KOMPAS.com - Pemogokan di Delanggu terjadi pada 23 Juni 1948.
Aksi pemogokan ini dilakukan karena massa menuntut agar Badan Tekstil Negara (BTN) memberikan bahan pakaian dan makanan kepada buruh musiman.
Aksi mogok ini dimulai tanggal 23 Juni 1948 dengan melibatkan lebih dari 15.000 buruh yang kemudian berakhir pada 18 Juli 1948.
Baca juga: Sumpah Pemuda Keturunan Arab 1934
Latar Belakang
Delanggu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Klaten yang terkenal dengan lahan pertanian yang subur dengan iklim yang baik.
Dua perkebunan yang ada di Delanggu adalah perkebunan sisal dan kapas. Kedua perkebunan ini dikerjakan oleh buruh-buruh yang dipekerjakan pada masa kolonial.
Mereka adalah kaum buruh musiman dengan buruh bulanan dan harian.
Sayangnya, kedua golongan buruh ini mendapatkan fasilitas yang berbeda, terutama dalam hal sosial dan ekonomi.
Para buruh musiman menuntut agar BTN memberikan bahan pakaian dan makanan kepada mereka, tidak hanya kepada buruh bulanan dan harian.
Dalam upaya untuk mendorong pemerintah di bidang ekonomi, Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) menggerakkan para buruh untuk melakukan aksi mogok massal.
Baca juga: Mengapa Belanda Tidak Mengakui Kemerdekaan Indonesia?
Faktor Sosial-Ekonomi
Keadaan ekonomi buruh musiman sangatlah memprihatinkan.
Buruh musiman rata-rata hanya mendapat upah sebesar Rp 1,5 - 2 per hari dengan kupon beras 200 gram yang harus dibeli sejumlah Rp 1,5 per kg.
Sedangkan upah buruh bulanan dan harian sebesar Rp 10 - 15 dengan jaminan beras setiap hari sebanyak 400 gram untuk buruh yang masuk kerja dan 200 gram yang tidak masuk kerja.
Perbedaan pemberian upah inii telah melanggar salah satu hak buruh.