Jayanegara merupakan raja yang lemah, sehingga pada masa kekuasaannya sering terjadi pemberontakan, di antaranya:
Pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat diatasi berjat jasa Gajah Mada, yang saat itu masih menjabat sebagai anggota pasukan pengawal raja.
Berkat siasatnya yang berhasil, Gajah Mada kemudian diangkat sebagai patih. Raja Jayanegara wafat pada 1328 karena dibunuh oleh Tabib Tanca.
Baca juga: Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya
Raja Jayanegara wafat tidak meninggalkan putra, oleh karena itu kekuasaannya digantikan oleh adiknya, Bhre Kahuripan, dengan gelar Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani.
Tribuwanatunggadewi memerintah bersama suaminya, Bhre Singasari, dan dibantu Patih Gajah Mada.
Dalam Kitab Negarakertagama, tertulis bahwa pada periode ini terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta pada 1331.
Dua pemberontakan tersebut mampu dipadamkan Gajah Mada, dan atas jasanya tersebut ia diangkat menjadi Mahapatih.
Pada saat pelantikannya menjadi Mahapatih, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Setelah Tribuwanatunggadewi mengundurkan diri, pemerintahan jatuh ke tangan putranya, Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanagara.
Hayam Wuruk adalah raja terbesar dalam sejarah Kerajaan Majapahit yang memerintah didampingi oleh Patih Gajah Mada.
Pada periode ini, Majapahit mencapai puncak kejayaannya dan Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada pun terwujud.
Kekuasaan kerajaan Majapahit meliputi seluruh kepulauan nusantara, ditambah Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu.
Pengaruhnya bahkan sampai ke Filipina Selatan, Thailand (Champa), dan Indocina.
Dalam bidang ekonomi, Majapahit menjadi pusat perniagaan di Asia Tenggara dengan komoditas ekspor terdiri dari lada, garam, dan kain.
Mata uangnya terbuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga.
Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Sriwijaya