Dalam teror tersebut, Westerling beserta pasukan rahasianya membunuh setiap TNI yang mereka temukan.
Akibatnya, sebanyak 94 TNI dari Divisi Siliwangi, termasuk Letnan Kolonel Lembong, tewas.
Baca juga: Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)
Kekejaman yang dilakukan Westerling mendapat perhatian dari media internasional sekaligus kecaman dari para pejabat di berbagai negara.
Mengetahui hal itu, Westerling bersembunyi dengan cara berpindah-pindah tempat di sekitar Jakarta.
Aksinya pun dibantu oleh operasi rahasia yang diketahui oleh petinggi Belanda di Indonesia. Pada Februari 1950, Westerling dan keluarganya diselundupkan ke Singapura.
Operasi ini bocor ke media Perancis, yang mengakibatkan Westerling ditangkap oleh polisi Inggris di Singapura dan sempat diadili di Pengadilan Tinggi Singapura pada 15 Agustus 1950.
Namun, hakim tidak mengabulkan permohonan pemerintah RIS untuk mengekstradisi Westerling ke Indonesia.
Bahkan Westerling berhasil bebas pada 21 Agustus 1950 dan kemudian pergi ke Belgia dengan ditemani oleh Konsul Jenderal Belanda untuk Singapura, Mr. R. van der Gaag.
Baca juga: Upaya Penumpasan Pemberontakan APRA
Dua tahun kemudian, Westerling masuk ke Belanda dan terus dilindungi oleh pemerintah negaranya agar terbebas dari pengadilan.
Namun, tidak lama kemudian, Westerling kembali berulah dengan menghina Presiden Soekarno hingga mendapat protes dari Komisaris Tinggi Indonesia.
Lagi-lagi, pengadilan Belanda membebaskan Westerling tanpa tuntutan apa pun.
Setelah aksinya berhenti diusut dan berhenti dari dunia militer, Westerling hidup di Belanda dan beberapa kali harus berganti pekerjaan.
Ia sempat menulis buku dan pada akhirnya memiliki sebuah toko barang antik di Amsterdam.
Pada 26 November 1987, Raymond Westerling meninggal karena gagal jantung.
Referensi: