Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raymond Westerling, Hitler dari Belanda

Kompas.com - 28/01/2022, 09:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Raymond Westerling adalah pemimpin pasukan elite Belanda yang dikenal sangat kejam karena melakukan genosida di Sulawesi Selatan pada 1946-1947.

Dalam peristiwa yang dikenal sebagai Pembantaian Westerling itu, ia bertanggung jawab atas pembantaian puluhan ribu nyawa yang dilakukan oleh pasukan khusus, Depot Speciale Troepen (DST).

Selain itu, Westerling juga bertanggung jawab atas percobaan kudeta dan teror Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung, yang mengakibatkan gugurnya beberapa pasukan Divisi Siliwangi.

Meski telah melakukan genosida selama masa revolusi fisik di Indonesia hingga mendapatkan kecaman dari berbagai negara, Westerling masih dilindungi Belanda, bahkan dianggap sebagai pahlawan.

Baca juga: Cerita Abdul Halik Saksikan Langsung Ayahnya Dibunuh Anak Buah Westerling

Awal karier

Raymond Westerling memiliki nama lengkap Raymond Pierre Paul Westerling. Ia lahir di Istanbul, Turki, pada 31 Agustus 1919 sebagai anak kedua dari Paul Westerling dan Sophia Moutzou.

Meski keturunan Belanda asli, ia lahir dan besar di Turki. Barulah pada usia 19 tahun, ia meninggalkan tanah kelahirannya untuk masuk dunia militer.

Pada awal Perang Dunia II, Westerling ikut dalam pasukan Australia di sekitar Timur Tengah, sebelum akhirnya berangkat ke Kanada untuk bergabung dengan pasukan Belanda.

Di Kanada, ia mendapatkan pendidikan dasar militer. Dalam rangka penyerbuan ke Eropa, Westerling memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia.

Selama di Skotlandia, Westerling mendapat beberapa pelatihan, mulai dari perkelahian tangan kosong, penembakan senyap, membunuh tanpa senjata api, dan masih banyak lainnya.

Karena menguasai ilmu gulat dan membunuh senyap, ia sempat dipercaya untuk menjadi asisten pelatih dengan pangkat kopral.

Baca juga: Mengingat Pembantaian Westerling yang Dilakukan Belanda 73 Tahun Lalu

Namun, pada 1943, Westerling mengundurkan diri dari posisinya itu karena memilih untuk bergabung bersama beberapa sukarelawan Belanda ke India.

Di India, Westerling cukup kecewa karena tidak pernah dikirim ke garis depan medan pertempuran.

Pada 1945, ia diangkat menjadi komandan pasukan khusus, Depot Speciale Troepen (DST) yang berjumlah 120 orang, dan dikirim ke Indonesia.

Pembantaian Westerling

Raymond Westerling pertama kali mendarat di Indonesia, tepatnya di Medan, pada September 1945 sebagai anggota KNIL (angkatan perang kolonial Hindia Belanda).

Setelah membebaskan tawanan perang Belanda di Medan, ia ditugaskan ke Jakarta untuk melatih pasukan khusus DST yang terdiri dari orang Belanda dan Indonesia.

Pada Desember 1946, Westerling diberikan misi untuk menghancurkan para pejuang kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Selatan.

Dalam menjalankan tugasnya, Westerling menggunakan caranya sendiri dan mengabaikan pedoman pelaksanaan bagi tentara.

Baca juga: Syafruddin Prawiranegara: Biografi, Kebijakan, dan Pemberontakan

Aksi pertamanya dilakukan pada 12 Desember 1946, dengan menyisir Kampung Batua dan menangkap beberapa orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia.

Westerling kemudian memerintahkan untuk membunuh orang-orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan tersebut di hadapan masyarakat.

Kekejaman itu merupakan awal dari teror yang dilakukan oleh Westerling dan pasukannya selama tiga bulan berikutnya.

Pasukan Westerling melakukan teror dengan menyiksa orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan di depan keluarganya sebelum akhirnya dibunuh.

Selain itu, Westerling dan pasukannya juga melakukan teror dengan membakar rumah warga dan melemparinya dengan granat.

Teror yang dilakukan Westerling sebagai pemimpin pasukan DST menelan korban sedikitnya 40.000 orang.

Pembunuhan yang dilakukan oleh Belanda terhadap ribuan rakyat sipil yang berada di Sulawesi Selatan ini kemudian disebut sebagai Pembantaian Westerling.

Baca juga: Ario Soerjo: Kehidupan, Kiprah, dan Tragedi Pembunuhan

Pada awalnya, aksi Westerling dan pasukannya di Sulawesi Selatan mendapat apresiasi dari pemerintah Belanda.

Raymond Westerling saat memimpin parade di Batavia.Wikimedia Commons Raymond Westerling saat memimpin parade di Batavia.

Namun, perlahan muncul aduan bahwa selama Westerling menjalankan misinya, banyak ditemukan kasus pelanggaran HAM.

Bahkan pers mulai menuding bahwa kekejaman Westerling tidak ada bedanya dengan polisi rahasia Jerman semasa Hitler.

Untuk menghindari tuntutan ke pengadilan militer, pemerintah Belanda memilih untuk memberhentikan Westerling pada 16 November 1948.

Kudeta APRA

Setelah diberhentikan, Westerling diketahui membangun sebuah organisasi rahasia yang dinamakan Ratu Adil Persatuan Indonesia (RAPI) serta memiliki pasukan yang bernama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).

Kelompok Westerling ini kemudian melakukan teror dan upaya kudeta pada 23 Januari 1950 di Bandung.

Dalam teror tersebut, Westerling beserta pasukan rahasianya membunuh setiap TNI yang mereka temukan.

Akibatnya, sebanyak 94 TNI dari Divisi Siliwangi, termasuk Letnan Kolonel Lembong, tewas.

Baca juga: Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)

Dilindungi Belanda

Kekejaman yang dilakukan Westerling mendapat perhatian dari media internasional sekaligus kecaman dari para pejabat di berbagai negara.

Mengetahui hal itu, Westerling bersembunyi dengan cara berpindah-pindah tempat di sekitar Jakarta.

Aksinya pun dibantu oleh operasi rahasia yang diketahui oleh petinggi Belanda di Indonesia. Pada Februari 1950, Westerling dan keluarganya diselundupkan ke Singapura.

Operasi ini bocor ke media Perancis, yang mengakibatkan Westerling ditangkap oleh polisi Inggris di Singapura dan sempat diadili di Pengadilan Tinggi Singapura pada 15 Agustus 1950.

Namun, hakim tidak mengabulkan permohonan pemerintah RIS untuk mengekstradisi Westerling ke Indonesia.

Bahkan Westerling berhasil bebas pada 21 Agustus 1950 dan kemudian pergi ke Belgia dengan ditemani oleh Konsul Jenderal Belanda untuk Singapura, Mr. R. van der Gaag.

Baca juga: Upaya Penumpasan Pemberontakan APRA

Dua tahun kemudian, Westerling masuk ke Belanda dan terus dilindungi oleh pemerintah negaranya agar terbebas dari pengadilan.

Namun, tidak lama kemudian, Westerling kembali berulah dengan menghina Presiden Soekarno hingga mendapat protes dari Komisaris Tinggi Indonesia.

Lagi-lagi, pengadilan Belanda membebaskan Westerling tanpa tuntutan apa pun.

Akhir hidup

Setelah aksinya berhenti diusut dan berhenti dari dunia militer, Westerling hidup di Belanda dan beberapa kali harus berganti pekerjaan.

Ia sempat menulis buku dan pada akhirnya memiliki sebuah toko barang antik di Amsterdam.

Pada 26 November 1987, Raymond Westerling meninggal karena gagal jantung.

 

Referensi:

  • Hidskes, Maarten. (2018). Di Belanda Tak Seorang Pun Mempercayai Saya. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com