Setelah Raja Syarif Idrus meninggal karena diserang oleh Siak saat sedang beribadah, rakyatnya bersumpah tidak akan melakukan hubungan apa pun dengan Siak.
Setelah itu, tampuk pimpinan Kubu dilanjutkan oleh putranya yang bernama Syarif Muhammad, yang juga menandatangani kontrak politik dengan Belanda pada 7 Juni 1823.
Penandatanganan kontrak juga diakukan pemimpin selanjutnya. Semasa pemerintahan Syarif Hasan bin Abdurahman, Kubu membangun berbagai infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan lain sebagainya untuk menunjang kegiatan di kerajaan.
Oleh karenanya, periode pemerintahan Syarif Hasan bin Abdurahman bisa dikatakan sebagai masa kemajuan dari Kerajaan Kubu.
Baca juga: Kerajaan Tabanan: Sejarah, Raja-raja, Masa Kejayaan, dan Keruntuhan
Pada masa kekuasaan Syarif Abbas (1900-1912) terjadi perang saudara dengan Syarif Zin bin Ismail, yang menuntut haknya sebagai pewaris takhta Kubu.
Berkat bantuan Belanda, Syarif Zin akhirnya naik takhta sebagai raja Kubu dengan tanda tangan kontrak pada 26 November 1911.
Pada masa ini, Belanda membentuk badan bernama Bestuurcomisie untuk membantu pemerintahan Kerajaan Kubu.
Jabatan Ketua Bestuurcomisie diberikan kepada Syafir Kasimi yang mempunyai kewenangan untuk memimpin Tanjung Bunga.
Anggotanya bernama Syarif Saleh ditugaskan di daerah Kubu hingga Padang Tikar.
Baca juga: Kerajaan Karangasem: Sejarah, Raja-raja, Keruntuhan, dan Peninggalan
Saat Jepang masuk ke Kubu pada September 1943, Syarif Hasan ditunjuk sebagai Ketua Bestuurcomisie.
Pada 20 Februari 1944, ia ditangkap oleh Jepang dan digantikan oleh Syarif Shalih. Setelah Jepang menyerah pada 1945, Belanda kembali lagi untuk menguasai.
Syarif Shalih juga kembali ditunjuk sebagai kepala swapraja Kubu dengan menandatangani Korte Verklaring pada 16 Agustus 1949.
Ia terus menjabat sebagai kepala swaparaja hingga tahun 1958, ketika swapraja dihapuskan dan Kubu masuk ke Republik Indonesia.
Hal itu juga yang menandai berakhirnya Kerajaan Kubu di Kalimantan Barat.
Referensi: