Socrates mengajarkan agar manusia bisa membedakan hal-hal yang benar atau salah, baik atau buruk, dan adil atau tidak adil.
Di akhir hidupnya, Socrates meninggal dunia karena dihukum mati. Ia dipaksa minum racun karena dituduh sudah merombak dasar-dasar etika masyarakat Yunani Kuno serta tidak percaya kepada para dewa yang sudah disembah sejak zaman nenek moyang.
Baca juga: Peninggalan Peradaban Yunani Kuno
Plato lahir di Athena pada 427 SM. Salah satu karyanya di bidang filsafat adalah buku berjudul Republica, yang menjelaskan tentang kedudukan wanita yang harus diangkat.
Selain itu, Plato mendirikan sebuah pusat pendidikan bernama Academus atau Akademi di kawasan hutan kecil Akademe.
Plato juga membuat konsep tentang Tuhan. Baginya, Tuhan merupakan jiwa alam semesta, yang artinya adalah ajaran Tuhan sebagai sumber utama dari semua gerakan yang ada di alam semesta.
Ilmu filsafat yang dikuasai Plato sendiri ia pelajari dari guru-gurunya, yaitu Socrates, Pythagoras, dan Heraclitus.
Selain ide tentang Tuhan, Plato juga berpendapat bahwa ada tiga level hakikat manusia, aktivitas nafsu, pengindraan, kehendak, intelegensi, dan akal.
Selama 40 tahun Plato mengabdikan diri untuk mengajarkan ilmu-ilmu filsafat, sampai ia meninggal dunia pada usia 81 tahun, 347 SM.
Baca juga: Teori Keadilan Menurut Aristoteles dan Contohnya
Aristoteles (385-323 SM) merupakan murid dari Plato sekaligus guru Aleksander Agung dari Makedonia.
Tokoh filsafat Yunani Kuno ini juga ahli dalam bidang ilmu biologi dan ketatanegaraan. Salah satu hasil karyanya yang terkenal adalah Klasifikasi Flora dan Fauna.
Selain itu, pada bidang ketatanegaraan, Aristoteles berjasa dalam mengemukakan bahwa sistem pemerintahan yang baik yaitu mengutamakan kesejahteraan rakyatnya.
Heraclitus (535-475 SM) berasal dari Ephesus (sekarang Turki). Ia adalah tokoh pemikiran dari filsafat klasik yang mengembangkan tentang logika.
Ia menjelaskan bahwa segala sesuatu sedang menjadi dan selalu berubah.
Kalimat dari Heraclitus yang paling terkenal adalah panta rhei kai uden menci, yang berarti segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai dan tidak satu orang pun dapat masuk ke sungai yang sama dua kali.
Demikian juga segala yang ada tidaklah tetap, karena semuanya akan berubah.
Baca juga: 10 Tokoh Cendekiawan Islam di Bidang Ilmu Filsafat