Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Supersemar Masih Menjadi Kontroversi?

Kompas.com - 11/03/2022, 11:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Surat Perintah Sebelas Maret 1966 atau sering disingkat Supersemar merupakan surat yang menjadi tonggak perubahan pemerintahan Orde Lama menuju Orde Baru.

Supersemar dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966, di mana isinya berupa mandat kekuasaan kepada Soeharto, yang kala itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat, agar

Tujuan dikeluarkannya Supersemar adalah untuk mengatasi konflik dalam negeri saat itu, yang salah satunya yang diakibatkan oleh peritiwa G30S pada 1 Oktober 1965.

Namun, Supersemar menjadi kontroversial, bahkan sampai sekarang, karena naskah aslinya tidak pernah ditemukan.

Lantas, apa saja kontroversi dari Supersemar?

Baca juga: 3 Versi Supersemar dan Perbedaannya

Naskah asli tidak ditemukan

Menurut catatan sejarah, Surat Perintah Sebelas Maret dibuat di Istana Bogor oleh Presiden Soekarno.

Damun dalam perkembangannya, surat ini justru melemahkan kekuasaan Soekarno karena mengakibatkan dualisme kepemimpinan.

Setelah Supersemar dikeluarkan, Soeharto, yang telah menerima mandat dari Soekarno, langsung membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menangkap para menteri yang dianggap terlibat dalam peristiwa G30S.

Dalam naskah Supersemar disebutkan bahwa Soeharto berwewenang untuk melakukan segala tindakan yang dianggapnya perlu.

Akan tetapi, banyak yang meragukan akan adanya pemberian mandat itu secara suka rela oleh Soekarno.

Presiden Soekarno sendiri sempat mengecam tindakan Soeharto menggunakan Supersemar di luar kewenangan yang diberikannya.

Baca juga: Supersemar: Latar Belakang, Tujuan, Isi, Kontroversi, dan Dampak

Kontroversi Supersemar terus berlanjut hingga saat ini karena naskah aslinya tidak pernah ditemukan. Oleh karena itu, isi Surat Perintah 11 Maret 1966 pun tidak dapat dipastikan.

Saat ini, ada tiga versi Supersemar dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, Sekretariat Negara (Setneg), dan Akademi Kebangsaan, tetapi tidak ada satu pun yang asli.

Tiga versi Supersemar tidak otentik tersebut disimpan Lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Dikabarkan sebagai alat kudeta

Supersemar menyebabkan Soeharto melakukan serangkaian langkah strategis yang dianggap telah merugikan Soekarno.

Tanpa izin dari Soekarno, Soeharto segera membubarkan PKI yang kemudian dianggap sebagai partai terlarang.

Soekarno sendiri sangat menyesai tindakah Soeharto, karena dianggap terlalu semena-mena.

Baca juga: Dampak Dikeluarkannya Supersemar

Presiden Soekarno menegaskan bahwa Supersemar dikeluarkan olehnya dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan pada 1965 hingga 1966, bukan transfer kekuasaan.

Di sisi lain, Soekarno juga membantah dugaan bahwa Supersemar merupakan alat kudeta untuk memindahkan kekuasaan kepada Soeharto.

Pernyataan ini disampaikan Soekarno lewat pidato saat peringatan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Harian Kompas, 11 Maret 1971, memberitakan, bagi Soeharto, keberadaan Supersemar untuk mengembalikan kewibawaan negara dan sebagai legitimasi untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Soeharto menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukannya untuk menjalankan perintah Supersemar dan mengatasi keadaan politik yang memburuk saat itu.

Selain itu, Soeharto mengaku tidak menganggap Supersemar sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan mutlak secara terselubung atau kudeta.

Baca juga: Latar Belakang Supersemar

Supersemar dikeluarkan bukan atas kemauan Soekarno

Perlu diketahui bahwa Supersemar dikeluarkan bukan atas kemauan Soekarno, melainkan karena adanya tekanan yang muncul.

Menurut catatan sejarah, Soekarno sempat dihampiri oleh dua pengusaha yang diutus Mayjen Alamsjah Ratu Prawiranegara.

Mereka adalah Hasjim Ning dan Dasaad, yang datang untuk membujuk Soekarno agar memberikan pemerintahannya kepada Soeharto.

Permintaan itu tentu ditolak langsung oleh Soekarno. Bahkan ia sempat marah besar.

Dari peristiwa ini dapat terlihat bahwa Supersemar lahir bukan karena kemauan Soekarno, melainkan karena adanya tekanan untuk menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto.

Baca juga: Supersemar, Tonggak Lahirnya Orde Baru

Perbedaan interpretasi

Setelah Supersemar dikeluarkan, Soeharto langsung melakukan aksi beruntun, seperti membubarkan PKI, menangkap 15 menteri pendukung Soekarno, mengembalikan anggota Tjakrabirawa ke asalnya, serta mengontrol media massa di bawah Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (Puspen TNI).

Sementara itu, bagi Soekarno, Supersemar adalah instruksi kepada Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan.

Selain itu, Supersemar berisi tentang sebuah perintah untuk pengendalian keamanan, termasuk keamanan dirinya sendiri selaku presiden dan keluarganya.

Namun, jenderal yang membawa Supersemar itu dari Bogor ke Jakarta pada 11 Maret 1966, yaitu Amir Machmud, menyimpulkan surat itu sebagai penanda pengalihan kekuasaan.

Hal inilah yang membuat Soekarno sempat mengecam tindakan Soeharto karena dianggap menggunakan Supersemar di luar kewenangan yang diberikannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com