Oleh karena itu, Chairil Anwar, yang memiliki pandangan sendiri tentang seni di Indonesia, tidak mau menjadi corong propaganda Jepang dan berencana melakukan revolusi dalam bidang sastra.
Baca juga: Gelanggang Seniman Merdeka, Angkatan 45
Ia mengkritik Angkatan Pujangga Baru dari sisi semangat ataupun bentuk sajak, dan menciptakan puisi-puisi yang revolusioner dari sisi bentuk maupun isinya.
Bentuk irama pada sajak karya Chairil Anwar menggambarkan pemberontakan yang terjadi dalam jiwa.
Melalui sajak-sajaknya, Chairil Anwar membuat revolusi dengan memberi udara segar bagi kesusateraan Indonesia yang tidak memiliki kebebasan berpikir karena berada di bawah kekuasaan Jepang.
Pembaruan yang dilakukan Chairil Anwar pun berhasil mendobrak aturan-aturan kaku yang menghalangi kebebasan pribadi.
Oleh karena itu, Chairil Anwar disebut sebagai pelopor Angkatan 45, yang perubahan dan pembaruannya mendapat tanggapan baik dari penyair-penyair muda seangkatannya.
Pendukung Chairil Anwar antara lain, Asrul Sani, Rivai Apin, M Akbar Djuhana, Moh Ali, P Sengodjo, S Rukiah, Waluyati, dan masih banyak lainnya.
Dengan demikian, lahirlah angkatan baru dalam kesusasteraan Indonesia. Sebagai penyair terkemuka di Indonesia, tanggal wafat Chairil Anwar, yakni pada 28 April, kemudian diperingati sebagai Hari Puisi Nasional.
Referensi: