Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awal Mula Pendidikan Perempuan di Indonesia

Kompas.com - 13/08/2021, 14:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pendidikan Perempuan di Indonesia dimulai menjelang awal abad ke-20.

Saat itu, telah terjadi perubahan-perubahan masyarakat di Indonesia, yang diawali dengan perubahan pandangan bumiputra.

Bersamaan dengan itu, gagasan tentang kemajuan mulai bertumbuh, salah satunya mengenai pendidikan perempuan. 

RA Kartini merupakan tokoh perempuan pertama yang mencetus perkumpulan dan memajukan pendidikan perempuan. 

Ia membuka sekolah kecil yang mengajarkan tentang baca-tulis, kerajinan tangan, dan memasak. 

Baca juga: Sakola Kautamaan Istri: Latar Belakang dan Kiprah

Awal mula

Kondisi perempuan pada abad ke-20 dapat tergambar melalui surat yang ditulis oleh salah satu pejuang wanita, RA Kartini. 

Surat tersebut ia tulis pada 25 Mei 1889 untuk Stella Zeehandelaar, seorang gadis Belanda.

Dalam surat itu Kartini mengatakan bahwa gadis-gadis Indonesia saat itu masih terikat oleh adat istiadat lama dan hanya sedikit memperoleh kebahagiaan dari kemajuan pengajaran.

Kala itu, hanya untuk keluar rumah sehari-hari dan mendapat pelajaran di sekolah sudah dianggap melanggar adat istiadat.

Selain itu, para gadis juga tidak dibolehkan keluar apabila tidak didampingi oleh suami. 

Keadaan seperti ini tidak hanya dirasakan oleh Kartini, melainkan juga para gadis di Pasundan.

Oleh karena itu, Kartini memiliki keinginan untuk melakukan pengajaran kepada para gadis agar mereka bisa mandiri. 

Usaha pertama yang ia lakukan adalah dengan mendirikan sebuah kelas kecil bagi kepentingan para gadis yang diselenggarakan empat kali seminggu.

Para murid mendapatkan pelajaran tentang membaca-menulis, kerajinan tangan, masak, dan menjahit.

Baca juga: Mohammad Roem: Peran, Kiprah, dan Penangkapan

Perkembangan

Bukan hanya Kartini, beberapa tokoh wanita lain juga melakukan gagasan yang sama, seperti Raden Dewi Sartika.

Pada 1904, ia mendirikan sekolah di Jawa Barat bernama Sakola Istri yang kemudian berganti menjadi Kautamaan Istri.

Sekolah Dewi Sartika kemudian semakin menyebar ke berbagai daerah, seperti Garut, Tasikmalaya, dan Purwakarta.

Selain Kautamaan Istri, pada 1912, berdiri Putri Mardika di Jakarta.

Putri Mardika bertujuan untuk mencari bantuan keuangan bagi para gadis yang ingin melanjutkan pelajaran.

Berlanjut lagi, tahun 1914, berdiri Kerajinan Amai Setia di Kota Gadang, Sumatra. 

Sekolah ini didirikan oleh Ruhanna Kudus. 

Tujuan Kerajinan Amai Setia adalah untuk meninggikan derajat perempuan dengan mempelajari tentang berhitung dan membaca. 

Kemudian mengatur rumah tangga dan membuat kerajinan tangan.

Sejak dari situ, pendidikan perempuan semakin tersebar luas. 

Selain memajukan perkumpulan, perempuan Indonesia juga memiliki surat kabar dan majalahnya sendiri.

Fungsi surat kabar ini adalah untuk menyebar gagasan kemajuan golongannya dan juga sebagai alat praktis pendidikan dan pengajaran.

Salah satu surat kabar yang sangat maju saat itu adalah Poetri Mardika, tahun 1914.

Baca juga: Kerusuhan Sambas 1999: Penyebab, Kronologi, dan Dampak

Perkembangan Politik

Sejak tahun 1920, jumlah perkumpulan perempuan semakin bertambah banyak.

Kemajuan perkumpulan ini diikuti dengan adanya organisasi-organisasi untuk membentuk bagian perempuan.

Organisasi ini dipelopori oleh Aisyiyah, seorang wanita bagian dari Muhammadiyah yang sudah memiliki 5000 anggota dari 32 sekolah dengan 75 guru putri.

Lambat laun, perkembangan pendidikan perempuan merambah ke dunia politik.

Ada beberapa gerakan perempuan yang ikut ambil bagian dalam Sarekat Islam, PKI, PNI, dan Permi. 

Kongres perempuan pertama dilakukan tanggal 22 Desember 1928, melahirkan Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII).

Tanggal tersebut kemudian dinyatakan sebagai Hari Ibu.

Tidak hanya PPII, di Bandung, 22 Maret 1930, Suwardi Djojoseputro mendirikan Istri Sedar. 

Baca juga: Ali Sadikin: Kebijakan, Peran, dan Pencapaiannya

Pencapaian

Hasil-hasil gerakan perempuan terutama di bidang pendidikan dan pengajaran membuahkan hasil yang sangat baik.

Beberapa pencapaiannya adalah terbentuk sekolah untuk perempuan, organisasi perempuan, dan yang terutama adalah pendidikan perempuan semakin maju.

Kedudukan sosial perempuan juga mengalami perubahan. Dalam bidang politik perempuan diizinkan untuk ikut serta dalam pemilihan keanggotaan dewan-dewan rakyat.

Referensi: 

  • Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. (2019). Sejarah Nasional Indonesia VI Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia (1942-1998). Jakarta: Balai Pustaka.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com