KOMPAS.com - Rumah Joglo adalah rumah adat dari Jawa Tengah yang pada umumnya dibangun dengan menggunakan kayu jati.
Ciri khas rumah Joglo dapat dikenali pada atapnya yang berbentuk tajug atau semacam atap piramida yang mengerucut.
Istilah Joglo sendiri berasal dari kata "tajug" dan "loro" yang disingkat juglo dan memiliki makna penggabungan dua tajug.
Dalam perkembangannya, penyebutan juglo berubah menjadi joglo. Berikut ini sejarah rumah adat Joglo dan filosofinya.
Baca juga: Ruwatan, Tradisi Jawa Pembuang Sial
Rumah Joglo merupakan sebuah simbol yang menunjukkan status sosial masyarakat Jawa zaman dulu.
Maka dari itu, meski dikenal sebagai rumah orang Jawa pada zaman dulu, tidak semua masyarakat Jawa mampu membangunnya.
Orang yang mampu memiliki rumah joglo adalah masyarakat yang status sosialnya tinggi dan kemampuan ekonominya lebih.
Hal itu dikarenakan bahan yang digunakan untuk membangun rumah joglo adalah kayu jati yang kualitasnya sangat bagus dan harganya mahal.
Selain itu, biaya pembangunannya juga tinggi karena waktu yang dibutuhkan untuk mendirikan rumah Joglo sangat lama.
Maka tidak heran apabila zaman dulu hanya raja, bangsawan, dan orang kaya yang mampu membangun rumah Joglo.
Baca juga: Sekaten: Asal Usul, Prosesi, Tradisi, dan Pantangan
Rumah Joglo pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu pendapa (bagian depan), pringgitan (bagian tengah), dan dalem (ruang utama).
Setiap bagian dari rumah Joglo memiliki prinsip hierarki atau tingkatan dalam struktur rumah yang unik.
Prinsip tersebut berupa bagian depan rumah yang memiliki sifat umum, sedangkan bagian belakang memiliki sifat yang khusus.
Oleh karena itu, akses untuk masuk ke bagian belakang rumah hanya diberikan kepada orang-orang tertentu.
Baca juga: Aji Saka dan Cerita Bangkitnya Peradaban Jawa
Selain itu, rumah Joglo juga memiliki empat tiang penyangga atau soko guru di tengahnya yang berukuran lebih tinggi dan digunakan untuk menopang atap.