Wilayah selatan berada di bawah Amerika Serikat, sedangkan wilayah utara dikuasai Uni Soviet.
Sejak 1945 hingga 1948, kekosongan kekuasaan di Korea Selatan dipercayakan oleh AS kepada Jenderal Douglas MacArthur.
Douglas MacArthur kemudian memerintahkan Letjen John R Hodge untuk menerima penyerahan pasukan Jepang serta mendirikan pemerintahan militer di Korea Selatan.
Baca juga: Asal-usul Marga Kim di Korea
Pada 8 September 1945, pasukan AS mendarat di Incheon dan mulai mendirikan pemerintahan militer di sana.
Sehari setelahnya, 9 September, Hodge mengumumkan bahwa pemerintah kolonial Jepang akan dipertahankan, termasuk para pegawai dan gubernur jenderalnya.
Pernyataan Hodge lantas menuai banyaknya protes dari masyarakat. Menanggapi ketidakpuasan rakyat saat itu, pada Oktober 1945, Hodge memecat semua orang Jepang dan membentuk Dewan Penasihat Korea.
Mayoritas kursi dewan pun diberikan kepada para anggota Partai Demokrat Korea, yang sudah dibentuk oleh AS.
Pada Desember 1945, AS dan Uni Soviet sepakat bahwa Korea akan berdiri dengan pemerintahannya sendiri setelah empat tahun berada di bawah pengawasan internasional.
Akan tetapi, AS dan Uni Soviet menghendaki agar Korea tetap dikendalikan di bawah perwalian mereka selama lima tahun.
Keputusan itu tertuang dalam Kebijakan Moskow 1946, yang kemudian memicu terjadinya berbagai aksi protes dari rakyat Korea.
Baca juga: Sejarah Islam di Korea
Protes dan pemberontakan rakyat Korea Selatan semakin gencar, saat Partai Komunis Korea menyerukan aksi berskala nasional pada September 1946.
USAMGIK pun berusaha untuk menghalau pemberontakan dan penyerangan terhadap instasi pemerintah menggunakan kelompok anti-komunis.
Alhasil, perang brutal pun terjadi, yang menyebabkan kematian sekitar 14.000 hingga 30.000 jiwa.
Pada September 1947, AS meminta bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas lebih lanjut terkait nasib Korea.
Majelis Agung PBB menyusun resolusi bulan November untuk membentuk dan mengirim Komisi Sementara PBB di Korea.