Era Orde Lama

Wewenang lembaga negara masih dipegang presiden

Penyimpangan selanjutnya adalah kekuasaan Presiden yang dijalankan secara sewenang-wenang.

Contohnya, kekuasaan MPR, DPR, dan DPA, dipegang oleh Presiden Soekarno karena lembaga-lembaga itu belum terbentuk.

Di dalam UUD 1945 disebutkan mengenai lembaga-lembaga negara yang seharusnya mulai dibentuk, seperti DPR dan MPR.

Akan tetapi, karena situasi dan kondisi saat itu yang masih belum memungkinkan, lembaga-lembaga tersebut masih belum bisa terlaksana.

Menurut Pasal IV Aturan Peralihan, Indonesia dipegang oleh empat pejabat tinggi, yakni presiden, wakil presiden, para menteri, dan komite nasional, yang berada di bawah kekuasaan presiden.

Oleh karena itu, selama kekuasaan DPR dan MPR belum terbentuk, maka presidenlah yang menjalankan kekuasaan lembaga negara tersebut dengan dibantu Komite Nasional Pusat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com