KOMPAS.com – Rambu Solo merupakan upacara pemakaman adat Toraja, Sulawesi Selatan yang mewajibkan keluarga almarhum membuat pesta sebagai tanda penghormatan terakhir.
Arti kata Rambu Solo dalam bahasa Toraja adalah asap yang mengarah ke bawah.
Baca juga: Tongkonan, Rumah Adat Toraja
Rambu Solo merupakan upacara pemakaman adat yang mengharuskan keluarga almarhum mengadakan pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang telah meninggal.
Upacara adat Rambu Solo ini sudah dimulai kira-kira pada abad ke-9 dan dilaksanakan turun-temurun sampai saat ini.
Secara harafiah, dalam bahasa Toraja arti kata Rambu Solo adalah asap yang arahnya ke bawah.
Maksud dari asap ke bawah adalah ritus-ritus persembahan (asap) untuk orang yang mati dilaksanakan sesudah pukul 12.00, saat matahari mulai turun atau terbenam.
Istilah dari Rambu Solo sendiri terbentuk dari tiga kata, yaitu aluk (keyakinan), rambu (asap atau sinar), dan turun.
Dengan demikian, aluk rambu solo diartikan sebagai upacara yang dilangsungkan saat sinar matahari mulai turun (terbenam).
Selain aluk rambu solo, upacara adat ini juga memiliki sebutan lain, yaitu aluk rampe matampu.
Aluk (keyakinan), rampe (sebelah atau bagian), dan matampu (barat). Jadi, aluk rampe matampu adalah upacara yang dilangsungkan di sebelah barat rumah.
Upacara Rambu Solo biasanya dilakukan dengan memperhatikan strata sosial orang yang meninggal.
Apabila mereka termasuk dalam kelompok berada atau bangsawan, maka upacara Rambu Solo biasanya akan dilangsungkan dengan cara yang mewah.
Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa mereka memang berasal dari kelompok atas atau bangsawan.
Bagi keluarga yang sedang mengadakan Rambu Solo, biasanya akan diberikan dua jenis hewan dari keluarga atau kenalan pada orang yang sedang melakukan Rambu Solo.
Hewan yang biasanya diberikan adalah babi atau kerbau.