Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatalan Hasil Perjanjian KMB dan Dampaknya

Kompas.com - 05/05/2022, 15:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Konferensi Meja Bundar (KMB) menjadi tonggak sejarah kemerdekaan Indonesia.

Konferensi Meja Bundar yang digelar di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus-2 November 1949 adalah upaya diplomasi yang berhasil membebaskan Indonesia dari Belanda.

Namun, pada 3 Mei 1956, Kabinet Ali II mengeluarkan undang-undang terkait pembatalan hasil KMB secara sepihak.

Lantas, apa alasan pembatalan hasil KMB pada masa Kabinet Ali II dan bagaimana dampaknya?

Baca juga: Hasil Konferensi Meja Bundar yang Tidak Dapat Direalisasikan Belanda

Hasil KMB

Setelah melalui pembahasan yang berlarut-larut, pada 2 November 1949, tercapai persetujuan Konferensi Meja Bundar.

Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949 merupakan salah satu keputusan pokok KMB.

Hasil KMB di antaranya:

  • Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada akhir Desember 1949
  • Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda dalam sebuah kerja sama
  • Indonesia membayar utang-utang Belanda sebelum 1949
  • Masalah Irian Barat akan dibahas setahun kemudian

Hasil KMB tersebut kemudian ditandatangani oleh Ratu Juliana sebagai wakil Belanda dan Mohammad Hatta sebagai perwakilan Indonesia.

Pembatalan hasil KMB

Permasalahan Irian Barat yang akan dibahas setelah KMB ternyata menimbulkan polemik yang besar.

Berbagai perundingan antara Indonesia dan Belanda terkait Irian Barat tidak pernah menghasilkan kesepakatan yang pas.

Baca juga: Tahap Eksploitasi dalam Pembebasan Irian Barat

Oleh sebab itu, berbagai partai politik dan organisasi ingin pemerintah Indonesia membatalkan hasil perjanjian KMB.

Pada 1955, Kabinet Burhannudin Harahap mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) pembatalan hasil KMB. Akan tetapi, Presiden Soekarno tidak mau menandatanganinya.

Setelah gagal menempuh cara diplomasi dalam penyelesaian Irian Barat, pemerintah mengambil tindakan tegas, di antaranya dengan dikeluarkannya UU No. 13 Tahun 1956 tentang Pembatalan Hubungan Indonesia-Nederland Berdasarkan Perjanjian Konferensi Meja Bundar.

UU pembatalan hasil KMB secara sepihak disahkan oleh Kabinet Ali II.

Baca juga: Dampak Negatif Konferensi Meja Bundar

Dampak pembatalan hasil KMB

Indonesia batal membayar utang Belanda

Dalam perjanjian KMB, delegasi Indonesia menyepakati untuk melunasi segala utang Belanda sebesar 1,13 miliar dollar AS.

Indonesia juga harus memperbolehkan perusahaan Belanda kembali beroperasi dan diharapkan konsultasi kepada Belanda apabila akan mengeluarkan kebijakan.

Selain itu, Indonesia menanggung biaya 17.000 karyawan eks Belanda selama dua tahun dan menampung 26.000 mantan tentara Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL).

Dari berbagai kesepakatan KMB, permasalahan utang Belanda menjadi persoalan yang sangat menyulitkan bagi Indonesia.

Pasalnya, berbagai permasalahan ekonomi dalam negeri saja belum selesai, dan masih dihadapkan dengan pembayaran utang Belanda yang besar.

Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia di Era Soekarno

Awalnya, Indonesia menggunakan strategi tambal-sulam dalam membayar utang Belanda melalui uang pinjaman dari negara Blok Timur.

Akan tetapi, semakin lama tidak berjalan baik dan membuat perekonomian Indonesia tidak stabil.

Oleh sebab itu, Presiden Soekarno kemudian bermanuver dengan mengabaikan utang Belanda yang dibebankan kepada Indonesia.

Permasalahan ini kemudian sampai ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang menyerukan Indonesia dan Belanda untuk kembali berunding.

Sikap PBB tersebut membuat Presiden Soekarno kecewa, yang kemudian menantang dengan mengkampanyekan nasionalisasi aset-aset Belanda.

Nasionalisasi yang dikampanyekan Bung Karno berhasil membuat pemodal Belanda kabur dari Indonesia.

Baca juga: Een Eereschuld, Utang yang Harus Dibayar

Bergabungnya Irian Barat dengan Indonesia

Dalam kesepakatan KMB, Belanda tidak menganggap bahwa Irian Barat adalah bagian dari wilayah yang harus diserahkan ke Indonesia.

Sebaliknya, Presiden Soekarno menginginkan Irian Barat bergabung ke dalam Indonesia.

Belanda memiliki argumen bahwa perbedaan etnis dan ras menjadi dasar Irian Barat didudukinya dan tidak diserahkan kepada Indonesia.

Oleh karena itu, wilayah Irian Barat ingin dijadikan negara di bawah naungan Kerajaan Belanda.

Masalah Irian Barat pun menjadi sengketa, dan di dalam KMB dijelaskan bahwa akan dibahas dalam waktu satu tahun.

Namun, Belanda ingkar janji kepada Indonesia karena tidak mau melakukan perundingan masalah Irian Barat.

Baca juga: Operasi Trikora, Upaya Indonesia Merebut Irian Barat

Permasalahan Irian Barat sempat diseret ke dalam sidang umum PBB pada 1954. Selain itu, berbagai upaya diplomasi juga tidak membuahkan hasil.

Setelah pembatalan hasil KMB, Presiden Soekarno mengeluarkan Tiga Komando Rakyat atau dikenal sebagai Trikora, yang berdampak pada pembebasan Irian Barat melalui militer.

Akhirnya, pada 1963, Irian Barat berada di bawah pengawasan Indonesia dan secara resmi bergabung dengan Indonesia pada Desember 1969.

 

Referensi:

  • Muljana, Slamet. (2008). Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: LKiS.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com