KOMPAS.com - Temanggung merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Tengah bagian tengah.
Awal mula munculnya Kabupaten Temanggung dimulai sejak era Mataram Kuno yang menguasai Jawa Tengah di abad ke-8, ketika Hindu dan Buddha masih kuat di Jawa Tengah.
Di abad ke-8, Mataram Kuno terbagi menjadi dua kekuasaan. Dinasti Sanjaya memerintah Kerajaan Mataram Kuno bercorak Hindu di Jawa Tengah bagian utara.
Sementara Dinasti Syailendra memerintah Kerajaan Mataram Kuno bercorak Buddha di Jawa Tengah bagian selatan.
Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya yang saat itu memimpin Mataram Kuno, berkeinginan menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah.
Meski demikian, Rakai Pikatan tidak berani untuk menguasai langsung sebab harus membagi kekuasaannya dengan Dinasti Syailendra.
Rakai Pikatan kemudian menikah dengan putri dari Dinasti Syailendra, Dyah Pramodawardhani, kakak dari Balaputradewa yang kemudian menjadi pemimpin Kerajaan Sriwijaya.
Rakai Pikatan menikahi Dyah Pramodhawardhani dengan tujuan untuk mendapat pengaruh kuat di Dinasti Syailendra.
Selain itu, Rakai Pikatan juga menghimpun para senopati yang setia kepadanya. Rakai Pikatan juga memanfaatkan sistem upeti atau pajak untuk membiayai ambisinya.
Demang Gong merupakan anak bawahan Rakai Pikatan yang ditugaskan untuk mengumpulkan upeti yang masuk.
Setelah itu, pada tahun 855, Rakai Pikatan yang dibantu Kayu Wangi dan pasukannya mencoba menyerang Dinasti Syailendra di Jawa Tengah.
Serangan tersebut berhasil menguasai seluruh wilayah Mataram Kuno. Rakai Pikatan kemudian memercayakan wilayah tersebut kepada orang kepercayaannya yang kemudian bergelar Demang.
Dari nama demang dan wilayah kademangan kemudian muncul nama Ndemanggung yang akhirnya berubah menjadi nama Temanggung.
Setahun setelah Perang Jawa atau Perang Diponegoro berakhir tepatnya pada 1831, Belanda mengangkat Raden Ngabehi Djojonegoro menjadi Bupati Menoreh yang berkedudukan di Parakan, Temanggung.
Ia diangkat menjadi Bupati Menoreh pada tahun 1826 dengan gelar Raden Tumenggung Aria Djojonegoro.
Begitu menjadi bupati Menoreh, Aria Djojonegoro memindahkan pusat pemerintahan ke daerah Temanggung.
Hal itu berdasarkan pandangan masyarakat Jawa saat itu, bahwa Ibu Kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda dan perlu ditinggalkan.
Usulan tersebut kemudian disetujui oleh Belanda. Pemindahan tersebut kemudian diresmikan melalui Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 November 1834.
Referensi: