Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asoka, Raja Kejam yang Berubah Bijaksana dengan Ajaran Buddha

Kompas.com - 17/05/2022, 16:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Asoka atau Ashoka adalah penguasa ketiga Kekaisaran Maurya dan salah satu raja terbesar di India.

Kekaisaran Maurya sendiri merupakan kekaisaran terbesar dalam sejarah anak benua India.

Asoka berkuasa sejak 269-232 SM. Pada awal kepemimpinannya, ia dikenal sebagai raja yang kejam.

Menurut sejarah, Raja Asoka pernah menusukkan pedang dan memotong kepala 500 menterinya.

Namun, pada akhirnya, ia berubah menjadi pribadi yang bijaksana dan membangun dinastinya menjadi pemerintahan yang penuh tolerasi dan tanpa kekerasan, dengan ajaran Buddha.

Baca juga: Kekaisaran Maurya: Sejarah, Raja-Raja, Masa Kejayaan, dan Kehidupan

Awal kehidupan

Asoka Bindusara Maurya lahir di Pataliputra, Patna, India, pada 304 SM. Nama Asoka berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tanpa duka.

Ia merupakan putra maharaja Maurya kedua, Bindusara, dan seorang selir dari kalangan rakyat biasa bernama Dharma.

Menurut salah satu legenda, sebelum naik ke tampuk kekuasaan, Asoka pernah bertarung dan membunuh sebanyak 99 saudaranya untuk mewarisi takhta Maurya.

Karena latar belakang ibunya, sejak usia muda, ia memang tidak dijagokan untuk meneruskan takhta kekaisaran dibanding dengan kakak-kakaknya.

Kendati demikian, Asoka telah terlihat berpotensi untuk menjadi jenderal yang sukses dan pandai sejak usianya masih sangat muda.

Asoka sempat menjadi seorang prajurit yang memimpin beberapa resimen tentara Maurya.

Baca juga: Sejarah Singkat Kekaisaran Sur di India

Sejak saat itu, ia semakin dikenal di seluruh wilayah kekaisaran sebagai sosok yang tangguh dan kejam, hingga membuat kakak-kakaknya merasa cemburu.

Mereka khawatir Asoka akan dipilih oleh sang ayah, Bindusara, sebagai penerusnya.

Oleh karena itu, kakak tertuanya, yaitu Pangeran Susima, membujuk Bindusara untuk mengirim Asoka ke dalam pemberontakan di Kota Taxila, Sindhu, India.

Taxila merupakan sebuah daerah yang sedang bergejolak karena penduduknya senang berperang.

Asoka setuju untuk dikirim ke sana. Namun, begitu kabar kehadirannya terdengar, ia justru disambut secara hormat oleh para milisi yang memberontak. 

Asoka pun berhasil mengakhiri pemberontakan tanpa pertumpahan darah, dan keberhasilan ini membuat kakak-kakaknya semakin khawatir.

Baca juga: Kekaisaran Seleukia: Sejarah, Raja-raja, Kejayaan, dan Keruntuhan

Menjadi penguasa Kekaisaran Maurya

Mengerti akan perasaan kakak-kakaknya, Asoka memilih mengasingkan diri selama dua tahun ke Kalinga, di mana ia menikah dengan gadis biasa bernama Kaurwaki.

Suatu ketika, ia dipanggil oleh sang ayah untuk membantu memadamkan pemberontakan di Ujjain, bekas ibu kota Kerajaan Avanti.

Dalam pemberontakan itu, Asoka mengalami luka dan dirawat oleh seorang biksu Buddha.

Peristiwa itulah yang membuat Asoka secara resmi memeluk agama Buddha dan mulai menganut prinsip-prinsipnya, meskipun bertentangan langsung dengan kehidupannya sebagai seorang jenderal yang penuh kekerasan.

Pada 275 SM, Bindusara meninggal, sehingga terjadi perebutan kekuasaan di Kekaisaran Maurya.

Beberapa sumber sejarah mengatakan bahwa Asoka berhasil memenangkan perang saudara setelah membunuh kakak-kakaknya.

Baca juga: Ruqaiya Sultan Begum, Permaisuri Terlama Kesultanan Mughal

Masa pemerintahan

Selama delapan tahun pertama pemerintahannya, Asoka mengobarkan perang tanpa henti di sekitar wilayah kekaisarannya yang sangat luas.

Di bawah pemerintahannya, wilayah Kekaisaran Maurya semakin luas hingga mencakup sebagian besar anak benua India, serta wilayah dari perbatasan Iran dan Afghanistan, hingga perbatasan Bangladesh dan Myanmar.

Hanya ujung selatan India, Sri Lanka, dan Kerajaan Kalinga di pantai timur laut India, yang tetap berada di luar jangkauannya.

Disebutkan bahwa selama beberapa tahun pertama pemerintahannya, Asoka adalah raja dari Kerajaan Maurya yang dicap sebagai penguasa yang kejam sekaligus brutal.

Pada 265 SM, Asoka menyerang Kalinga, yang merupakan Tanah Air bagi istri keduanya, Kaurwaki.

Selain itu, Raja Kalinga diketahui telah melindungi Asoka sebelum dirinya naik takhta.

Baca juga: Kesultanan Mughal: Sejarah, Raja-raja, Masa Kejayaan, dan Peninggalan

Kabarnya, Asoka mengumpulkan kekuatan invasi terbesar dalam sejarah India untuk meluncurkan serangannya di Kalinga, yang berakhir dengan kemenangan.

Konon, dalam invasi ini, hampir 150.000 warga sipil dan tentara terbunuh, hingga membuat Kaisar Asoka merasa muak dengan dirinya sendiri.

Meskipun ia telah memeluk Buddha sebelum hari itu, pembantaian di Kalinga membuat Asoka sepenuhnya bertaubat.

Sejak itu, ia mengabdikan diri sepenuhnya pada agama Buddha, dan bersumpah untuk mempraktikkan antikekerasan.

Selain itu, dalam sebuah legenda diceritakan bahwa Asoka pernah mendirikan ruang penyiksaan yang disebut Neraka Asoka.

Namun, Neraka Asoka inilah yang membawanya bertemu dengan biksu Buddha. Biksu yang mencerahkan Raja Asoka bernama Samudra.

Samudra juga yang menyuruh Asoka untuk membangun 84.000 stupa sesuai dengan ramalan Buddha agar menjamin keamanan seluruh makhluk.

Baca juga: Jalaluddin Akbar, Raja Terbesar Kekaisaran Mughal

Dekrit Raja Asoka

Setelah memegang teguh ajaran Buddha, Asoka menulis serangkaian dekrit yang menjelaskan kebijakan bagi kekaisaran dan mengajak rakyatnya untuk mengikuti teladannya.

Dekrit Raja Asoka diukir di pilar batu setinggi 40-50 kaki dan dipasang di sekitar Kekaisaran Maurya. Puluhan pilar ini bahkan masih bisa ditemukan di India, Nepal, Pakistan, dan Afghanistan.

Dalam dekritnya, Asoka bersumpah untuk merawat rakyatnya seperti seorang ayah dan berjanji kepada orang-orang yang berbicara padanya agar tidak perlu takut lagi.

Raja juga berjanji tidak akan menggunakan kekerasan lagi, tetapi akan melakukan cara yang baik untuk memenangkan hati seseorang.

Kepeduliannya terhadap makhluk hidup juga tampak pada permintaannya untuk menghormati semua makhluk lain, termasuk pelayan.

Asoka mendesak rakyatnya untuk mengikuti pola makan vegetarian dan melarang praktik pembakaran hutan atau limbah pertanian yang mungkin menjadi tempat hidup hewan liar.

Bahkan pada masa pemerintahannya, banteng, bebek liar, tupai, rusa, landak, dan merpati, termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi.

Baca juga: Raja-raja Kesultanan Mughal

Raja Asoka juga sangat peduli dengan masalah peradilan. Ia menujukkan belas kasih dengan melarang hukuman seperti penyiksaan dan hukuman mati.

Meski ia mendesak umatnya untuk mempraktikkan ajaran Buddha, ajaran toleransi Raja Asoka juga sangat terkenal.

Raja memupuk suasana menghormati semua agama. Di dalam kerajaannya, orang-orang tidak hanya menganut Buddha, yang saat itu masih relatif baru, tetapi juga ada pemeluk Jainisme, Zoroastrianisme, politeisme Yunani, dan banyak kepercayaan lainnya.

Selain itu, Raja Asoka tercatat menyebarkan ajaran Buddha hingga ke Kerajaan Roma dan Mesir Kuno.

Sejak memeluk ajaran Buddha, Asoka juga membangun ribuan candi dan wihara yang digunakan sebagai tempat ibadah untuk para pengikutnya.

Baca juga: Sejarah Singkat Perkembangan Agama Buddha di Indonesia

Wafat

Raja Asoka meninggal pada 232 SM. Ia kemudian dikenang karena kisah pertaubatannya.

Asoka, yang dulunya pernah dikenal sebagai seorang penakluk yang kejam, berubah menjadi penguasa yang baik hati dan memerintah sesuai ajaran Buddha dengan tanpa kekerasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com