As'ad pun menyampaikan metode Iqro temuannya kepada KH Dahlan, tetapi tidak begitu ditanggapi.
KH Dahlan merasa bahwa metode Qiroati sudah baku dan tidak bisa dicampur dengan metode lain. Akibatnya, timbul ketegangan di antara keduanya.
Baca juga: KH Hasyim Asyari: Silsilah, Peran, dan Perjuangannya
Pada 1990, Usep Fathudin, anggota dari Departemen Agama pun ditugaskan oleh Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Andi Lolong Tonang, untuk menyelesaikan masalah itu.
Pada akhirnya, ketegangan antara As'ad dengan KH Dahlan berhasil diredakan.
Waktu itu, metode belajar membaca Alquran yang populer adalah Qowaid Al-Baghdadiyah, yaitu dengan cara dieja.
Namun, cara belajar dengan metode ini cukup rumit dilakukan, karena untuk menghasilnya bunyi "a" misalnya, harus lebih dulu dimulai dengan huruf alif yang bersandang atau harakat fatah, baru bisa dibaca "a".
Berbeda dengan metode Qowaid, Iqro yang dicetus As'ad yang terdiri dari enam jilid tidak lagi dieja, melainkan menyajikan cara baca dengan sistem suku kata.
Mula-mula dipilih dulu kata-kata yang akrab dan mudah dibaca oleh anak-anak, seperti ba-ta, ka-ta, ba-ja, dan sejenisnya.
Setelah itu akan dilanjutkan dengan kata-kata yang lebih panjang, kemudian kalimat pendek, lalu mempelajari kata yang ada di dalam surat-surat pendek.
Semua itu disajikan secara sederhana, sehingga anak-anak dapat mempelajarinya dengan lebih mudah.
Beberapa poin penting yang ada di dalam Iqro adalah privat (menyimak yang belajar/santri satu per satu secara bergantian) dan asistensi (santri yang lebih tinggi pelajarannya dapat ikut membantu menyimak santri yang lain).
Baca juga: KH Mas Mansyur: Keluarga, Pendidikan, Kiprah, dan Akhir Hidup
Saat metode Iqro mulai dikenal luas, kesehatan As'ad justru menurun. Pengapuran tulang belakang yang diderita perlahan-lahan membuatnya mulai mengalami kelumpuhan.
Pada 2 Februari 1996, As'ad menghembuskan napas terakhirnya.
Iqro hasil temuannya pun berhasil membantu anak-anak dalam belajar membaca Alquran.
Keberhasilan Iqro ini lah yang kemudian membuat Menteri Agama, KH Munaqir Sjadzali, menjadikan TKA dan (TPA) sebagai Balai Penelitian dan Pengembangan Lembaga Pengajaran Tartil Quran Nasional.
Sampai saat ini, entah sudah ada berapa juta buku Iqro yang dicetak dan disebarluaskan ke seluruh penjuru Tanah Air.
Bahkan pada 1996, disebutkan bahwa Iqro sudah menyebar hingga ke Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Filipina, Eropa, dan Amerika.
Referensi: