Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelemahan Pemerintahan Orde Baru

Kompas.com - 13/06/2022, 12:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber ,Kompas.com

KOMPAS.com - Orde Baru adalah rezim yang berlangsung sejak 1966-1998, di bawah pimpinan Presiden Soeharto.

Selama 32 tahun Presiden Soeharto memimpin Indonesia, banyak kebijakan yang diterapkan untuk menstabilkan perkembangan ekonomi, politik, dan sosial di Indonesia.

Namun, kebijakan yang diterapkan dalam pemerintahan Orde Baru juga tidak luput dari kelemahan atau kekurangan.

Lantas, apa kelemahan pemerintahan Orde Baru?

Baca juga: Praktik Pemerintahan Nepotisme pada Zaman Orde Baru

Maraknya KKN

Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), pernah terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru.

KKN tentunya memberikan dampak negatif bagi Indonesia, khususnya di bidang politik, ekonomi, serta moneter.

Praktik KKN dapat dilihat dari tingginya kebocoran dana pembangunan pada 1989-1993, yang mencapai 30 sampai 45 persen.

Selain itu, salah satu tindak penyelewengan kekuasaan pada masa Orde Baru adalah Fusi Parpol (penggabungan partai politik).

Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1955, ada lebih dari 30 partai yang ikut serta. Pada 1973, Presiden Soeharto memutuskan untuk melebur partai-partai tersebut menjadi tiga partai besar, yaitu PPP, PDI, dan Golkar.

Keberadaan tiga partai besar ini membuat demokrasi tidak berjalan semestinya, karena tidak boleh ada lagi partai baru yang dibentuk.

Alhasil, secara berturut-turut, dalam pemilu 1971, 1973, 1982, 1987, 1992, dan 1997, Golkar selalu menang dan Soeharto terus memimpin hingga lebih dari tiga dekade.

Baca juga: Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN): Pengertian, Pencegahan dan Sanksi

Pelanggaran HAM

Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) juga menggambarkan kelemahan era Orde Baru.

Banyak peristiwa pelanggaran HAM selama masa Orde Baru berlangsung, seperti penembakan misterius (Petrus), pembungkaman aktivis, Tragedi 1998, Peristiwa Tanjung Priok, dan banyak lainnya.

Peristiwa-peristiwa memilukan itu banyak memakan korban jiwa, serta menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Baca juga: Kronologi Kerusuhan Medan 1998

Pemberedelan pers

Pada masa Orde Baru, pers berharap agar keberadaan mereka lebih dibebaskan dibanding sebelumnya saat Orde Lama.

Kebebasan tersebut pun diperoleh setelah pemerintahan Orde Baru mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Pers.

Di dalam UU tersebut, disebutkan bahwa pers nasional tidak bisa dikendalikan dan kebebasan pers dijamin sebagain bagian dari hak-hak dasar warga negara serta penerbitannya tidak memerlukan surat izin apa pun.

Sayangnya, aturan ini kian lama kian memudar, terutama setelah pecahnya Peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari 1974).

Peristiwa itu membuat banyak aktivis ditangkap, sekaligus berdampak pada kehidupan pers.

Ada 12 prers yang kehilangan surat izin terbit dan cetak, atau bisa dikatakan diberedel oleh pemerintah.

Baca juga: Dampak Positif Kebijakan Politik pada Masa Orde Baru

Pemerintahan Orde Baru juga mengeluarkan aturan baru dalam UU Nomor 21 Tahun 1982 mengenai Pokok-Pokok Pers.

Jika dalam UU sebelumnya disebutkan bahwa pers tidak memerlukan izin apa pun, dalam UU yang baru justru sebaliknya.

Surat izin pers benar-benar sudah diatur yang disebut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).

 

Referensi:

  • Vatikiotis, Michael R.J. (1998). Indonesian Politics Under Soeharto: The Rise and Fall of the New Order. London: Routledge.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com