KOMPAS.com - Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan upaya diplomasi yang dilaksanakan di Belanda antara 23 Agustus hingga 2 November 1949.
Salah satu hasil Konferensi Meja Bundar adalah Belanda bersedia mengakui kedaulatan kemerdekaan Indonesia, setelah sebelumnya terus berusaha menguasai Tanah Air.
Kendati demikian, dibalik dampak positifnya, ada juga beberapa dampak negatif perjanjian KMB.
Lantas, apa saja dampak negatif Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia?
Baca juga: Hasil Konferensi Meja Bundar yang Tidak Dapat Direalisasikan Belanda
Dalam Konferensi Meja Bundar, Belanda memang bersedia mengakui kedaulatan kemerdekaan Indonesia, tetapi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
Selain menjadi negara serikat, Indonesia juga harus bergabung bersama negara-negara federal (negara boneka) yang dibentuk Belanda.
Perubahan Indonesia menjadi negara serikat tentu akan mengubah Undang-Undang Dasar dari UUD 1945 menjadi Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS).
Inilah salah satu bukti bahwa Perjanjian KMB tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Republik Indonesia Serikat 1949
Salah satu dampak KMB bagi perekonomian Indonesia adalah ikut terbebani utang-utang Belanda.
Belanda diketahui memiliki utang sebesar 1,13 miliar dollar AS. Seharusnya, utang ini dilunasi sendiri oleh pemerintah Hindia Belanda.
Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Berdasarkan hasil KMB, Indonesia harus mengakui dan membayar utang-utang pemerintah Hindia Belanda hingga penyerahan kedaulatan.
Sesuai kesepakatan KMB, Indonesia wajib bergabung dalam persemakmuran Belanda, yang disebut Uni Indonesia-Belanda.
Persemakmuran ini dipimpin oleh Ratu Belanda, Juliana. Pada akhirnya, Uni Indonesia-Belanda bubar pada 1956, setelah Indonesia keluar dari persemakmuran ini.
Baca juga: 6 Negara Boneka Bentukan Belanda di Indonesia
Salah satu dampak negatif dari hasil Konferensi Meja Bundar adalah wilayah Irian Barat masih belum menjadi wilayah dari RIS.
Meskipun Belanda bersedia mengakui kedaulatan Indonesia, mereka menolak untuk ikut menyerahkan Irian Barat, sekarang Papua Barat, sebagai bagian dari Indonesia.
Belanda menyatakan bahwa status Irian Barat akan ditentukan setelah satu tahun, lewat perundingan bersama Indonesia.
Namun, pasca-perundingan, Belanda masih tetap menolak melepaskan Irian Barat ke Indonesia.
Akibatnya, konflik Irian Barat terjadi, yang baru dapat diselesaikan setelah Perjanjian New York pada 1962.
Referensi: