Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tokoh-tokoh Pelopor Politik Etis

Kompas.com - 08/09/2021, 10:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial Belanda memegang utang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan rakyat Nusantara.

Kebijakan resmi Politik Etis ini berlangsung selama pemerintah kolonial Hindia Belanda sepanjang empat dekade, dari 1901 hingga 1942.

Tokoh Belanda yang melandasi munculnya Politik Etis adalah Pieter Brooshooft, wartawan Koran De Locomotief dan C Th van Deventer, seorang politikus.

Selain kedua tokoh tersebut, terdapat beberapa nama lain yang terlibat dalam Politik Etis, yaitu:

  1. Mr WK Baron van Dedem
  2. Hendrik Hubertus van Kol
  3. Walter Baron van Hoevel
  4. Fransen van de Putte
  5. Perdana Menteri Torbeck
  6. Douwes Dekker (Multatuli)

Baca juga: Danudirja Setiabudi (Ernest Douwes Dekker): Kehidupan dan Perjuangan

Pieter Brooshooft

Pieter Brooshooft adalah wartawan dan sastrawan yang merupakan pelopor terbentuknya kebijakan Politik Etis.

Tahun 1887, Pieter melakukan perjalanan mengelilingi Pulau Jawa. Ia kemudian menulis laporan mengenai keadaan Hindia Belanda yang sangat menyedihkan karena kebijakan tanam paksa pemerintah.

Pieter menyampaikan laporannya tersebut kepada 12 tokoh politisi Belanda terkemuka, disertai lampiran setebal buku yang memaparkan fakta-fakta yang dicatat dan ditandatangani 1255 orang.

Laporan itu berisi tuntutan harus dibentuknya Partai Hindia agar kepentingan Hindia Belanda terwakili di parlemen.

Berawal dari pemikiran kritik tersebut, Pieter akhirnya memunculkan kebijakan Politik Etis agar pemerintah kolonial dapat lebih memperhatikan nasib para bumiputra yang terbelakang.

Baca juga: S Sudjojono, Bapak Seni Rupa Modern Indonesia

Mr WK Baron van Dedem

Baron van Dedem adalah pengacara Belanda dan politikus liberal.

Baron van Dedem turut berperan dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan Belanda yang menyengsarakan pribumi di Indonesia.

Ia meminta agar finansial koloni Hindia Belanda dipisah dari keuangan negara Belanda.

Kemudian, Dedem juga menuntut akan adanya desentralisasi kekuasaan terhadap wilayah-wilayah koloninya.

Hendrik Hubertus van Kol

Hendrik Hubertus van Kol adalah politikus asal Belanda yang juga bekerja sebagai juru bicara kolonial.

Hendrik Hubertus van Kol juga turut melayangkan kritik yang sama dengan van Dedem mengenai kebijakan Belanda yang menyengsarakan pribumi.

Bagi Hendrik, kebijakan-kebijakan Belanda yang sudah ada justru hanya akan merugikan penduduk negara kolonial.

Baca juga: Petrus Albertus van der Parra, Penguasa Korup Hindia Belanda

Conrad Theodore van Deventer

Conrad Theodore van Deventer adalah pengacara Belanda yang pernah menulis tentang Hindia Belanda.

Ia dikenal sebagai juru bicara gerakan Politik Etis Belanda.

Van Deventer menyatakan kritikannya terhadap Belanda melalui artikelnya bertajuk Een Ereschuld atau Hutang Kehormatan yang dimuat dalam majalah De Gids.

Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa dalam kurun waktu penguasaan Belanda terhadap Indonesia, sudah ada banyak sekali keuntungan yang diambil.

Oleh karena itu, sudah sewajarnya Belanda membalas budi dengan menyejahterakan koloni-koloninya.

Walter Baron van Hoevel

Baron van Hoevel dikenal sebagai seorang pendeta asal Belanda.

Sewaktu ia bertugas di Batavia tahun 1848, ia kerap memprotes kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang dianggap tidak mendukung rakyat.

Baron juga paling mencolok dalam menolak program tanam paksa yang diterapkan Belanda terhadap rakyat Indonesia.

Akibatnya, Baron sempat diusir oleh pemerintah Belanda karena dianggap radikal.

Kendati demikian, Baron tetap konsisten berjuang demi kesejahteraan rakyat pribumi dengan mengembangkan pendidikan tanpa adanya diskriminasi.

Baca juga: Mengapa Pemerintah Kolonial Belanda Menerapkan Politik Etis?

Fransen van de Putte

Fransen van de Putte menulis sebuah buku berjudul Suiker Contracten sebagai bentuk protes terhadap kegiatan tanam paksa.

Fransen yang merupakan keturunan Liberal Belanda gencar menyerang sistem kebudayaan kolonial yang memanfaatkan kekayaan sumber daya alam dan manusia di Indonesia secara paksa.

Di masa sisa jabatannya, Fransen juga terus berupaya menghapus beberapa pelanggaran yang dilakukan pemerintah Belanda.

Perdana Menteri Torbeck

Sejak Belanda menanamkan politik Tanam Paksa dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat di negeri Belanda, masyarakat pribumi banyak yang tertindas.

Rakyat pribumi bekerja sepanjang waktu tanpa upah minimum, tidak ada pesangon, dan jaminan sosial.

Akhirnya, Perdana Menteri Torbeck turut tampil untuk membela kepentingan bangsa Indonesia dengan memprotes kebijakan yang diterapkan oleh Belanda kepada Indonesia.

Baca juga: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan Dampak

Douwes Dekker (Multatuli)

Saat kebijakan Tanam Paksa diterapkan kepada rakyat pribumi, Douwes Dekker atau Multatuli merupakan salah seorang tokoh yang menyampaikan opini kritiknya.

Melalui karya tulinya bertajuk Max Havelaar atau Lelang Kopi Perdagangan Belanda yang terbit tahun 1860, ia mengajukan tuntutan kepada pemerintah Belanda untuk memperhatikan kehidupan bangsa Indonesia.

Untuk itu, ia mengusulkan sikap balas budi kepada Belanda dengan melakukan:

  • Pendidikan yang layak untuk masyarakat Indonesia
  • Membangun sakuran pengairan
  • Memindahkan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya

 

Referensi:

  • Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. (2019). Sejarah Nasional Indonesia V Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (1900-1942). Jakarta: Balai Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com