Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Hukum di Indonesia: Periode Demokrasi Liberal (1950-1959)

Kompas.com - 18/03/2022, 08:00 WIB
Rakhadian Noer Kuswana,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketika Indonesia memasuki periode Demokrasi Liberal (1949-1959), terjadi perubahan dalam konstitusi hukum.

Setelah sebelumnya menggunakan Konstitusi RIS 1949, kemudian diterapkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

Seperti dasar hukum sebelum-sebelumnya, UUDS 1950 melanjutkan pemberlakuan hukum sebelumnya.

Hal ini tercantum dalam Pasal 142 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, bahwa peraturan, udang-udang, serta ketentuan tata usaha yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950 tetap berlaku.

Oleh karena itu, kevakuman hukum yang berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum bisa dicegah.

Sehingga, persaingan politik dalam menetapkan dasar hukum pun tidak memiliki ruang yang luas.

Baca juga: Sistem Hukum di Indonesia

Antara pluralitas dan unifikasi hukum

Pluralitas masyarakat Indonesia menjadi masalah serius dalam membangun hukum di periode ini. Pemerintah bimbang antara harus meneruskan pluralisme atau menuju unifikasi hukum.

Di satu sisi, pluralitas hukum adat merupakan produk asli bangsa Indonesia. Namun di sisi lain, banyak yang meragukan hukum adat mampu memberikan modernisasi bagi Indonesia.

Hukum adat dipandang hanya bisa membangun masyarakat pribumi di lingkup desa-desa dan kampung-kampung.

Kendati demikian, ada yang mengatakan bahwa hukum adat bisa menunjang kemajuan bangsa.

Baca juga: Sejarah Hukum di Indonesia: Periode Peralihan (1945-1950)

Hadirnya ide hukum Barat dan Islam

Pada periode ini, hingga akhirnya berganti menjadi Demokrasi Terpimpin, masalah mengenai pluralitas dan unifikasi hukum masih belum mendapatkan solusi.

Meski Indonesia berada dalam situasi membangun nasionalisme pasca-kolonialisme, hubungan dengan ide-ide Barat tidak bisa dihindari.

Adanya pendapat yang mendukung pelaksanaan usaha modernisasi dengan berkiblat pada hukum Barat, didasarkan pada keinginan untuk memenuhi standar hukum dalam pergaulan internasional dan transaksi lintas negara.

Selain itu, kelompok politik Islam turut meramaikan penentuan arah hukum di Indonesia.

Meski begitu, dukungan terhadap ide Islam masih sangat minim, karena belum ada struktur lembaga peradilan yang jelas untuk melaksanakannya, berbeda dengan hukum Barat.

Baca juga: Peran Lembaga Peradilan dalam Penegakan Hukum dan HAM

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com